Demo Tolak Omnibus Law

Ridwan Kamil Temui Pendemo di Gedung Sate, Mahasiswa hingga Buruh Teriak saat Kang Emil Ucap 2 Poin

Penulis: khairunnisa
Editor: Ardhi Sanjaya
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil temui pendemo di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/10/2020)

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menemui pengunjuk rasa di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat hari ini, Kamis (8/10/2020).

Dalam suasana gerimis, Ridwan Kamil bersuara perihal tuntutan yang dilayangkan ratusan massa peserta demo penolakan Omnibus Law.

Mengurai dua hal penting, Ridwan Kamil pun menyampaikan apa saja yang telah ia diskusikan bersama perwakilan buruh.

Dikutip TribunnewsBogor.com dari laman Twitter-nya, Ridwan Kamil mengulas perihal sikap Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas disahkannya UU Omnibus Law.

Ratusan pendemo yang terdiri dari mahasiswa dan buruh memadati Gedung Sate sejak siang hari.

Hal itu dilakukan pendemo guna memprotes pengesahan UU Omnibus Law yang dianggap merugikan buruh dan pekerja.

Ngaku Sudah 2 Kali Disuntik Vaksin Covid-19, Ridwan Kamil Minta Didoakan

Demo di Depan Istana Bogor Sempat Memanas, Mahasiswa dan Petugas Terlibat Aksi Saling Dorong

Menanggapi tuntutan pendemo, Ridwan Kamil pun akhirnya tampil di depan lautan massa yang berkumpul di depan Gedung Sate.

Melayangkan orasi, Ridwan Kamil mengaku sudah mendengar aspirasi dari para buruh mengenai keberatan atas pengesahan UU Omnibus Law.

"Tadi saya sudah mendengar aspirasi yang isinya menyampaikan ketidakadilan yang ada di pasal-pasal UU Omnibus Law. Dari mulai masalah pesangon, masalah cuti, masalah izin TKA, masalah outsourcing, masalah upah dan lain-lain yang dirasakan pengesahannya itu terlalu cepat untuk sebuah UU yang begitu kompleks dan besar," ungkap Ridwan Kamil, Kamis (8/10/2020).

Dalam penyampainnya, Ridwan Kamil berujar bahwa buruh meminta agar Pemerintah Jabar mengirimkan surat kepada DPR yang berisi menolak UU Omnibus Law.

"Rekomendasi dari perwakilan buruh agar pemerintah Provinsi Jawa Barat mengirimkan surat yang isinya, surat itu adalah menyampaikan aspirasi dari buruh untuk menolak UU Omnibus Law," pungkas Ridwan Kamil.

Mendengar ucapan Ridwan Kamil perihal penolakan terhadap UU Omnibus Law, pendemo spontan berteriak.

"Setuju !" teriak pendemo.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil temui pendemo di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/10/2020) (Twitter @ridwankamil)

Melanjutkan penyampaiannya, Ridwan Kamil juga berujar bahwa Pemerintah Jabar akan meminta Jokowi untuk menerbitkan Perpu pengganti UU.

Hal itu berkait dengan masa berlakunya UU Omnibus Law di 30 hari ke depan.

"Yang kedua, meminta kepada Bapak Presiden, untuk minimal menerbitkan Perpu pengganti UU karena proses UU ini masih ada 30 hari untuk direvisi oleh tanda tangan presiden," ujar Ridwan Kamil.

Situasi Terkini Ricuh Demo Tolak UU Cipta Kerja di Harmoni Jakarta, Polisi Bentrok dengan Mahasiswa

Kondisi Terkini Demo Tolak UU Cipta Kerja di Jakarta Pusat, Massa Kepung Gambir hingga Tanah Abang

Atas dua poin penting tuntutan buruh tersebut, Ridwan Kamil berujar bahwa Pemerintah Jabar telah menyetujuinya.

Ridwan Kamil telah menandatangi surat rekomendasi dari para buruh tersebut untuk kemudian dikirim ke DPR dan Presiden Jokowi.

Dan besok, Jumat (9/10/2020), surat tersebut akan dikirimkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat ke Gedung DPR dan kepada Presiden Jokowi.

Mengakhiri orasinya, Ridwan Kamil meminta kepada para pendemo untuk tidak anarkis dan menjaga ketertiban.

"Jaga ketertiban dan jangan merusak fasilitas umum," pinta Ridwan Kamil disambut riuh pendemo.

Link Download Isi Lengkap RUU Cipta Kerja

DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang pada Senin (5/10/2020).

Lalu apa dampak Omnibus Law Cipta Kerja bagi buruh ?

Omnibus Law pertama kali dalam pidato Jokowi pada Minggu (20/19/2020).

Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-udangan yang disebut Omnibus Law.

Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi omnibus law.

Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM.

Jokowi menyebutkan, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa, atau bahkan puluhan UU.

TribunnewsBogor.com melansir Kompas.com, Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:

1. Penyederhanaan perizinan tanah

2. Persyaratan investasi

3. Ketenagakerjaan

4. Kemudahan dan perlindungan UMKM

5. Kemudahan berusaha Dukungan riset dan inovasi

6. Administrasi pemerintahan

7. Pengenaan sanksi Pengendalian lahan

8. Kemudahan proyek pemerintah

9. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sementara itu, seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (6/10/2020) UU Cipta Kerja, yang baru saja disahkan, terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Di dalamnya mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.

Dampak bagi buruh Kompas.com mencatat beberapa pasal-pasal bermasalah dan kontroversial dalam Bab IV tentang Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.

1. Kontrak tanpa batas (Pasal 59)

UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

2. Hari libur dipangkas (Pasal 79)

Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dipangkas.

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

3. Aturan soal pengupahan diganti (Pasal 88)

UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.

Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.

Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah".

4. Sanksi tidak bayar upah dihapus (Pasal 91)

Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.

Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain tercantum pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.

Namun dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.

5. Hak memohon PHK dihapus (Pasal 169)

UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja/ buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.

Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.

Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.
Namun, Pasal 169 ayat (3) menyebut, jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak tersebut tidak akan didapatkan pekerja.

Pasal 169 ini seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja.

Isi lengkap RUU Cipta Kerja (kini sudah disahkan menjadi UU Cipta Kerja) bisa diunduh di laman-laman berikut:

RUU Cipta Kerja (Baleg DPR PDF)

RUU Cipta Kerja (Google Drive PDF)

Surat Presiden Jokowi untuk pengajuan RUU Cipta Kerja (PDF)

Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM (PDF I)

Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM (PDF II)

Berita Terkini