DPR Akan Perbaiki Salah Ketik RUU KPK, Sudjiwo Tedjo: Tidak Bisa Sudah Disahkan Diganti-ganti Lagi

Menurut Sudjiwo Tedjo, RUU KPK yang sudah disahkan tidak bisa diganti-ganti lagi dengan mudah meski hanya salah ketik saja, harus melalui Sidang.

Tribunnews.com
Sudjiwo Tedjo 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM — Budayawan Sudjiwo Tedjo mengkritisi RUU KPK yang mengalami salah ketik.

Kemudian yang menjadi kritik dari Sudjiwo Tedjo yakni langkah DPR RI yang akan segera melakukan perbaikan pada RUU KPK tersebut.

Menurut Sudjiwo Tedjo, hal itu sama sekali tidak masuk dalam logikanya sebagai orang awam.

Sebab menurutnya, langkah untuk memperbaiki salah ketik itu juga sudah masuk dalam proses revisi.

Hal itu disampaikan oleh Sudjiwo Tedjo di akun Twitter-nya, @sudjiwotedjo Senin (7/10/2019).

Sudjiwo Tedjo tampak mengomentari artikel berita soal perbaikan salah ketik dalam RUU KPK tersebut.

Ia pun memberikan kritik terhadap langkah yang dilakukan oleh anggota DPR RI tersebut.

Artikel tersebut berjudul "DPR Akan Segera Perbaiki Salah Ketik Revisi UU KPK".

Pada artikel berita tersebut, Sudjiwo Tedjo tampak melayangkan protesnya.

Ia tampak tak habis pikir, mengapa undang-undang yang sudah disahkan dewan bisa diperbaiki begitu saja tanpa ada mekanisme sidang paripurna.

Padahal menurut dia, meski hanya memperbaiki salah ketik, itu sudah termasuk revisi UU.

Sudjiwo Tedjo: Per 17 Oktober Nanti KPK Lumpuh, Tapi Ada yang Menari-nari di Atas Kelumpuhan Itu

Saling Sindir dengan Massa Pro RUU KPK, Mahasiswa Pendemo Depan DPR Saling Lempar Botol

Ia pun menyayangkan kenapa UU yang sudah disahkan bisa sampai salah ketik.

"Logika awamku, apa bisa sebuah UU yg sudah disahkan dewan, terus diperbaiki begitu saja tanpa mekanisme sidang2 dll hingga sidang paripurna persis seluruh proses sampai akhirnya UU yg salah ketik itu disahkan dulunya?

Bukankah ini adalah revisi UU (walau “cuma” ketikan)?," tulisnya.

Tak hanya itu, Sudjiwo Tejo juga menyamakan kasus ini dengan kesalahan ketik pada naskah kontrak.

Menurutnya, jika ada salah ketik pada naskah kontrak atau sejenisnya, maka harus diperbaiki dengan tanda paraf.

Hal itu, kata Sudjiwo Tedjo, harusnya dilakukan sebelum pengesahan akhir.

Ia pun menegaskan, tidak bisa kontrak yang sudah disahkan kemudian diganti-ganti lagi ketikannya.

"Ini gobl*k2an ya: Naskah kontrak aja, kalau ada salah ketik dan sejenisnya itu diperbaiki dgn tanda paraf..

itu pun sebelum tanda tangan (pengesahan) akhir.

Tidak bisa kontrak yg udah disahkan terus diganti2 lagi ketikannya.," tulisnya.

Perppu Penundaan Pemberlakuan UU KPK Hasil Revisi Dinilai Bisa Jadi Opsi Alternatif Bagi Presiden

Sempat Bikin Awkarin Jatuh Cinta, Ketua BEM UGM Beri Jawaban Ini Sambil Tutup Muka : Dia Udah Mundur

Dilansir dari Kompas.com, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebut DPR telah mengirimkan draf Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru disahkan kepada Istana Kepresidenan.

Namun, setelah dicek, ada kesalahan pengetikan sehingga pihak Istana mengembalikan draf UU KPK itu ke DPR untuk diperbaiki.

"(Draf UU KPK) sudah dikirim (ke Istana), tetapi masih ada typo, yang itu kami minta klarifikasi. Jadi mereka sudah proses mengirim katanya, sudah di Baleg (DPR)," kata Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Namun, Pratikno enggan menjelaskan lebih jauh soal kesalahan pengetikan itu.

Ia juga enggan membeberkan terkait berapa banyak salah ketik di UU KPK.

"Ya typo-typo yang perlu klarifikasi, yang nanti bisa menimbulkan interpretasi," kata dia.

Pratikno belum mengetahui secara pasti apakah draf UU tersebut sudah diperbaiki oleh DPR dan dikirimkan lagi ke Istana. Ia mengaku akan mengeceknya.

"Mestinya sudah. Saya cek. Ini saya mau cepet ke kantor," kata Pratikno.

Akibat terjadi kesalahan pengetikan, Presiden Joko Widodo belum menandatangani dan mengundangkan UU tersebut.

Sementara saat ditanya apakah Presiden jadi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mencabut UU KPK ini, Pratikno tidak memberi jawaban.

Rekam Jejak Karir Bupati Lampung Utara, Sempat Jadi Camat hingga Harta yang Dimiliki Terus Melonjak

Irish Bella Drop, Ammar Zoni Makamkan Bayi Kembarnya, Johan De Beule: Cucuku Sudah Beristirahat

Ia meminta publik sabar menunggu keputusan Presiden Jokowi.

UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.

Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah.

Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.

Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.

Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.

Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu.

Hal itu disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan," kata Jokowi.

Namun hingga saat ini belum ada pengumuman langsung dari Presiden apakah ia jadi menerbitkan perppu atau tidak. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved