TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim soal penghapusan Ujian Nasional ( UN) memantik komentar banyak pihak.
Bahkan, penghapusan UN ini pun menjadi tema di acara yang dipandu Najwa Shihab, Mata Najwa, Rabu (18/12/2019) berjudul 'Menguji Ujian Nasional'.
Mantan Wapres RI, Jusuf Kalla memberikan tanggapan bahwa penghapusan UN ini akan menjadikan generasi muda yang lembek.
"Ya, jangan menciptakan generasi muda yang lembek, agar semua belajar, dan pentinglah itu," kata Jusuf Kalla saat ditemui seusai mengikuti pengukuhan Guru Besar Haedar Natsir di Sportorium UMY, Kabupaten Bantul, Kamis (12/12/2019).
Najwa Shihab pun lantas bertanya kepada beberapa narasumbernya, seperti pihak KPAI, anggota DPR RI, terkait rencana UN yang dihapus dan diganti oleh Nadiem Makarim.
"Apa betul kekhawatiran pak Jusuf Kalla jika UN diganti akn menciptakan generasi muda yang lembek?" tanya Najwa Shihab, dilansir TribunnewsBogor.com.
• Nadiem Makarim Tetapkan Program Merdeka Belajar, Termasuk Hapus Ujian Nasional
• Semprot Nadiem Makarim, Fahri Hamzah: Perdebatan Kalian di Pusat Bikin Orang Kampung Pesimis
• 4 Manfaat Minum Air Jahe, Bisa Bantu Menurunkan Berat Badan
Anggota komisi X DPR RI fraksi Gerindra, Sudewo menanggapi setuju atas pernyataan Jusuf Kalla yang menyebut penghapusan Ujian Nasional itu membuat siswa jadi lembek.
Karena menurutnya jika tidak ada UN, maka tidak akan tantangan untuk para siswa.
"Saya sangat setuju dengan pendaopat Pak Jusuf Kalla. Coba dibayangkan kalau tidak ada Ujian Nasional, maka tidak ada tantangan bagi siswa.
Coba ditanya kepada para siswa, mayoritas pasti suka ria kalau ujian Nasional dihapus. Tetapi itu membentuk karakter yang tidak bagus, mentalnya jadi lembek, tidak ada nilai juang," papar Sudewo
Tak hanya itu, menurut Sudewo Ujian Nasional ini pun akn membentuk karakter siswa yang punya semangat berjuang dalam hal belajar dan juga kedisiplinan.
"Meskipun punya kekuatan fisik, mental belum tentu. Maka dengan adanya Ujian Nasional, anak-anak memiliki nilai juang, semangat tinggi, etos belajar, kedisiplinan," tambahnya.
• Jadwal Lengkap Liga Inggris Pekan ke-18 Live TVRI, Ada Big Match Tottenham Hotspur Vs Chelsea
• Sosok Istri Siksa Suami Stroke hingga Berdarah, Diduga Stres Menikah Siri, Minta Cerai Tuntut Rp 1M
Namun Najwa Shihab pun menyebutkan pendapat dari para sisswa.
"Tapi mereka pada stres tuh pak, nilai juang apa stres?" tanya Najwa Shihab.
Ditanya seperti itu, Sudewo lantas memaparkan soal adanya daya saing yag harus dimiliki sang anak yang bisa dimulai dari UN.
"Anak-anak menghadapi Ujian Nasional aja stres, coba dibayangkan aklau Indonesia ini harus menciptakan anak dnegan daya saing tinggi. Daya saingnya itu pun harus di tingkat global.
Dalam proses dia belajar untuk UN, itu proses untuk membangun mental dia, untuk mempunyai semangat saing di tingkat Internasional," imbuh Sudewo.
Mengenai soal tingkat stres siswa dalam mengahdapi UN, maka itu akan menjadi PR tersendiri bagi pemerintah.
Sehingga, menurut politisi Partai Gerindra ini sebaiknya UN itu jangan dihapus dan tetap dijadikan standar.
"Pemerintah juga haris mengakomodir kesetresan anak-anak, tetap happy punya semanagat untuk belajar. Tapi Ujian Nasional ini tetap diberlakukan sebagai standar secara nasional," ujar Sudewo.
• 7 Jam Setelah Dilantik Jadi Kepala Desa Sukaraja Bogor, Dede Iskandar Meninggal Dunia
• Sosok Istri Siksa Suami Stroke hingga Berdarah, Diduga Stres Menikah Siri, Minta Cerai Tuntut Rp 1M
Menanggapi ucapan anggita DR RI Sudewo, Sophia Latjuba yang merupakan artis tak setuju.
Pasalnya, Indonesia berada di peringkat yang cukup rendah dalam hal sistem pendidikan
"Kalau membentuk manusia lembek, kenapa Indonesia ada di urutan 72 dari 76 sistem pendidikan kita, Setelah 15 tahun Ujian Nasional," ucap Sophia Latjuba.
Sudewo pun tak setuju dengan pernyataan Sophia Latjuba.
Menurutnya, peringkat tersebut bukan karena faktor UN, tapi materi dan isi UN lah yang menjadi penyebabnya.
Maka dari itu, isi dan soal UN pun harus dievaluasi.
"Bukan karena faktor Ujian Nasional itu Indonesia berada di urutan segitu. Tapi isi dari Ujian Nasional itu sendiri yang harus dievaluasi.
"Tidak hanya hapalan, tapi juga penalaran. Kan bisa saja penalaran jadi Uajian Nasional, jdi ada standarnya. Bagaimana kita bisa tahu prestasi anak prestasi sekolah akalu tidak ada Ujian Nasional?" tanya Sudewo.
• 3 Zodiak Dapat Kejutan Romantis, Leo Waspadai Kesehatan, Ini Ramalan Zodiak Kamis 19 Desember 2019 !
• 4 Manfaat Minum Air Jahe, Bisa Bantu Menurunkan Berat Badan
Seolah tak setuju dnegan pernyataan Sudewo, Komisioner KPAI menyebut bahwa konsep belajar yang selama ini diterapkan itu tidak sesuai dengan motto Ki Hajar Dewantara selaku pelopor Pendidikan di Indonesia.
"Belajar dari pemikiran Ki Hajar Dewantara, belajar itu menyenangkan. Belajar itu taman, seusngguhnya belajar itu sesuatu yang menyengakan.
Anak-anak tidak perlu diiming-imingi kmu nanti dapat hadiah kalau dpaat ranking, dia punya rasa ingin tahu, itu sebenarnya yang disebut belajar," papar komisioner KPAI Retno Listyarti.
Maka dari itu, Retno Listyarti selaku komisiner KPAI setuju dengan kebiajakan yang diambil Nadiem Makarim
"Jadi merdekanya belajar menurut Pak Nadiem itu, maksudnya belajar itu atas kemauannya kebutuhannya. Maka dari itu pemikiran dan penalaran itu dikuatkan," tegas Retno Listyarti
• Live Score Hasil Monterrey vs Liverpool Piala Dunia Antar Klub, Akses di Sini !
• Bandingkan Profesi Pilot dan Sopir Ojol, Iis Dahlia Jadi Trending Tuai Kecaman, Politisi Buka Suara
Setelah itu, menurutnya Ujian Nasional ini hanya menguntungkan kelompok kaya.
Karena orang-orang kaya lebih memiliki banyak uang untuk bayar bimbel demi menghadapi UN.
Berbeda dnegan orang-orang miskin. Sehingga, tidak adanya keadilan dalam konsep UN
"UN sebenarnya menguntungkan kelompok kaya. Bisa bayar bimbel, gizi mereka cukup, tidak perlu bantu orang tua. Mereka hanya berikir belajar, jadi nilai UN-nya tinggi.
Bagaimana dengan anak-anak yang miskin? Yang harus bantu orang tua? Ada ketidakadilan di situ," tegas Reto Listyarti.
"Tak hanya itu, SD itu kan 3 mata pelajaran, Matematika, Bahasa dan IPA. Kalau anak kita jago IPS tapi tidak bisa IPA. Apakah kita bisa mencapnya bodoh karena tidak bisa IPA? Kan tidak bisa begitu," ujar Retno Listyarti.
"Jadi artinya dicap bodoh kalau nilai UN nya tidak bagus?" tanya Najwa Shihab.
"Ya betul," tandas Retno Listyarti.