Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengrajin Tempe Di Cisarua Puncak Bogor Mulai Resah
salah satu pengrajin di Kampung Citeko Peuntas, Reno (30), mengaku kenaikan harga kedelai yang diimpor kerap membuatnya bingung.
Penulis: Naufal Fauzy | Editor: Yudhi Maulana Aditama
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CISARUA - Melemahnya rupiah terhadap dollar membuat para pengrajin tempe di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor resah.
Sebab, salah satu pengrajin di Kampung Citeko Peuntas, Reno (30), mengaku kenaikan harga kedelai yang diimpor kerap membuatnya bingung.
Sebab ia harus mengubah ukuran tempe menjadi lebih kecil agar tidak merugi tetapi malah dikeluhkan oleh para pembeli.
"Kita bingung, soalnya banyak yang gak tahu harga kedelai naik, kita ngakalin di ukuran, tapi gimana ya, pembeli banyakan gak mau tahu, gitu," kata Reno kepada TribunnewsBogor.com, Rabu (4/9/2018).
Ia mengatakan bahwa kenaikan terparah yang pernah dialami terjadi beberapa tahun silam yakni harga kedelai berada di angka hampir Rp 1 juta per kwintal.
Sedangkan harga normalnya, kata dia, di bawah Rp 800 ribu per 1 kwintal.
"Dulu pernah hampir Rp 1 jutaan satu kwintal, padahal dollar belum nyampe Rp 15 ribu, kalau akhir-akhir ini nyentuh Rp 800 ribu 1 kwintal udah jarang," katanya.
Sampai hari ini, kata dia melemahnya rupiah belum berpengaruh pada harga kedelai dan tempe yang dia buat.
Sebab kedelai yang dia beli hari ini pun masih di angka Rp 760 ribu per kwintal.
Namun, Reno memprediksi bahwa ke depan harga kedelai akan naik akibat melemahnya nilai tukar rupiah ini.
"Sekarang kenaikan dollar belum terasa, tapi pasti, soalnya ngikutin, sekarang aja udah mulai merangkak lagi," ungkapnya.