Tak hanya itu, Putri Candrawathi juga sama sekali tidak memeriksakan diri ke dokter setelah kejadian, padahal dia berprofesi sebagai dokter yang seharusnya peduli terhadap kesehatan dan kebersihan. Ini menjadi dasar keempat bagi jaksa menyimpulkan hal itu sebagai perselingkuhan.
Selanjutnya yang kelima, jaksa juga menyinggung soal Putri Candrawathi yang berinisiatif bertemu dengan Brigadir J selama 10-15 menit dalam kamar tertutup setelah dia mengeklaim jadi korban pelecehan.
Sementara itu, yang keenam, Ferdy Sambo tidak mendesak Putri Candrawathi melakukan visum begitu mendengar soal peristiwa tersebut.
Padahal, visum merupakan alat bukti mutlak dalam kasus pelecehan seksual.
"Padahal saksi Ferdy Sambo sudah berpengalaman puluhan tahun sebagai penyidik," ujar jaksa.
Kemudian yang ketujuh, Ferdy Sambo bahkan membiarkan Putri Putri Candrawathi dan Brigadir J berkendara dalam satu mobil saat hendak melakukan isolasi mandiri di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Hal terakhir atau kedelapan, yang mendasari jaksa menyimpulkan adanya perselingkuhan ialah ucapan Kuat Ma'ruf soal "duri dalam rumah tangga" Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo.
Diketahui berdasarkan keterangan di persidangan, sesaat setelah terjadi peristiwa Magelang, Kuat Maruf menemui Putri Candrawathi yang terduduk lemas di lantai dua rumah Magelang.
ART Ferdy Sambo itu sekonyong-konyong menyarankan Putri Candrawathi untuk melapor ke suaminya tentang peristiwa ini supaya tidak ada duri dalam rumah tangga.
Baca juga: Menyesal Punya Atasan Ferdy Sambo, Arif Rachman Blak-blakan di Persidangan: Harusnya Jaga Anak Buah
Jaksa menduga, perselingkuhan Putri Candrawathi dengan Brigadir J itu sebelumnya sudah diketahui oleh Kuat Maruf.
Sebab, saat itu Kuat Maruf tak tahu menahu peristiwa apa yang baru terjadi di rumah Magelang.
"Dari rangkaian peristiwa tersebut dapat dinilai sebenarnya terdakwa Kuat Ma'ruf sudah mengetahui hubungan antara saksi Putri Candrawathi dan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang menjadi pemicu perampasan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata jaksa.
Adapun dalam perkara ini, Kuat Ma'ruf menjadi terdakwa pertama yang menjalani sidang tuntutan.
ART Ferdy Sambo itu dituntut pidana penjara 8 tahun oleh jaksa penuntut umum.
Jaksa menilai, Kuat terbukti dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain sebagaimana dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).