TKI Jatuh ke Rendaman Besi Panas, Berencana Lamar Kekasih Setelah 2 Tahun Tak Pulang ke Bantul
Sampai kemudian ada orang tua rekan kerja Wiwit yang datang menyampaikan kabar duka ke Sumarsih.
Penulis: Sanjaya Ardhi | Editor: Vivi Febrianti
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Ibu dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Wiwit Sutrisnoputro menceritakan ketika awal pertama kali mendengar anaknya alami kecelakaan kerja hingga meningga dunia.
Wiwit meninggal dunia di Korea Selatan pada Rabu (18/7/2018).
Sang ibu, Sumarsih (43) mengatakan sempat berkirim kabar dengan Wiwit.
“Saya masih kontak sama anak saya itu lewat Whatsapp beberapa saat sebelum kabar itu datang. Seperti biasa dia tanya hai lagi apa, lalu saya jawab seperti biasanya. Gaya dia kalau chat memang seperti itu. Seperti menganggap saya pacarnya sendiri saking dekatnya kami,” kata Sumarsih seperti dikutip dari Tribun Jogja.
Menurut Sumarsih, pesan yang dikirim tak mendapat respon dari Wiwit.
"Sebelum kecelakaan enggak bales, enggak ngerespon. Saya telepon sudah enggak diangkat," ujar Sumarsih seperti dikutip Kompas.com.
Sampai kemudian ada orang tua rekan kerja Wiwit yang datang menyampaikan kabar duka ke Sumarsih.
Sumarsih masih tak percaya, karena belum lama ini ia berkomunikasi dengan putranya.
Kabar tersebut diperkuat dengan datangnya Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Bina Insani Grup Yogyakarta.
Pihak LPK menyampaikan kabar duka tersebut.
"Saya enggak yakin dapat kabar kayak gitu. Masak habis WA kok meninggal. Pak Carik, Pak Dukuh, juga sudah dihubungi, dikasih kabar kalau anak saya sudah meninggal. Malam itu (pengurus kampung) langsung kesini," imbuhnya.
Berdasar kabar yang sampai pada dirinya, Wiwit mengalami kecelakaan kerja saat memperbaiki mesin hingga terjatuh ke tempat rendaman besi panas.
"Katanya anak saya mau membenarkan mesin sendiri, sebenarnya kan itu tidak boleh. Kemudian dia terjatuh (ke dalam air rendaman besi panas). Itu tempatnya buat naruh besi panas biar mudah ditekuk gitu," ucapnya.
Gaji Pertama
Wiwit memang sudah bekerja sejak lepas dari bangku sekolah.
Kala itu Wiwit bekerja selama dua tahun di Batam.
Dua tahun berikutnya bekerja di Korea Selatan.
Selama bekerja, Wiwit rutin mengirim uang ke orang tuanya dan membantu biaya pendidikan adik-adiknya.
"Gaji pertama (kerja di Korea) langsung buat bangun rumah, atapnya kan sudah rusak. Dia ingin menyenangkan orangtua. Katanya dalam waktu dekat ingin menikah, suruh nglamarin," imbuhnya.
Aktif di kegiatan pemuda
Ayah Wiwit, Ngadino berujar bahwa anaknya terbilang pemuda yang sopan dan ramah.
Wiwit juga selalu berpartisipasi dalam kegitan di kampungnya.
Partisipasi Wiwit sering kali dalam bentuk mengirim sejumlah uang ke panitia.
"Peringatan 17 Agustus yang kemarin itukan ada lomba bola voli. Setiap malam disiarkan 'kegiatan ini bekerjasama dengan ini, dibantu Mas Wiwik yang ada di Korea," kenangnya.
Rencana Lamar kekasih
Sumarsih menceritakan bahwa anaknya Wiwit berencana untuk pulang ke Indonesia.
Maklum saja, sejak dua tahun lalu Wiwit belum sama sekali menginjakan kaki lagi ke Indonesia.
Menurut Sumarsih Wiwit tak pulang karena memperhitungkan biaya transportasinya.
“Tapi rencananya lebaran tahun depan anak saya mau pulang. Sekalian melamar calon istrinya. Setelah menikah dia mau perpanjang lagi kerja di Korea satu tahun. Setelah itu pulang ke Indonesia dan tidak kembali lagi ke sana. Katanya hasil bekerja di Korea mau dipakai modal toko,” kata Sumarsih dikutip Tribun Jogja.
(Tribun Jogja/Kompas.com)