Respon Istana Soal Pidato Prabowo yang Mengatakan Indonesia Jalankan Ekonomi Kebodohan

Dalam pidatonya itu Prabowo menilai sistem ekonomi yang dianut Indonesia saat ini merupakan sistem ekonomi kebodohan dengan beberapa argumen dan data

Editor: Ardhi Sanjaya
Kompas.com
Bakal Calon Presiden RI, Prabowo Subianto, saat akan meninggalkan Pesantren Tebuireng dan melanjutkan perjalanan ke Pesantren Tambakberas Jombang, Kamis (6/9/2018).(Kompas.com/Moh. Syafii) 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Pihak istana menyanggah isi pidato Prabowo Subianto di Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Kamis (11/10/2018) lalu.

Dalam pidatonya itu Prabowo menilai sistem ekonomi yang dianut Indonesia saat ini merupakan sistem ekonomi kebodohan dengan beberapa argumen dan data

Menanggapi hal itu, staf khusus presiden, Ahmad Erani Yustika, mengungkapkan perkara yang diungkapkan Prabowo adalah perkara usang.

Tak hanya itu, menurut Erani, data yang diungkapkan dalam pidatonya itu adalah data yang menyimpang atau tidak valid.

"Saya kira publik saat ini menghendaki ide-ide yang lebih segar dengan data yang valid. Bukan menyodorkan perkara usang yang terbukti bersandar kepada data yang menyimpang," ujar Erani saat ditemui awak media, Jumat (12/10/2018), seperti dilansir TribunWow dari Kompas.com.

 
Tak hanya itu Erani membantah semua argumen Prabowo dengan data terbaru.

Kekayaan Indonesia dinikmati asing

Awalnya Prabowo menyebut, indikator pertama bahwa Indonesia sedang menjalankan ekonomi kebodohan adalah sejak 1997 hingga 2014, kekayaan Indonesia yang hilang dan dinikmati asing mencapai 300 miliar dollar Amerika Serikat.

Menurut Prabowo, hal itu menyebabkan Indonesia hanya memiliki sedikit cadangan kekayaan nasional.

Menurut Erani, pernyataan Prabowo itu sebenarnya tidak sepenuhnya meleset dulu.

"Periode tersebut memang memunculkan banyak persoalan terkait ketimpangan dan kemandirian ekonomi warisan masa sebelumnya. Bahkan pada 2013 dan 2014 merupakan puncak ketimpangan pendapatan. Saya kira Pak Prabowo bisa mendapatkan konfirmasi perkara ini secara otentik dari Presiden masa itu," ujar Erani.

Namun Erani menuturkan bahwa pemerintah telah mengoreksi keadaan itu semenjak Jokowi menjadi presiden.

Salah satu buktinya adalah dengan kepemiliikan 51 persen saham Freeport.

Tak hanya itu, Blok Rokan yang merupakan penghasil minyak terbesar kini juga telah dikelola oleh Pertamina 100 persen.

Sementara itu Erani juga memaparkan data dari Laporan Investasi Dunia UNCTAD yang menyebutkan persentase rata-rata penanaman modal asing langsung di Indonesia terhadap total PMTB pada kurun 2005-2010 dan 2011-2016 tidak pernah lebih dari 6 persen, hanya berkisar 5,6 persen dan 5,7 persen.

Halaman
1234
Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved