TRIBUNNEWSBOGOR.COM – Cap Go Meh merupakan akhir dari rangkaian perayaan Tahun Baru imlek.
Perayaan Cap Go Meh selalu ada dalam setiap setiap tahunnya. Namun, apakah Anda sudah mengetahui sejarahnya?
Perayaan Cap Go Meh dilakukan setiap tanggal 15 pada bulan pertama penanggalan Tionghoa.
Pada perayaan Cap Go Meh, biasanya masyarakat Tionghoa akan melakukan sembahyang di depan pintu pada pukul 12 malam.
Hal tersebut dilakukan sebagai wujud ucapan terima kasih kepada Tuhan.
Pada saat Cap Go Meh juga, masyarakat Tionghoa akan mengadakan jamuan makan yang ditunjukan kepada para leluhur.
Selain itu, mereka juga melakukan ciswak atau upacara buang sial di klenteng.
Di China, perayaan Cap Go Meh dilakukan dengan berkumpulnya seluruh anggota keluarga dan mengadakan pesta besar.
Biasanya, jamuan yang dihadirkan dalam pesta besar akan diisi oleh makanan mewah dan mewakili 3 unsur, yaitu darat, laut, udara. Seperti babi sebagai unsur darat, ikan sebagai unsur laut, dan ayam sebagai unsur udara.
Penamaan Cap Go Meh
Cap Go Meh betasal dari bahasa Hokkien, yaitu “Chap Goh Meh” yang berarti malam kelima belas atau malam sesudah perayaan Tahun Baru Imlek.
Kata ‘Cap’ meliki arti sepuluh, kata ‘Go’ berarti 5, dan kata ‘Meh’ memiliki arti malam, yang mana jika kata ini disatukan menjadi malam kelima belas.
Cap Go Meh juga dikenal dengan sebutan Festival Musim semi atau Festival Lentera.
Dalam perayaan tersebut, orang-orang yang merayakannya akan keluar melihat bulan, makan malam bersama keluarga, dan menerbangkan lampion.
Istilah Cap Go Meh umumnya digunakan oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia dan Malaysia.
Sedangkan di Tiongkok, nama yang umum digunakan yaitu festival lampion.
Baca juga: Mengenal 6 Makanan Khas Perayaan Cap Go Meh, Ada Telur Teh hingga Wedang Ronde
Sejarah Cap Go Meh
Perayaan Cap Go Meh sudah dilakukan dari abad ke-7 Masehi pada masa Dinasti Han di Tiongkok.
Cap Go Meh berasal dari Dinasti Han (206 SM hingga 220 M), ketika para biksu Buddha menyalakan lampion pada hari ke-15 Tahun Baru Imlek untuk menghormati Sang Buddha.
Kegiatan tersebut kemudian diadopsi oleh masyarakat umum dan menyebar ke seluruh China.
Selain itu, terdapat legenda yang berhubungan dengan Cap Go Meh, yaitu kisah Kaisar Langit (You Di), yang marah kepada penduduk sebuah kota karena membunuh burung kesayangannya.
Dia berencana untuk menghancurkan kota tersebut dengan api, tetapi digagalkan oleh Putri Kaisar yang menyarankan orang-orang untuk menyalakan lampion di seluruh kota pada hari penghancuran yang ditentukan.
Kaisar tertipu oleh semua cahaya, dia mengira bahwa kota tersebut telah dilalap api. Padahal kota tersebut terhindar dari bencana.
Sebagai rasa terima kasih kepada Putri Kaisar, orang-orang terus memperingati acara tersebut setiap tahun dengan membawa lampion warna-warni ke seluruh kota.
Perayaan Cap Go Meh pada awalnya berlangsung secara tertutup, yang mana hanya dihadiri oleh anggota kerajaan.
Pada saat itu, perayaan ini belum dikenal oleh warga biasa. Perayaan ini mulai dikenal masyarakat umum saat berakhirnya pemerintahan Dinasti Han.
Perayaan ini dilakukan untuk memberi penghormatan kepada Dewa Thai Yi, yang dipercaya Dinasti Han (206 SM-221 M) sebagai Dewa tertinggi di langit.
Perayaan ini diadakan oleh raja bersama masyarakatnya pada malam tanggal kelima belas bulan pertama peninggalan Tionghoa.
Terdapat kegiatan yang selalu diadakan untuk memeriahkan perayaan, yakni pertunjukan musik dan Barongsai.
Hingga saat ini, perayaan Cap Go Meh selalu diadakan secara turun-temurun oleh masyarakat Tionghoa yang tersebar di seluruh dunia.
Baca juga: Mengenal Kesenian Barongsai, Tradisi dalam Perayaan Cap Go Meh
(Tribunners/Devira Shifawati Suherman)