Terpidana Teroris Umar Patek Tawarkan Diri Jadi Negoisator Pembebasan 10 WNI Sandera Abu Sayyaf
Jenderal Badrodin Haiti bilang sulit
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menilai tawaran yang diberikan terpidana teroris Umar Patek untuk membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok separatis Abu Sayyaf bakal sulit terealisasi.
Alasannya, selain jalur resmi, pemerintah Filiphina tidak akan mengiizinkan pihak lain melakukan komunikasi dengan kelompok Abu Sayyaf.
"Pertimbangan mengapa sulit? Tentu pemerintah Filipina tak mau memberikan otoritas kepada yang lain untuk bisa berkomunikasi kecuali melalui jalur resmi, saya pikir tak memungkinkan," kata Jend Badrodin di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (10/4/2016).
Terpidana kasus terorisme Hisyam bin Ali Zein atau yang dikenal dengan nama Umar Patek mengaku kenal dengan pimpinan kelompok Abu Sayyaf, yang menyandera 10 Warga Negara Indonesia (WNI).
Ia kemudian menawarkan diri untuk membantu melakukan negosiasi dengan kelompk Abu Sayyaf.

tribunnews/herudin
Baca juga: Kapal Indonesia Dibajak 10 WNI Disandera, Abu Sayyaf Tuntut Tebusan Rp 14,3 Miliar
Baca juga: Pemerintah Indonesia Menolak Bayar Uang Tebusan 10 WNI yang Disandera Abu Sayyaf
Sementara itu, Badrodin mengatakan upaya kembali membuka pintu negosiasi berada di tingkat Kementerian Luar Negeri.
Termasuk upaya mengirimkan bantuan kepada pemerintah Filiphina dalam membebaskan para sandera.
"Itu koordinasi sudah ada di tingkat Kemenlu," paparnya.
Sebelumnya kelompok separatis Abu Sayyaf yang membajak Kapal Tunda (tugboat) Brahma 12 dan kapal Tongkang Anand 12, sejak rabu (23/3/2016) lalu masih menyekap 10 ABK kapal tersebut yang berkewarganegaraan Indonesia.
Mereka meminta uang tebusan sebesar 50 Juta peso atau Rp 14,3 miliar dengan batas akhir pembayarab 8 April lalu.
Baca juga: 8 Tentara Filipina Tewas Dalam Kontak Senjata dengan Kelompok Abu Sayyaf
Baca juga: Enam Hari 10 WNI Disandera Kelompok Gerilyawan Abu Sayyaf di Filipina
(Tribunnews, Taufik Ismail)