Gempa di Donggala

Cerita Fahmi Selamatkan Istri yang Hamil Tua, Berhasil Menyelundup ke Pesawat Hercules Berkat Dokter

Bencana gempa menjadi titik balik bagi Syahrul Fahmi, seorang warga yang berhasil selamat dalam gempa yang terjadi pada Jumat (28/9/2018) petang.

Penulis: yudhi Maulana | Editor: Ardhi Sanjaya
Facebook
Syahrul Fahmi beserta istri dan keluarga yang selamat dari bencana gempa di Palu 

Dengan sekuat tenaga, saya menuntun mereka keluar dari rumah. Kami berjalan perlahan dari kamar yang jaraknya 20 meter menuju pintu masuk, meski badan tidak bisa mengimbangi kuatnya getaran tanah. Sesekali kami terpental ke tembok. Tapi kami terus berusaha untuk keluar rumah.

Alhamdulillah mereka semua selamat hingga keluar rumah. Di pinggir jalan kami menyaksikan sendiri bangunan-bangunan bergerak kenarah tidak jelas, kiri kanan ke depan dan belakang. Orang-orang tergeletak di jalanan dengan teriakan histeris.

Ada yang sudah mengingat keluargannya di rumah, dan banyak pula orang yang tiba-tiba terpisah oleh sanak keluarganya. Padahal saat itu mereka masih bersama di atas kendaraan masing-masing.

Gempa Berkekuatan 6,3 SR Guncang Sumba Timur, Siswa SD Panik dan Menangis

Mamaku dan istriku pun tidak ada habisnya menangis. Anakku yang masih berumur 2 tahun terus kudekap. Kutuntun mereka agar mencari tempat yang terbuka agar tak ada reruntuhan yang menimpa kami.

Kerabat yang telah lama menetap di kota palu, yang kebetulan tinggal dua rumah dari saya pun memanggil kami agar berkumpul. Kami semua saling merangkul. Kalimat istgfar tidak ada habis kami ucapkan.

Hampir dua jam gempa tak berkesudahan terjadi. Dengan kekuatan yang perlahan menurun. Setalah itu kembali disusul gempa-gempa kecil, kalau dihitung mungkin mencapai ratusan kali hingg pagi hari.

Puing bangunan di Perumnas Balaroa akibat gempa bumi yang mengguncang Kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). Gempa bermagnitudo 7,4 mengakibatkan ribuan bangunan rusak dan sedikitnya 420 orang meninggal dunia.
Puing bangunan di Perumnas Balaroa akibat gempa bumi yang mengguncang Kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). Gempa bermagnitudo 7,4 mengakibatkan ribuan bangunan rusak dan sedikitnya 420 orang meninggal dunia. ((KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO))

Parahnya lagi, akses komunikasi dari empat provider di Palu putus sama sekali. Listrik padam pun tak tahu sampai kapan. Hal ini membuaat kami semakn terisolasi.

Sekira jam 7 malam, ribuan orang berbondong-bondong mencari tempat aman. Ada yang berjalan kaki hingga puluhan kilometer. Ada pula yang naik mobil dan motor. Saat saya menanyai mereka hendak kemana, jawabannya sama, "ikut saja orang. Mungkin ke gunung untuk cari tempat lebih tinggi."

Saya dan kelaurga pun sempat terfikir untuk ikut. Namun melihat istriku yang tengah hamil tua (sebab perkiran dokter HPL-nya 28 Sepetember) saya urungkan niatan itu. Ancaman tsunami yang menjadi momok bagia warga coba kusembunyikan kepada sanak keluargaku.

Cerita Pramugari Selamatkan Diri dari Terjangan Tsunami di Palu, Air Sempat Surut Tapi Kembali Naik

Saya pun mencoba berfikir positif. Letak geografis rumah saya berada di tempat tinggi. Jadi ancaman tsunami sangat kecil. Apalagi kota palu merupakan daerah perairannya penuh teluk. Jadi kemungkinan tsunami tidak akan separah di Aceh.

Selain tawakkal kepada Allah SWT, Hal ini menjadi acuanku untuk memilih menetap di depan rumah. Alhamdullah keputusan yang saya ambil itu tepat. Allah masih menyayang kami. Kami semuaa selamat, meski trauma mendalam masih kami rasakan.

Pasca gempa yang terjadi sekira 2 jam lebih tanpa henti itu, kami pun kembali dibuat panik, sebab gempa susulan hingga pagi masih terus terjadi. Sesekali orang kembali berbondong-bondong untuk mengungsi.

Ketakutan sanak keluarga pun menjadi. Tapi saya berusaha menenangkan mereka. Akupun melihat anakku yang sangat takut. Dia tak henti kudekap Menenangkannya. Hingga tengah malam tak terhitung jumlah gempa yang terjadi.

Saya pun mengambil tikar dan membentangnya ke bahu jalan. Istriku dan mamaku beristirahat di sana. Anakku yang kugendong mulai tertidur. Dia pun kuletakkan di tikar. Hal ini pun menjadi pengalaman pertamanya tidur di luar kamar.

Hingga pagi hari gempa tak berhenti. Tapi kekuatannya mulai berkurang. Saya pun memiliki niatan untuk meninggalkan kota palu secepatnya. Saya mencari koneksi ke semua jaringan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved