Sidang Anjing Masuk Masjid
Divonis Bebas Karena Gangguan Jiwa, Terdakwa Kasus Bawa Anjing ke Masjid Ngaku Pikirannya Disetting
Hal ini terungkap sebagai gejala gangguan jiwa SM dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Kelas 1A Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu (5/2/2020).
Penulis: Naufal Fauzy | Editor: Damanhuri
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CIBINONG - Wanita bawa anjing masuk masjid di Bogor, SM sempat mengaku alam pikirannya sudah disetting.
Hal ini terungkap sebagai gejala gangguan jiwa SM dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Kelas 1A Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu (5/2/2020).
Hal tersebut merupakan hasil laporan saksi ahli dokter jiwa yang melakukan wawancara atau memeriksa SM yang termuat dalam putusan.
Dalam pembacaan putusan oleh majelis hakim dikatakan bahwa saat dokter jiwa saksi ahli melakukan wawancara terhadap SM, terdakwa bersikap waspada dan kurang koperatif.
Kemudian pada pertemuan pemeriksaan selanjutnya, SM bisa berkomunikasi lebih baik namun perkataannya tidak dapat dimengerti oleh pemeriksa.
"Terdapat gangguan proses berpikir yang ditandai oleh keyakinan pemeriksa yang kuat terhadap isi pikirannya (paham/delusi). Walau bertentangan dengan kenyataannya, terperiksa (SM) mengatakan bahwa banyak peristiwa yang dialaminya sudah di-setting atau merupakan rekayasa untuk tujuan tertentu," kata Hakim ketua Indra Meinantha Vidi saat membacakan putusan.
Daya penilaian SM terhadap realita terganggu dan pasal hukum yang dialami SM merupakan bagian dari gejala gangguan jiwanya ditambah pula SM juga kurang memahami resiko dan nilai perbuatannya sendiri.
Selain itu, terungkap pula bahwa SM merupakan pasien sejumlah dokter jiwa sejak tahun 2013 sampai 2018 namun penanganannya tidak dirawat inap.
Gejala yang dialami SM sejak saat itu di antaranya merasa takut seperti terus diikuti orang lain, merasa semua tidak baik padanya, curiga seperti dibicarakan di TV, halusinasi pendengaran, merasa dikendalikan dan yang lainnya.
Kondisi kesehatan jiwa SM pun dikatakan kerap naik turun dan belum pernah divonis sembuh oleh dokter.
"Terdakwa mengalami skizofrenia dalam kurung gangguan jiwa berat, sehingga tidak dapat dihukum," kata Indra.
Sesuai pasal 44 KUHP, tindak pidana yang dilakukan terdakwa SM tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada SM.
Hakim menyatakan bahwa terdakwa SM divonis bebas dari segala tuntutan hukum.
Barang bukti berupa 1 buah pakaian hangat warna putih, 1 buah celana panjang jins dan sepasang sepatu dikembalikan kepada terdakwa SM.
"Menimbang terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum, maka biaya perkara dibebankan kepada negara," ungkap Indra.(*)