Usman Hamid Sebut Insiden Kampung Bali Pelanggaran HAM, Hermawan Sulistyo: Itu Perkelahian Jalanan
Menurut Direktur Eksekutif Internasional Indonesia Usman Hamid kejadian di Kampung Bali adalah pelanggaran HAM, tapi kata Hermawan Sulistyo belum.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Ardhi Sanjaya
Usman Hamid Sebut Insiden di Kampung Bali Pelanggaran HAM, Hermawan Sulistyo: Itu Perkelahian Jalanan
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, tindakan oleh aparat kepolisian di Aksi 21- 22 Mei di Kampung Bali, Jakarta, merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun, hal itu dibantah oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ifdhal Kasim yang menyebut bahwa tindakan tersebut baru merupakan pelanggaran prosedur kepolisian.
Hal itu disampaikan oleh keduanya pada tayangan Rosi di Kompas TV, Kamis (30/5/2019).
Pada kesempatan tersebut Ifdhal Kasim menyebut bahwa tindakan yang dilakukan kepolisian masih memenuhi prinsip nesesitas, yakni anggota Polri yang melakukan tindakan mesti didasari oleh suatu kebutuhan penegakan hukum.
"Saya melihat sebetulnya dalam konteks ini polisi masih dalam batas-batas memenuhi prinsip nesesitas," kata Ifdhal Kasim dilansir dari Youtube KOMPASTV, Jumat (31/5/2019).
Pernyataan itu kemudian memancing Usman Hamid.
"Termasuk yang di Kampung Bali? Yang menyiksa, memukul, memopor, menendang, menginjak, menyeret?," tanyanya.
"Itu kan harus dilihat dan Anda baca secara lebih detail tindakan itu kenapa muncul," jawab Ifdhal Kasim.
Tak puas dengan jawaban itu, Usman Hamid pun kembali memberondong pertanyaan.
"Ya kan sudah jelas orang ditendang, diseret, dipukul, dipopor?," katanya lagi.
• Luhut Tersenyum saat Ungkap Isi Pembicarannya dengan Prabowo Via Telepon, Bukan Soal Jokowi
Menurut Ifdhal Kasim, hal itu tak serta merta bisa disebut sebagai pelanggaran HAM, sebab harus dilakukan uji kembali.
"Itu kan harus diuji lagi berdasarkan aturan main yang ada, kalau itu masuk pelanggaran, belum kita sebut pelanggaran HAM, itu baru kita sebut pelanggaran terhadap prosedur yang dibuat oleh kepolisian, dan apabila kepolisian tidak bertanggung jawab," katanya yang kemudian dipotong oleh Usman Hamid.
Namun, Usman Hamid menegaskan kalau itu adalah pelanggaran HAM, apalagi pihak kepolisian sudah mengakui adanya pelanggaran prosedur.
Menurutnya, hal itu selalu dianggap kesalahan prosedur, padahal merupakan pelanggaran HAM.
"Kan kepolisian sudah mengakui perbuatan itu terjadi, sudah mengakui kalau itu merupakan pelanggaran prosedur. Dari sejak insiden2 penanggulangan demontrasi 98-99, setiap kali ada pelanggaran HAM selalu disebut kesalahan prosedur, setiap kali ada penyiksaan, penembakan yang menyebabkan kematian selalu dianggap kesalahan prosedur, padahal itu pelanggaran HAM," jelasnya.
Namun, Ifdhal Kasim yang merupakan mantan Ketua Komnas HAM itu menyebut, pelanggaran HAM baru terjadi jika negara tidak bertanggung jawab.
"Pelanggaran HAM itu terjadi apabila tidak ada pertanggung jawaban dari negara terhadap kesalahan prosedur itu," tegasnya.
• Analisa Hermawan Sulistyo soal Kejanggalan Kerusuhan 22 Mei : Saya Duga Mayatnya Jalan Sendiri ke RS
"Selama aparat diberikan tindakan berarti bukan pelanggaran HAM," katanya lagi.
Pernyataan dari Ifdhal Kasim itu disetujui oleh Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional Universitas Bahayangkara Hermawan Sulistyo.
Hermawan Sulistyo menyebut kalau itu belum disebut pelanggaran HAM.
"Ya belum (pelanggaran HAM), itu perkelahian di jalanan saja, demonstran berusaha memecah, 98 juga kan kakak gitu. Kalau mati nah baru konsekwensinya panjang, ini kan nggak mati, satu digebuk-gebukin saja. Yang digebuki aparat juga banyak, lalu alasannya kan mereka tugas negara, situasi lapangan tidak bisa disederhanakan seperti itu," jelasnya
Simak videonya di sini :
Polisi Tak Diberi Peluru Tajam
Polri kembali menegaskan bahwa aparat keamanan yang berjaga mengamankan aksi unjuk rasa di Jakarta tidak dibekali senjata tajam.
Penegasan tersebut disampaikan untuk membantah informasi hoaks di media sosial bahwa aparat keamanan melakukan penembakan terhadap massa pendemo.
"Aparat Kepolisian dalam rangka pengamanan unjuk rasa tidak dibekali peluru tajam," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo dalam wawancara dengan Kompas TV, Selasa (21/5/2019).
Dedi mengatakan, senjata api hanya digunakan oleh pasukan antianarkis yang dikendalikan oleh Kapolda.
Pengerahan pasukan antianarkis hanya jika gangguan keamanan meningkat.
"Ini perlu kita luruskan karena di media sosial sedang viral (hoaks penembakan)," kata Dedi.
• Luhut Tanggapi Soal Dirinya yang Jadi Sasaran Pembunuhan : Untuk Apa Buat Seperti Itu ?
Dedi menambahkan, pihaknya terus memantau akun-akun yang menyebarkan hoaks penembakan yang membuat keresahan di masyarakat.
Pihaknya akan melakukan penindakan.
"Akun-akun yang menyebarkan di media sosial masih kita pantau terus. Menyebarkan berita-berita hoaks yang menyebabkan kegaduhan," kata Dedi.
Aksi unjuk rasa penolakan hasil rekapitulasi suara Pilpres 2019 yang dilakukan KPU berakhir ricuh.
Awalnya mereka berkumpul di depan Kantor Bawaslu.