Namun menurut Rocky Gerung, Yuni Shara sebenarnya sedang melayangkan protes terhadap kehidupan yang kerap memberatkan kaumnya, yakni perempuan.
"Yuni Shara betul-betul menjadi sangat autentik mau membuka satu persoalan yang kadangkala tabu. Tapi karena dia selebritis maka publik anggap itu semacam, bukan sekadar pengakuan, tapi protes terhadap kehidupan yang kadangkala memberatkan perempuan," pungkas Rocky Gerung dilansir TribunnewsBogor.com, Senin (23/12/2019).
Rocky Gerung yang juga mengajar soal teori feminisme pun menjabarkan soal kehidupan seks.
Pun dengan penjelasan perihal orgasme yang sempat disinggung oleh Yuni Shara.
"Saya menganggap seks itu kan drive paling otentik yang diberikan oleh alam. Supaya kita tidak punah. Fungsi fisiologis dari orgasme adalah mempertahankan DNA supaya bisa dilanjutkan," imbuh Rocky Gerung.
Selain itu, dalam wawancaranya, Yuni Shara juga sempat mengurai traumanya.
• Rocky Gerung: Kalau Saya Kritik Ibu Mega, Berarti Saya Anggap Benar Pak Jokowi Itu Cuma Bonekanya
• Rocky Gerung Sebut Jokowi Ingin Lepas dari Bayang-bayang Megawati : Retak Kongsinya & Potensi Pecah
Meski mengalami KDRT, Yuni Shara mengaku saat itu tetap mau berhubungan badan dengan sang suami.
Yuni Shara menilai bahwa statusnya sebagai perempuan Jawa yang mungkin membuatnya tetap melayani suaminya kala itu.
Mendengar uraian yang diungkap Yuni Shara, Rocky Gerung pun kembali memujinya.
Bahwa selama ini, faktor budaya kerap mempengaruhi kehidupan privasi dari seseorang, termasuk soal seksualitas.
"Namanya culture matters. Jadi kadangkala kebudayaan itu mengatur kita dan itu kekuatan dari tradisi. Yuni Shara saya kira benar, bahwa culture Jawa punya semacam dalil dalam soal kehidupan privat dan seksualitas," ungkap Rocky Gerung.
FOLLOW US :
Lebih lanjut, Rocky Gerung juga mengungkap soal maksud dari ucapan yang ingin disampaikan Yuni Shara.
Rocky Gerung pun menjelaskan soal adanya dialektika yang dihasilkan dari pengakuan Yuni Shara tersebut.
"Setelah terbagi mentalnya, lalu keterbagian itu bikin dialektika. Antara kepatuhan kultural sebagai perempuan Jawa dan keinginan untuk protes terhadap hak orgasme," jelas Rocky Gerung.