Hal itu sudah dirasakan sejak dia bekerja di hari pertama.
Hani yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di pasangan keluarga asal Kuwait dan Iran kerap mendapat kekerasan hingga pelecehan.
Selain menjadi ART, Hani juga ditugaskan merawat anak bontot majikannya yang masih balita.
"Waktu itu belum bisa sama sekali apalagi bahasanya," curhat Hani.
Di awal-awal masa bekerjanya, Hani harus terbiasa beradaptasi dengan bedanya kebudayaan antara di Kuwait dengan di Indonesia.
Misalnya soal standar kebersihan yang berlaku di negara sana.
Baca juga: Heran Harga Cabai dan Minyak Goreng Naik, Megawati Sindir Jokowi: Aneh Betul, Kok Klasik Banget
Bila di Indonesia, standar kebersihan hanya meliputi menyapu dan mengepel serta beberes perabotan, maka di Kuwait semuanya berbeda.
"Bersih-bersih disana itu detil banget," tuturnya.
Selain itu, masalah lain juga dihadapi karena dia tak diberikan arahan tentang tata cara merawat bayi sang majikan.
Kesabaran Hani semakin diuji, ketiga ketiga anak majikan yang sudah remaja kerap berulah yang berujung pada dimarahinya dia oleh sang majikan.
"Anak-anak majikan juga kayak gasuka sama aku, mereka ketawa kalau aku dimarahin.
Di dapur sering terjadi kejadian yang ga disangka kayak misalkan ada gula di dalam minyak goreng.
Dan selalu aku yang disalahin, aku selalu dituduh," tutur Hani menceritakan keperihannya di masa lalu.
Puncak kepahitan hidup Hani di Kuwait ialah saat dia nyaris dirudapaksa oleh adik majikannya yang memang ikut tinggal di rumah itu.
"Adiknya majikan itu Army (tentara) kasih 10 dinar Kuwait, tapi ngajak begituan. Waktu itu ngelihat tubuhnya aja takut. Itu bukan sekali dua kali, ngajakin aku tidur bareng," kata Hani.