Info Mayapada Bogor

Running Pace vs Heart Rate, Mana yang Penting untuk Runner? Ini Penjelasannya

Editor: Tsaniyah Faidah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Jelang ajang marathon Pocari Sweat Run Indonesia 2024 ini, runners wajib tahu bagaimana cara menyeimbangkan keduanya supaya dapat berlari dengan optimal.

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Para runners pasti pernah mendengar istilah heart rate (denyut nadi) dan running pace (kecepatan).

Denyut nadi adalah frekuensi detak jantung seseorang per menit, sementara pace adalah kecepatan berlari dalam satuan menitper kilometer.

Keduanya merupakan dua ukuran yang umum digunakan pelari untuk menilai kemampuan berlari mereka.

Seringkali pelari hanya menggunakan salah satu ukuran saja, bahkan tak jarang saling berlomba membandingkan pace-nya dengan pelari lain.

Padahal keduanya (heart rate dan running pace) dapat digunakan bersamaan untuk memperoleh kemajuan performa selama latihan maupun dalam kompetisi.

Jelang ajang marathon Pocari Sweat Run Indonesia 2024 ini, runners wajib tahu bagaimana cara menyeimbangkan keduanya supaya dapat berlari dengan optimal.

Baca juga: Siap Ikut Pocari Sweat Run 2024? Pelajari “RICE” untuk Pertolongan Pertama Ketika Cedera

Normalnya, heart rate dan runningpace akan bergerak beriringan.

Ketika seseorang berlari dalam kecepatan yang normal (misalnya berlari santai), maka denyut nadinya cenderung stabil.

Jika pace lari ditingkatkan, maka denyut nadi dapat tetap stabil (bila pelari tersebut sangat bugar) atau meningkat secara bertahap.

Namun, bila heart rate melonjak drastis padahal pace hanya meningkat sedikit, atau heart rate tetap bertahan tinggi padahal pace sudah diturunkan, maka ini menjadi indikasi bahwa heart rate dan pace belum seimbang.

Sehingga tubuh bekerja sangat keras dan membutuhkan energi lebih besar untuk mempertahankan pace tersebut.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga di Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr. Taufan Favian Reyhan, Sp.KO, memberikan penjelasan beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya heart rate.

Ia mengungkapkan, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kecepatan penurunan denyut nadi seperti suhu panas, kelembaban, dehidrasi, maupun tanjakan saat berlari.

"Faktor-faktor tersebut menyebabkan jantung perlu bekerja lebih keras dan lebih cepat untuk kompensasi meskipun sedang berlari pada pace yang lebih lambat," katanya.

Runners tidak perlu khawatir apabila kondisi ini terjadi karena hal tersebut dapat diperbaiki dan justru dapat menjadi target/goal untuk latihan berikutnya.

Misalnya, pelari berlatih untuk 5K dengan target waktu 30 menit, artinya runners harus dapat berlari dengan pace 6 menit/km selama 30 menit secara konsisten.

Pada awal latihan, bisa saja denyut nadi mulai melonjak selama 15 menit. Namun, bila berlatih secara konsisten maka dalam beberapa minggu denyut nadi akan mulai konsisten.

Setelah itu, pelari dapat menantang dirinya sendiri untuk meningkatkan pacemenjadi 5 menit/km.

"Denyut nadi akan meningkat kembali dan itu menjadi target latihan baru, begitupun seterusnya,” jelas dr.Taufan.

Baca juga: Kembali Jadi Official Hospital Partner Pocari Sweat Run 2024, Ini Layanan dari Mayapada Hospital

Memiliki pace yang cepat memang menjadi target bagi kebanyakan pelari, namun dr. Elsye, Sp.KO, Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga di Mayapada Hospital Kuningan juga mengingatkan bahwa penting bagi pelari untuk mengetahui dan mengatur denyut nadi yang aman.

Ia mengatakan, pelari dapat mengukur Denyut Nadi Maksimal (DNM) menggunakan rumus 220 dikurangi usia.

Contohnya, jika seseorang berusia 40 tahun, maka denyut nadi maksimalnya berada di angka 180.

"Alangkah baiknya kita tetap berlari dengan pace yang nyaman dan heart rate di zona aman terutama ketika berlari jarak jauh,” jelasnya.

Kini runners tahu bahwa heart rate dan running pace adalah dua hal yang harus diseimbangkan.

Melatih keseimbangan antara keduanya memang tidak mudah, sehingga ada baiknya jika dipandu oleh pelatih profesional atau berkonsultasi dengan dokter spesialis kedokteran olahraga sebelum memulai olahraga lari.

Apalagi ini momentum terbaik jelang event lari terbesar yakni Pocari Sweat Run Indonesia 2024 yang akan digelar di Bandung pada 20-21 Juli 2024 mendatang.

Jika runners tengah bersiap mengikuti event tersebut, ingatlah Mayapada Hospital siap mengawal kesiapanmu untuk #saferunning, di mana tahun ini Mayapada Hospital kembali menjadi official hospital partner untuk Pocari Sweat Run Indonesia 2024.

Mayapada Hospital memiliki layanan Sports Injury Treatment and Performance Center (SITPEC) yang dikhususkan bagi para atlet dan sport enthusiastuntuk penanganan cedera dan meningkatkan performa olahraga.

Baca juga: Jantung Berdebar Tak Karuan? Jangan Panik! Ini Rahasia Olahraga Aman untuk Penderita Aritmia

Layanan ini didukung oleh tim dokter multidisiplin mulai dari Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga, Dokter Spesialis Orthopedi dan Traumatologi, Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Dokter Spesialis Gizi Klinik, juga Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah untuk mendapat rekomendasi olahraga yang baik bagi jantung.

Serta Fisioterapis Olahraga jika Anda dalam proses pemulihan pasca-cedera olahraga.

Mendukung #saferunning dalam perhelatan Pocari Sweat Run Indonesia 2024, Mayapada Hospital dan Pocari Sweat juga bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran para runners dan memastikan kesiapan diri masing-masing peserta dengan menyediakan Self Health Assessment.

Yaitu formulir asesmen mandiri dengan beberapa pertanyaan seputar kondisi dan riwayat kesehatan.

Asesmen ini perlu diisi oleh runner yang akan mengikuti offline event untuk mengetahui dan menilai kesiapan mereka sebelum ikut dalam ajang Pocari Sweat Run Indonesia 2024.

Mayapada Hospital juga menyediakan paket Medical Check Up (MCU) Runner yang dapat dilakukan di seluruh unit Mayapada Hospital serta fasilitas pemeriksaan rekam jantung (EKG) gratis khusus di booth Mayapada Hospital selama Race Expo berlangsung.

Tunggu apa lagi runners? Siapkan diri dengan optimal dan bersiaplah untuk #saferunning!

Berita Terkini