TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Kasus kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi yang belakangan ini dilontarkan oleh Komnas Perempuan, tuai sorotan berbagai pihak.
Pasalnya, kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh mendiang Brigadir J secara tiba-tiba muncul.
Pengacara keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan ikut geram menanggapi soal kasus tersebut.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (6/9/2022), Johnson Panjaitan menyebut saat pihaknya melaporkan Ferdy Sambo dengan istrinya pada kamis (18/8/2022) lalu.
Diketahui Putri Candrawathi sudah lebih dulu melaporkan soal pelecehan seksual di Duren Tiga dan perencanaan pembunuhan.
"Ada dua (kasus yang dilaporkan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi), dan dengan tegas pada waktu itu institusi Polri mengatakan tidak ada tindak pidanya meskipun sampai saat ini kami belum diberikan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) soal itu," kata pengacara keluarga Brigadir J ini.
Johnson Panjaitan menuturkan pelaporan kekerasan seksual yang dilontarkan oleh Komnas Perempuan dalam pengakuan Putri Candrawathi, secara tiba-tiba muncul saat rekonstruksi di Magelang.
Baca juga: Kejujuran Putri Candrawathi Akan Diuji Pakai Lie Detector, Saksi Kunci Ini Juga Ikut Diperiksa
"Prakteknya borongan langsung, jadi rekonstruksinya langsung tiga, gak ada pelaporan, tiba-tiba muncul," kata Dia.
"Kalau kita perhatikan dengan sangat sungguh-sungguh, sebenarnya ini semua kan berkasnya hancur, kita berkali-kali di sini berbicara bahwa barang bukti hancur semua obstruction of justicenya sangat luar biasa karena itu mereka mengejar pengakuan," terangnya.
Pengacara keluarga Brigadir J juga menyebut bahwa Direktur Pidana Mabes sempat mengatakan hal tersebut akan menggunakan metode saksi mahkota (tersangka/terdakwa).
"Saya kira ini juga jebakan yang mulai makin canggih," tegasnya.
Meringankan
Johnson Panjaitan membeberkan mengapa tidak adanya laporan kekerasan seksual namun secara tiba-tiba saat rekonstruksi, kasus tersebut dimunculkan, sementara yang melaporkan (pihak Brigadir J) di stop.
"Jadi skenario awal bahwa dia ingin menggunakan pasal 48 (daya paksa), 49 (pembelaan terpaksa) untuk meringankan atau menggeser ya ini tetap dilakukan isu pelecehan seksual," jelasnya.
Baca juga: Sempat Emosional Beda Versi Cerita dengan FS, Ternyata Sosok Ini yang Bantu Bharada E Konsisten
"Cuma kesedihan jadi makin bertambah, saya agak marah ke rekan saya itu, karena saya merasa kok Brigadir J sudah didalam kuburan, keluarganya menanggung beban ini secara berat, kok masih mau diadilin lagi mau dituntut lagi," ucapnya dengan nada meninggi.
Johnson Panjaitan juga mengungkap secara blak-blakan kali ini Komnas HAM yang tega menuding mendiang Brigadir J.
"Lembaga yang kita perjuangkan, kita dirikan melindungi korban bukan untuk melindungi Polisi," tegasnya.
"Saya sedih betul terus terang, dari mana jalannya, kan saya sudah bilang dari awal ketua Komnas HAM, 'you tidak pro justitia (demi hukum, untuk hukum dan undang-undang)'," ungkapnya.
Menurutnya, Komnas HAM saat awal adanya kasus pembunuhan Brigadir J sempat mengatakan rekomendasi yang diajukan tak pernah terlaksana oleh Kapolri.
Terutama kasus yang menyangkut kekerasan dan senjata, namun saat ini tiba-tiba muncul narasi kekerasan seksual.
"Dari mana jalannya tiba-tiba mengatakan pelecehan seksual dari mana jalannya?," Johnson Panjaitan dengan nada mengotot.
Pengacara Brigadir J juga mengakui dirinya sempat bertemu dengan salah satu komisioner HAM secara rahasia atau diam-diam.
Baca juga: Sempat Emosional Beda Versi Cerita dengan FS, Ternyata Sosok Ini yang Bantu Bharada E Konsisten
Dirinya juga mengatakan sempat bertemu dengan salah satu komisioner HAM usai melakukan koordinasi dengan Wakapolri pada waktu itu.
"Saya bertemu, saya bilang saya masih sedang menunggu surat kuasa ini sampai (datang), nanti kalau misalkan surat kuasa ini sampai, baru saya secara resmi akan berhubungan dengan Komnas sambil saya mencari uang agar bisa mendatangkan klien (Keluarga Brigadir J)," bebernya.
Johnson Panjaitan mengungkap bahwa kondisi ekonomi keluarga Brigadir J sangat berat dan kemampuan dirinya pun terbatas.
"Apa yang dia katakan waktu itu? 'terlambat Bang, karena kami sudah memutuskan untuk besok berangkat ke Jambi'," terangnya.
Lantaran geram, Johnson Panjaitan juga menyebut legitimasi (penerimaan/pengakuan) Komnas HAM berangkat ke Jambi bukan karena rakyat.
Namun hal tersebut lantaran koordinasi tidak pro justitia yang ujungnya hanya rekomendasi dari Presiden Jokowi ataupun Polri.
"Pertanyaan saya, korban dimana? karena waktu dia berangkat, legitimasi yang diambil pertama adalah bertemu dengan keluarga, saya pegang dokumennya itu semua," terangnya.
"Legitimasi ini sekarang di manipulasi, orang yang harus dia lindungi, dia bela saat ini sekarang harus menaggung tuduhan dari Komnas bahwa terjadi pelecehan seksual," tandasnya.
Baca juga: Sebut Tuduhan Mengerikan, Pria Plontos Ini Geram Narasi Pelecehan Seksual Putri Candrawathi Diungkit
Tanggapan Komas Perempuan
Diberitakan sebelumnya, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah menceritakan temuan-temuanya terkait kasus dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi.
Diakui Komnas Perempuan, ada dua hal penting perihal temuan barunya.
Yakni adalah relasi kuasa terkait umur dan senjata.
Dua poin tersebut diduga merujuk pada Brigadir J yang berusia muda dan memiliki senjata selaku ajudan Ferdy Sambo.
Seperti diketahui, di awal kasus berhembus kabar bahwa Putri Candrawathi sempat dilecehkan Brigadir J.
Namun belakangan, isu tersebut hilang usai penyidik ke polisian menutup laporan Putri Candrawathi soal dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir J.
"Terkait relasi kuasa, relasi kuasa itu enggak hanya bisa dilihat dari status sosial. Tapi juga konstruksi gender. Kemudian usia muda yang secara fisik kepada lansia, kemudian juga kepemilikan senjata. Itu yang kami temukan di dalam kekerasan seksual yang dialami ibu P," ujar Siti Aminah.
Tak hanya itu, Siti Aminah juga mengurai dua temuan baru dalam kasus dugaan kekerasan seksual Putri Candrawathi dari Brigadir J.
Temuan baru tersebut terkait dengan kondisi Putri Candrawathi saat diduga dilecehkan itu dalam keadaan sakit.
Baca juga: Yakin Ferdy Sambo Tak Bisa Lolos dari Jerat Hukum, Kamaruddin Sentil Komnas HAM : Ada Deal-dealan ?
"Ada memanfaatkan kerentanan, ibu P dalam kondisi tidak sehat pada waktu itu (saat diduga dilecehkan Brigadir J), dan sedang tidur," ungkap Siti Aminah.
Melihat publik beramai-ramai menghujat Putri Candrawathi, Siti Aminah pun mengurai pembelaan.
Bahwa usai peristiwa kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022, Putri Candrawathi sampai mengurung diri di rumah.
"Publik harus mengetahui, pasca-penembakan, ibu P tidak pernah keluar rumah karena dia malu, dia trauma, dan proses intervensi dari psikolog lah yang membantu dia sedikit demi sedikit publik. Baru Agustus Komnas Perempuan dan Komnas HAM bisa memintai keterangan kepada ibu P," imbuh Siti Aminah.
Lebih lanjut, Siti Aminah pun menanggapi komentar sinis soal Putri Candrawathi yang belum ditahan hingga saat ini.
Menurut Siti Aminah, hal tersebut adalah hal yang lumrah.
"Terkait dengan penahanan, harus diingat, ini baru proses penyidikan, bukan penghukuman, bukan pemidanaan. Penahanan menjadi kewenangan penyidik. Alasan penyidik karena alasan kemanusiaan, ia memilik balita. Apakah ini istimewa ? kami menjawab tidak, karena itu semestinya. Penyidik harus melaksanakan rekomendasi yang menyatakan penahanan sebelum persidangan adalah langkah terakhir dan sesingkat mungkin," kata Siti Aminah.
Baca juga: Geger Kemunculan Wanita Ngaku ART Ferdy Sambo Bongkar soal Kasus Brigadir J, Fakta Aslinya Terungkap
Enggan berpanjang lebar, Komnas Perempuan pun mengakui bahwa pihaknya telah banyak membantu banyak kasus terkait perempuan yang hendak masuk penjara.
"Teman-teman bisa mengecek bagaimana rekomendasi Komnas Perempuan terhadap kasus-kasus yang ada, memang tidak semua kasus diberitakan dan menjadi hal yang mendapatkan perhatian publik. Kita dorong ke polisian bahwa perlakuan terhadap ibu P itu juga berlaku untuk perempuan yang lain," akui Siti Aminah.(*)