Cerita EKSKLUSIF Penghuni Lapas Perempuan Bandung: Digerayangi Tengah Malam dan Diciumi Dalam Sel
Wanita berusia 22 tahun ini mengaku tubuhnya mulai digerayangi oleh tangan nakal saat seluruh warga binaan mulai tertidur.
Penulis: Damanhuri | Editor: Ardhi Sanjaya
"Saya melapor karena orientasi seksual saya masih normal. Saya enggak belok (lesbi). Kalau belok, ya saya enggak laporan," ujar Va.
Di lapas yang ia huni ini, kata Va, ia merasa lebih baik dibanding sebelumnya.
"Sekarang saya fokus untuk menyelesaikan sisa hukuman," ujarnya.
Kepergok petugas siang hari
Mengutip sumber yang sama, seorang petugas salah satu lapas di Kota Bandung, mengaku pernah juga memergoki aktivitas menyimpang warga binaan di dalam sel tahanan.
"Pernah melihat perilaku homoseks seperti itu. Saya kebetulan lihat laki-laki sama laki-laki," ujar seorang petugas lapas itu.
Biasanya, kata dia, perilaku itu terjadi di kamar tahanan saat siang hari.
Sebab, jika malam hari, umumnya napi sudah berada di dalam kamar.
"Siang hari, saat saya kontrol, saya lihat dua napi berduaan di kamar, di pojokan dekat toilet. Perbuatannya, intinya, tidak normal. Saya enggak sengaja melihat dan saya langsung tegur," ujarnya.
Bukan Fenomena Baru
Perilaku seks menyimpang di rutan dan di lapas-lapa termasuk di Jabar rupanya bukan menjadi sesuatu yang baru.
Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jabar, Liberti Sitinjak mengatakan, kondisi lapas dan rutan yang kelebihan kapasitas menjadi penyebabnya.
"Ibarat kata, kondisi itu membuat kaki ketemu kaki, kepala ketemu kepala, badan ketemu badan. Dampaknya, muncul homoseksualitas dan lesbi," ujar Liberti dalam acara penguatan pelaksanaan tugas pelayanan, penegakan hukum dan HAM bagi pegawai Kanwil Kemenkumham Jabar di Sport Arcamanik, pertengahan tahun lalu.
Meski demikian, Liberti menolak mengungkap persentase napi dan tahanan yang menderita penyimpangan seksual, serta di lapas dan rutan mana saja hal itu terjadi.
"Setidaknya gejala itu ada. Bagaimanapun, seseorang yang sudah berkeluarga, masuk ke lapas, otomatis kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Jadi gejala itu ada, tapi tidak etis saya buka," ujar Sitinjak.(*)
(TribunnewsBogor.com/Tribun Jabar)