Pembunuhan Anak di Bogor

Tukang Bubur Bunuh Bocah 8 Tahun Karena Istirahatnya Terganggu, Ahli Saraf Menalar Isi Otak Pelaku

Editor: Yuyun Hikmatul Uyun
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

H, pelaku pembunuhan FA, bocah SD yang ditemukan tewas di dalam bak mandi di sebuah kontrakan di Megamendung, Kabupaten Bogor

Fields menambahkan, pelajaran agresi defensif atau melakukan serangan untuk bertahan tidak perlu diajarkan kepada manusia, karena hal ini sudah mengalir dalam darah kita.

Respons menyerang untuk bertahan umumnya terjadi sangat cepat.

Sayangnya, sifat manusia satu ini begitu sensitif.

Tukang Bubur Tega Bunuh Bocah SD Hanya Karena Merasa Terganggu Oleh Korban Saat Istirahat

Contoh kecil, banyak orang mudah emosi bila berada di jalan raya, entah karena pengendara lain yang ugal-ugalan atau macet, sehingga dengan mudah kita mengucap sumpah serapah.

Hal-hal yang sering dialami manusia ini membuat Fields berpikir, stres atau tekanan dapat membuat siapa pun lebih peka terhadap ancaman potensial, sehingga lebih mudah gelisah dan melakukan hal mengerikan.

Tak terkecuali orang yang tampak baik, mereka juga bisa mendapat pemicu yang mendorong melakukan hal mengerikan.

"Ini bukan pendapat. Ini fakta," tegas Fields.

"Lihatlah berbagai kejahatan yang muncul ketika sedang marah. Pelaku dalam hal ini adalah orang-orang yang sebelumnya tidak percaya bahwa mereka memiliki kecenderungan agresif," jelas Fields.

Tukang Bubur Kesal Sampai Bunuh Bocah 8 Tahun di Bogor, Kecopetan dan Dihantui Korban dalam Pelarian

Pelaku Pembunuh Bocah SD Menyerahkan Diri Karena Merasa Dihantui, Keluarga: Itu Dosa Dia

Fields mengatakan, dengan menyadari bagaimana otak bekerja, akan membantu kita meredam respons terhadap ancaman yang dirasakan.

Idealnya, kita semua tahu bahwa stres membuat lebih sensitif.

Namun kita juga harus sadar, bahwa dengan meluapkan emosi pada orang lain juga sebuah kesalahan, artinya ini bukan respons yang tepat.

Untuk menghadapi persoalan seperti ini dan menekan angka kematian akibat kemarahan, Fields menyarankan agar para remaja diberi pemahaman secara spesifik alasan mereka marah sebenarnya dikendalikan oleh otak, dan tidak ada keuntungan dalam respons agresif.

"Menurut saya ini lebih efektif dibanding meminta mereka mengendalikan kemarahan," ujar Fields.

Tekanan sosial, termasuk norma budaya dan pedoman hukum benar-benar memengaruhi dorongan biologis manusia untuk melakukan kekerasan hingga pembunuhan.

Namun selama hal itu bisa dikendalikan dari otak, kita tidak akan melakukan hal merugikan tersebut.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menalar Otak Pembunuh dari Kasus Bocah 8 Tahun Tewas di Bak Mandi", 
Penulis : Gloria Setyvani Putri
Editor : Gloria Setyvani Putri

Berita Terkini