Kehebatan Sagu Dibanding Nasi Putih, Bebas Gluten hingga GI rendah

Makanan kekinian yang terbuat atau berbahan dasar gandum memiliki kandungan gluten yang tinggi.

Editor: Vivi Febrianti
KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN
Papeda, sagu keras makanan khas di Lopintol, Raja Ampat, Papua Barat. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Sebagai salah satu sumber pangan dan termasuk keanekaragaman hayati nusantara, sagu ternyata memiliki banyak nutrisi yang sepatutnya dipertimbangkan untuk dikonsumsi kembali.

Peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Kementerian Pertanian, Endang Yuli Purwani, menjelaskan bahwa sagu sebenarnya bisa menjadi pilihan yang baik karena merupakan pati murni.

Namun, sagu yang dimaksud oleh Endang adalah pati yang berasal dari dalam empulur atau batang tumbuhan yang sering dikenal dengan tumbuhan batang sagu.

"Jika dibandingkan dengan beras. Beras itu ada protein, lemak, mineral, dan sebagainya. Kalau sagu itu sebagai pati murni. Rasanya juga tidak segurih beras atau nasi. Tapi itu jangan dianggap sebagai pembatas, ada keunggulannya," kata Endang dalam acara peluncuran buku Sagu Papua untuk Dunia di Jakarta, Senin (25/11/2019).

Gluten merupakan protein yang terdapat di dalam gandum, oat atau barley.

Makanan kekinian yang terbuat atau berbahan dasar gandum memiliki kandungan gluten yang tinggi.

Padahal, protein ini bisa memicu penyakit coeliac atau celiac (sensistif gluten) pada orang tertentu.

Ketika orang yang menderita celiac mengkonsumsi makanan yang mengandung gluten maka sistem kekebalan tubuhnya akan rusak dan usus kecilnya akan terluka, sehingga menyebabkan masalah seperti diare, kembung, penurunan berat badan, bahkan pendarahan.

"(Sagu) Ini baik untuk mereka yang sensitif terhadap gluten, karena makan makanan yang berbahan dasar gandum misalnya itu justru bahaya karena kandungan gluten dari gandum itu tinggi," kata Endang.

Di Amerika Serikat, beberapa studi menunjukkan bahwa negara tersebut menjadi negara yang paling tinggi mengalami kasus alergi gluten.

Individu yang mengalami celiac mencapai tiga juta orang atau sekitar satu persen dari populasi total.

Bahkan, penelitian tahun 2017 menunjukkan bahwa masyarakat Amerika yang sudah menerapkan diet bebas gluten karena sensitif terhadap protein ini mencapai 33 persen.

Sementara, di Indonesia sendiri hingga saat ini belum penelitian terhadap orang yang mengalami celiac (alergi gluten).

Resistant starch (pati resistan)

Pati resistan ialah bagian pati yang tidak bisa dicerna saluran pencernaan manusia. "Pati sagu itu, patinya besar-besar kalau dilihat di bawah mikroskop, sehingga dia tidak mudah dicerna. Nah, pati yang tidak mudah dicerna itu akan masuk ke saluran pencernaan, melalui usus besar," ujar Endang.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved