TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Sikap Presiden Jokowi yang tak membalas surat Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) disoroti banyak pihak.
Politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik menyampaikan kritiknya.
Sementara itu, Rais PCNU Australia serta penulis buku Nadirsyah Hosen atau yang karib disapa Gus Nadir juga ikut berkomentar.
Ia berkelakar bahwa penyebab Jokowi tak membalas surat AHY yakni karena sang Ketum lupa menuliskan kalimat di akhir suratnya.
Dilansir dari Kompas.com Jumat (5/2/2021), Rachland Nashidik mengkritik sikap Jokowi yang seolah tak mau tanggung jawab.
"Pak Jokowi mau cuci tangan? Jika benar, seharusnya tidak boleh," kata Rachland saat dihubungi.
Ia menilai, Presiden tidak semestinya mengabaikan surat yang dikirim AHY.
Presiden, menurut Rachland Nashidik, perlu membalas surat tersebut untuk memberikan sinyal kuat bahwa praktek pengambilalihan paksa partai politik adalah tindakan yang tidak benar.
"Presiden sebaiknya perlu memberi pesan kuat bahwa praktek ambil alih paksa partai politik itu salah dan buruk," tegasnya.
Ia pun mengingatkan bahwa praktek pengambilalihan secara paksa tak hanya menimpa Demokrat, melainkan juga pernah menimpa PDI Perjuangan, partai asal Jokowi, beberapa waktu lalu.
• Andi Mallarangeng Singgung Pak Lurah Soal Isu Kudeta AHY, Ruhut Sedih : Kader Demokrat Kok Rada Halu
• Istana Tak Akan Jawab Surat dari AHY soal Isu Kudeta di Partai Demokrat
Menurut dia, tindakan seperti itu merupakan bentuk peninggalan politik masa lalu.
"Karena itu, seharusnya Presiden tidak mentolerir praktek politik yang sama atau meniru yang dilakukan anak buahnya sendiri," jelas Rachland.
Lebih lanjut, Rachland Nashidik menegaskan, partainya tidak merasa dirugikan apabila Presiden Jokowi memilih berlindung di balik teka-teki tentang sikapnya.
Hanya saja, ia berharap Presiden mampu dijauhkan dari sikap keraguan dan kebingungan dalam berpolitik.
"Sebaliknya, keputusan yang kuat dan bermartabat harus dipilih. Bukan saja demi melindungi demokrasi. Tapi juga kehormatan Istana," imbuh Rachland.