4 Poin Revisi UU KPK yang Tidak Disetujui Jokowi, Penyadapan hingga Penyidik dari Kepolisian Saja

Soal penyadapan dan penyidik KPK yang hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja, Jokowi tidak setuju.

Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Damanhuri
Kompas TV
Jokowi soal revisi UU KPK 

"Tapi anggota dewan pengawas ini diambil dari tokoh masyarakat, akademisi atau pegiat anti korpsi, bukan dari politisi, birokrat maupun aparat penegak hukum aktif," tandasnya.

Kemudian untuk pengangkatan anggota dewan pengawas ini, kata dia, diangkat oleh presiden dan dijaring oleh panitia seleksi.

"Saya ingin memastikan tersedia waktu transisi yang memadai untuk menjamin KPK tetap menjalankan kewenangannya sebelum terbentuknya dewan pengawas," katanya lagi.

Lalu soal SP3, menurut Jokowi hal itu juga diperlukan.

"Penegakkan hukum juga harus tetap menjamin prinsip-prinsip HAM dan untuk memberikan kepastian hukum, jika RUU initiatif DPR memberikan batas waktu maks 1 tahun dalam pemberian Sp3, kami meminta ditingkatkan jadi 2 tahun supaya memberi waktu bagi KPK, yang penting ada kewenangan KPK yang memberikan SP3 yang bisa digunakan ataupun tidak digunakan," ungkapnya.

Kemudian untuk pegawai KPK, menurut Jokowi statusnya sebagai PNS, sebab hal ini juga terjadi di lembaga lain yang mandiri, seperti MA dan MK, juga KPU, Bawaslu.

Jusuf Kalla Sebut Jokowi Segera Kirim Surpres Bahas Revisi UU KPK ke DPR

Mahfud MD: Aneh Jika Jokowi Membuat Surpres Persetujuan Pembahasan Revisi UU KPK ke DPR Sekarang

"Tapi saya menekankan agar implementasinya perlu dijalankan dengan penuh kehati-hatian, Penyelidik dan penyidik KPK yang ada saat ini masih tetap menjabat dan tentunya mengikuti proses transisi menjadi ASN," ujarnya.

Kemudian Jokowi juga berharap agar semua pihak bisa membicarakan isu-isu ini dengan jernih, objektif, tanpa prasangka berlebihan.

"Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi karena korupsi memang musuh kita bersama, dan saya ingin KPK mempunyai peran sentral dalam pemberantasan korupsi di negara kita, yang punya kewenangan lebih kuat dari lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," ungkapnya.

Kritik Laode M Syarif

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Laode M Syarif menyatakan, revisi UU KPK merupakan preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia.

Menurut Laode, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah berkonspirasi untuk melucuti kewenangan KPK.

"Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia, di mana DPR dan pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi atau sekurang-sekurangnya memberitahu lembaga tersebut (KPK) tentang hal apa yang akan direvisi. Ini jelas bukan adab yang baik," kata Laode dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.com, Kamis (12/9/2019).

Diketahui, kini revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK akan dibahas oleh pemerintah dan DPR usai Presiden Joko Widodo menerbitkan surat presiden (surpres) pada kemarin Rabu (11/9).

KPK, lanjutnya, menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang seakan-akan menyembunyikan sesuatu dalam membahas revisi UU KPK.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved