Bogor Istimewa
Kabupaten Bogor Istimewa Dan Gemilang

DPRD Kabupaten Bogor Minta Rereongan Poe Ibu Dikaji Ulang, Khawatir Jadi Persoalan

Junaidi Samsudin meminta Pemerintah Kabupaten Bogor mengkaji ulang pelaksanaan gerakan Rereongan Sapoe Sarebu

Penulis: Muamarrudin Irfani | Editor: Ardhi Sanjaya
Ist
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Junaidi Samsudin tanggapi gerakan Rereongan Sapoe Sarebu dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Muamarrudin Irfani

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CIBINONG - Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Junaidi Samsudin meminta Pemerintah Kabupaten Bogor mengkaji ulang pelaksanaan gerakan Rereongan Poe Ibu yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Menurutnya, sebelum diterapkan di Kabupaten Bogor, kebijakan tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan secara tergesa-gesa karena berpotensi menimbulkan persoalan.

"Saya meminta kepada Bupati Bogor untuk mengkaji agar tidak dilaksanakan terburu-buru. Kajian komprehensif dulu baru boleh dilaksanakan. Kenapa? Karena saya melihat terlalu banyak mudaratnya," ujarnya, Senin (13/102025).

Meski gerakan ini memiliki tujuan baik untuk menumbuhkan semangat gotong royong dan kesetiakawanan sosial, namun menurutnya pelaksanaannya harus memperhatikan aspek keadilan dan kepatuhan hukum.

Ia pun menilai semangat gotong royong sejatinya sudah hidup di tengah masyarakat Kabupaten Bogor tanpa perlu diwajibkan lewat program rereongan.

"Rereongan ini berlaku untuk semua kalangan, baik ASN provinsi sampai tingkat kabupaten, juga masyarakat sipil. Kesetiakawanan dan gotong royong di kita sudah berjalan. Ada patungan untuk kematian, bahkan nilainya lebih dari itu untuk kolektifitas," katanya.

Junaidi Samsudin pun menyoroti substansi rereongan yang disebut-sebut akan digunakan untuk mendukung sektor kesehatan dan pendidikan. 

Menurutnya, kedua sektor tersebut merupakan tanggung jawab mutlak pemerintah, bukan dibebankan kepada masyarakat.

Akan hal itu, ia pun khawatir akan menjadi celah terjadinya pungutan liar yang bertentangan dengan aturan dalam undang-undang.

"Kalau saya ambil kesimpulan dari sini bahwa, ketika edaran ini mengarah ke wajib, itu berbahaya. Karena payung hukumnya bisa bertentangan dengan UUD. Apakah sudah ada izin atau restu dari Kementerian Sosial? Kan harus ada persetujuan itu," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved