Respon Istana Soal Pidato Prabowo yang Mengatakan Indonesia Jalankan Ekonomi Kebodohan
Dalam pidatonya itu Prabowo menilai sistem ekonomi yang dianut Indonesia saat ini merupakan sistem ekonomi kebodohan dengan beberapa argumen dan data
Erani meralat data yang disampaikan Prabowo.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2018, gini rasio Indonesia berada pada angka 0,389.
Angka ini menurun sebesar 0,002 poin jika dibandingkan dengan gini rasio September 2017 yang berada pada angka 0,391. Erani menegaskan, pemerintah saat ini bekerja keras melawan ketimpangan.
Dalam dua dekade terakhir, Rasio Gini Indonesia tertinggi berada pada level 0,41, yaitu di September 2014.
Erani menyebut pada masa pemerintahan Jokowi-Kalla, gini rasio terus menurun.
Menurut dia, data itu menunjukkan upaya pemerintah cukup efektif dalam mengatasi ketimpangan ekonomi itu.
"Selain gini rasio, ukuran ketimpangan lainnya dapat dilihat dari persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah (ukuran Bank Dunia). Jika memerhatikan data BPS, kontribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah cenderung membaik, rata-rata di atas 17 persen dibanding 2014 yang cuma 15 persen," ujar Erani.
Permasalahan anak kurang gizi
Dalam pidatonya, Prabowo menyebut masih adanya kasus anak kurang gizi di Indonesia merupakan salah satu indikator pemerintah menjalankan ekonomi kebodohan.
Prabowo mengutip data Bank Dunia yang menyebut bahwa 1 dari 3 anak Indonesia berusia di bawah lima tahun mengalami stunting atau pertumbuhan yang tidak sempurna.
Erani pun menjelaskan, pemerintahan Jokowi-Kalla berupaya menyelesaikan persoalan stunting dengan mengambil beberapa langkah strategis sejak awal 2015.
Pertama, meningkatkan anggaran kesehatan menjadi 5 persen dari APBN, sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Untuk diketahui saja, pada periode sebelumnya, anggaran kesehatan itu hanya berkisar antara 2,5-3,5 persen saja," papar Erani.
Kedua, program pencegahan stunting didesain melalui intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif yang membuahkan hasil.
Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak bawah dua tahun (Baduta) menurun dari 32,9 persen (2014) menjadi 28,8 persen (2018).