TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University menyelenggarakan webinar series yang membahas Langkah Praktis dalam Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) melalui Penerapan Biosekuriti, Pemilihan Desinfektan yang Tepat dan Penggunaan Bahan Alam Berkhasiat
Kegiatan ini merupakan kolaborasi SKHB IPB University dengan Perhimpunan Istri Dokter Hewan Indonesia (PIDHI), dan disponsori oleh PT Agroveta Husada Dharma, PT Nutricell Pacific, dan PT Tri Daya Veruna.
Kegiatan webinar series ini menghadirkan Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Dr Nuryani Zainuddin dan Kepala Sub Direktorat Pengawasan Obat Hewan, Kementerian Pertanian, Dr Ni Made Ria Isriyanthi.
Dalam kesempatan ini, Dr Nuryani, menjelaskan tentang kerugian ekonomi, status terkini, regulasi, dan strategi pemberantasan PMK di Indonesia.
”Langkah-langkah dalam pengendalian PMK meliputi regulasi terkait pengendalian PMK, pencegahan kontak hewan rentan dengan sumber penyakit, penghentian sirkulasi dan produksi virus di lingkungan, dan peningkatan kekebalan hewan yang rentan PMK dengan cara vaksinasi," ungkap Dr Nuryani.
Sementara, Dr Ni Made Ria, menyampaikan bahwa saat ini belum ada vaksin produksi lokal dan vaksin impor, karena sebelumnya Indonesia bebas PMK sejak tahun 1990.
Ia menerangkan, vaksin PMK yang ada di dunia saat ini, sangat terbatas penggunaannya dan tidak bersifat universal, sehingga stok vaksin di masing-masing negara atau perusahaan produsen menjadi terbatas.
"Kita akan mengimpor vaksin dalam pertengahan bulan Juni ini, tetapi jumlahnya sangat terbatas. Penggunaannya akan diprioritaskan untuk ternak bibit. Baru kemudian di bulan Agustus mudah-mudahan vaksin lokal sudah mulai bisa diproduksi," imbuhnya.
Tiga narasumber yang dihadirkan, yaitu Dr Okti Nadia Poetri dari Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dr Andriyanto dan Dr Aulia Andi Mustika keduanya dari Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, SKHB IPB University.
Di sesi pertama, Dr Okti menjelaskan bagaimana melakukan biosekuriti secara praktis untuk peternakan rakyat.
Biosekuriti salah satunya adalah sanitasi, yaitu menjaga kebersihan kandang dan melakukan disinfeksi kandang, peralatan, tempat pakan hewan secara berkala.
Selain itu, penerapan biosekuriti praktis juga bisa melalui isolasi dan kontrol lalu lintas hewan dan personalia di peternakan.
"Tindakan biosekuriti pada perusahaan peternakan atau peternakan rakyat ditujukan terhadap karyawan peternakan, tamu, kendaraan, dan barang yang masuk ke peternakan. Hal ini sangat penting dalam memastikan biosekuriti di lingkungan peternakan," lanjutnya.
Dr Andriyanto, dalam sesi berikutnya, menyampaikan bahwa asam sitrat 0,2 sampai 2 persen, sodium hiplokrolit 3 persen, glutaraldehid 1-2 persen, sodium karbonat 4 persen, formaldehid 8 persen, serta hidrogen peroksida 5 persen merupakan beberapa desinfektan yang efektif untuk PMK.
”Alternatif lain dalam penanganan PMK adalah dengan menggunakan acidic electrolyzed water (EW) dengan pH 2.6−5.8. EW ini memiliki beberapa kelebihan yaitu aman, tidak toksik, biokompatibilitas, korosif tingkat rendah pada logam, dan aman terhadap lingkungan," ungkap Dr Andriyanto.