TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Rentetan aksi keji pengeboman di Surabaya beberapa hari terakhir membuat publik gempar.
Pasalnya, pelaku pengeboman tersebut adalah satu keluarga.
Terhitung ada tiga keluarga yang diketahui terlibat dalam aksi tersebut.
Yakni pada kasus pengeboman di tiga gereja, ledakan bom di Sidoarjo dan yang terakhir bom bunuh diri di depan Mapolrestabes Surabaya.
Semua pelaku dari kasus tersebut adalah satu keluarga.
Meski begitu, anak-anak yang ikut terlibat dalam kasus tersebut tak bisa lantas disebut sebagai pelaku.
Baca: Langsung Lari dan Gendong Anak Pengebom, Polisi : Kami Takut Tapi Naluri Kami Ingin Selamatkan Dia
Mereka yang masih di bawah umur tentunya tak akan melakukan aksi keji tersebut tanpa doktrin dari orangtua mereka.
Hal tersebut akhirnya dapat menjadi acuan bahwa para anak tersebut hanyalah korban.
Lalu apa sebenarnya yang dilakukan oleh orangtua tersebut sehingga sang anak mau mengikuti aksi keji itu?
Baru-baru ini, Kapolda Jatim, Irjen Machfud Arifin membocorkan fakta penting yang menjadi cara orang tua yang merupakan tersangka mendoktrin anaknya.
Baca: Penuh Keajaiban, Tubuhnya Terlempar 3 Meter, Bocah 7 Tahun Anak Pengebom Surabaya Ini Selamat
Dilansir dari Surya.co.id, Satu caranya pendoktrinanan dengan mencekoki anak mereka dengan video jihad secara rutin agar membentuk ideologi anak.
"Orang tua tentu punya peran penting di balik kejadian ini bisa mengajak anak mereka. Seperi rajin memberikan tontonan video jihad kepada anak-anak untuk membentuk ideologi sejak dini," ujar Irjen Machfud Arifin, Selasa (15/05/2018).
"Cara ini di lakukan oleh semua pelaku. Mereka satu jaringan dan rutin hadir pengajian di rumah Dita (pelaku bom tiga gereja," imbuhnya.
Selain itu juga, anak-anak pelaku pengeboman juga ternyata selama ini tidak bersekolah.
Irjen Machfud Arifin mengatakan bahwa selama ini pihak keluarga sudah mendoktrin anak mereka agar mengaku 'home schooling' bila di tanya oleh tetangga.
Baca: Liburan Bareng ke Australia, Potret Chelsea Islan Saat Gandeng Sang Kekasih Ini Bikin Iri
"Faktanya, selama ini anak mereka di paksa mengaku home schooling padahal tidak bersekolah sama sekali. Usaha ini agar anak mereka tidak berinteraksi dengan orang lain," kata Irjen Machfud Arifin.
Lalu, Machfud juga menuturkan bahwa jaringan mereka ini jgua kerap berkumpul setiap minggu sejak lama. Mereka melakukan doktrin dan melihat film-film soal terorisme.
Tidak hanya para orang tua, kata Machfud, tapi anak-anaknya juga ikut menjalani doktrin dari Dita.
"Bahkan, anak-anak pelaku dilarang sekolah. Kalau ditanya home schooling, itu tidak benar. Ya tak boleh sekolah.
Anak-anak didoktrin terus ditontonkan video pemahaman," ucap Machfud.
Baca: Jenazah Teroris yang Tewas di Mako Brimob Kelapa Dua Ditolak Warga, Ini Alasannya
Selain itu, Machfud juga membeberkan bahwa seluruh keluarga pelaku pengeboman tersebut ternyata berasal dari satu jaringan yang sama.
Dilansir dari TribunJatim.com, sebanyak 13 pelaku yang tewas ini satu pemimpin, yakni Dita Oeprianto (Sebelumnya tertulis Supriyanto).
Kapolda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin menjelaskan, para pelaku ini belajar ke Dita untuk melakukan teror.
Mereka ini melakukan dalam pertemuan setiap minggu di rumah Dita di Rungkut Surabaya.
"Mereka ini satu jaringan, satu guru. Gurunya Dita ini. Mereka didoktri pemahaman-pemahaman teror," jelas Machfud di Mapolda Jatim, Selasa (15/5/2018) pagi.
Baca: Bupati Bogor Wajibkan THM Tak Beroperasi Selama Puasa, Bila Membandal Akan Disegel