Kisah Bocah Umur 15 Tahun Jadi Tulang Punggung Keluarga, Tidur di Dapur - Biayai Sekolah 4 Adiknya

Seorang bocah bernama Juwadi terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarganya setelah sang ayah, Mitro Slamet meninggal dunia.

Penulis: Damanhuri | Editor: Damanhuri
TribunSolo.com/Ryantono Puji Santoso
Juwadi (15) di rumahnya di lereng Gunung Merbabu, Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel, Boyolali, Sabtu (22/6/2019). 

Juwadi memiliki empat orang adik yakni Rosidi (14) yang masih SMP, Suwarno (10) duduk di bangku SD, Ajeng (6) akan masuk TK, dan yang paling bontot ada Siti Utari yang baru berusia 2,5 tahun.

"Adik - adik Juwadi semua bersekolah, cuma Juwadi yang memang memilih bekerja jadi buruh aspal untuk keluarganya," kata Sendet.

TribunSolo.com mencoba berbincang dengan Juwadi, dia mengerti apa yang dimaksudkan dari pertanyaan yang dilontarkan.

Hanya saja, dia tidak menjawabnya dengan jelas.

Juwadi sering menjawab dengan mengangguk atau menggeleng namun sesekali dia juga mencoba menjelaskan dengan bicara.

Saat ditanyai kenapa dia tidak mau bersekolah apakah lantaran ingin membantu ibunya untuk mengurus rumah, Juwadi mengangguk mendengar pertanyaan tersebut.

Bagian kamar rumah Juwadi (15) di Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel, Boyolali. Juwadi terpaksa menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal dunia.
Bagian kamar rumah Juwadi (15) di Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel, Boyolali. Juwadi terpaksa menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal dunia. (TRIBUNSOLO.COM/RYANTONO PUJI SANTOSO)

Dia juga menjelaskan, sering membantu proyek pengaspalan dan libur pada hari waktu tertentu yakni sabtu dan minggu.

Sesekali penjelasan Juwadi dibantu oleh adik almarhum ayahnya (bulek), Sendet (56).

"Juwadi itu tidak sekolah ya memang bantu - bantu di rumah untuk mengurus adik-adiknya," kata Sendet pada TribunSolo.com, Sabtu (22/6/2019).

Sendet mengatakan, dia juga banyak membantu soal pengelolaan keuangan keluarga Juwadi.

"Kalau bayaran kerja, uangnya sama bosnya Juwadi dikasih saya, jadi anak ini tidak bisa menghitung jadi saya yang ngecakne (mengatur)," papar Sendet.

"Satu minggu dapat Rp 500 ribu, nanti buat sangu adiknya dan makan keluarga saya yang bantu kelola," aku dia membeberkan.

Ia menambahkan, Juwadi memang sejak kecil tidak bersekolah karena harus bekerja.

"Juwadi sendiri itu susah ngomong kayak celat, dia kerja bantu proyek aspal dan dari kecil tidak sekolah," kata Sendet ditemui TribunSolo.com, Sabtu (22/6/2019).

"Dia buta huruf dan hitung tidak bisa baca tulis," tambah Sendet.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved