Hukuman Djoko Tjandra Bisa Lebih Berat dari Sebelumnya, Mahfud MD: yang Melindungi Harus Dipidanakan
Menurut Mahfud MD, Djoko Tjandra bisa dihukum lebih berat dari sebelumnya dan pejabat yang melindungi harus siap dipidanakan.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: khairunnisa
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM ( Menkopolhukam) Mahfud MD meminta masyarakat untuk terus mengawal kasus narapidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
Menurut Mahfud MD, hukuman yang diberikan kepada Djoko Tjandra bisa lebih lama dari sebelumnya.
Hal itu dikarenakan upayanya melarikan diri selama 11 tahun lamanya.
Diberitakan sebelumnya, Djoko Tjandra akhirnya ditangkap pada Kamis (30/7/2020) malam.
Ia dijemput aparat kepolisian di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Dilansir dari Kompas.com, Kasus Djoko Tjandra memang kembali menyeruak dalam beberapa waktu terakhir, setelah ditemukannya jejak buron tersebut pada 8 Juni lalu.
Sebelumnya melansir Harian Kompas, 12 Juni 2009, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman terhadap Djoko Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun.
Mereka dinilai terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.
Dalam putusan tersebut, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi, MA juga memerintahkan dana yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Namun, putusan ini justru menjadi awal pelarian Djoko Tjandra.
• Tangkap Djoko Tjandra, Kabareskrim Dinilai Layak Gantikan Idham Azis, Faldi Zon: Ingin Jadi Kapolri?
• Soroti Penangkapan Djoko Tjandra, Yunarto Wijaya: Apapun Cerita di Belakangnya, Harus Diapresiasi
Setelah hukuman dijatuhkan, Djoko Tjandra tidak kunjung memenuhi panggilan kejaksaan.
Mengutip Harian Kompas, 23 Juni 2009, justru pengacara Djoko Tjandra saat itu, OC Kaligis, yang datang ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Saat itu, OC Kaligis mewakili kliennya, mengajukan permintaan penundaan eksekusi terhadap putusan Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung selama sebulan.
Kliennya meminta eksekusi ditunda dengan alasan sedang menyelesaikan bisnisnya di beberapa negara.
Menanggapi permintaan OC Kaligis itu, Kepala Kejari Jaksel Setia Untung Arimuladi menyatakan akan mempelajarinya lebih dulu.
"Secepatnya kami akan bersikap," katanya.
Diberitakan Harian Kompas, 19 Juni 2009, pada 10 Juni 2009 malam, Joko Tjandra terbang ke Papua Nugini menggunakan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
MA pun didesak untuk menyelidiki dugaan bocornya putusan peninjauan kembali kasus korupsi ini hingga menyebabkan terpidana kabur.
Hukuman Bisa Lebih Lama
Menurut Mahfud MD, hukuman yang akan diberikan ke Djoko Tjandra saat ini bisa lebih dalam dari hukuman sebelumnya.
• Soroti Kasus Djoko Tjandra, Aktivis Bogor Raya Apresiasi Kerja Kepolisian
• Putri Bungsu Sebut Sapardi Djoko Damono Meninggal karena Infeksi Paru-paru
Beberapa dugaan yang pidana yang dilakukan Djoko Tjandra menurut Mahfud MD yakni penggunaan surat palsu dan penyuapan kepada pejabat yang melindunginya.
Hal itu disampaikan oleh Mahfud MD di akun Twitternya, Sabtu (1/8/2020).
Tak hanya menyorot hukuman Djoko Tjandra, Mahfud MD juga menyebut kalau pejabat yang membantunya.
"Joko Tjandra tdk hny hrs menghuni penjara 2 thn.
Krn tingkahnya dia bs diberi hukuman2 baru yg jauh lbih lama.
Dugaan pidananya, antara lain, penggunaan surat palsu dan penyuapan kpd pejabat yg melindunginya.
Pejabat2 yg melindunginya pun hrs siap dipidanakan.
Kita hrs kawal ini," tulis Mahfud MD.
Berpindah kewarganegaraan
Melansir Harian Kompas, 19 Juli 2012, Djoko Tjandra disebut telah berpindah kewarganegaraan. Hal itu diungkapkan Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha sata itu.
"Yang bersangkutan (Djoko S Tjandra) berada di luar negeri dan pindah kewarganegaraan. Tentu akan ditindaklanjuti proses meminta pertanggungjawaban yang bersangkutan terkait dengan kasus yang sekarang dihadapinya,” ujar Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, Rabu (18/7/2020) di Bina Graha, Jakarta.
Menurut Julian, upaya pemulangan Djoko Tjandra ditangani Kejaksaan Agung dan melibatkan instansi-instansi lain seperti Kementerian Luar Negeri dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
• Mahfud MD : Presiden Minta Aparat Tak Terlalu Sensitif, Apa-apa Ditangkap
• Soal RUU HIP, Mahfud MD: Pemerintah Menunda Membahasnya dan Lebih Fokus Hadapi Pandemi Covid-19
Wakil Jaksa Agung Darmono saat itu menegaskan, meskipun buronan Djoko Tjandra telah menjadi warga negara Papua Nugini, bukan berarti terpidana kasus cessie Bank Bali itu tidak bisa dipulangkan ke Indonesia.
"Berdasarkan info yang kami peroleh dari Dubes Papua Nugini, yang bersangkutan ternyata sudah menjadi warga negara Papua Niugini pada Juni 2012,” kata kata Agung.
Beberapa waktu setelahnya, dikutip dari Harian Kompas, 26 Januari 2013, Wakil Jaksa Agung Darmono, Jumat (25/1), di Jakarta, mengatakan, Pemerintah Papua Nugini telah mencabut paspor yang dikeluarkan negara itu kepada Djoko Tjandra.
Namun, saat itu, Djoko diduga tinggal di Singapura.
Bebas keluar masuk Indonesia
Setelah itu, keberadaannya semakin misterius, hingga kembali ramai setelah jejaknya ditemukan 8 Juni 2020 lalu.
Meski statusnya buron, Djoko disebut bisa bebas keluar masuk Indonesia.
Bahkan, ia berhasil membuat kartu tanda penduduk (KTP) elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta, hanya dalam waktu sejam.
Setelah itu, dia diketahui pergi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan permohonan peninjauan kembali kasus yang menjeratnya.
Diberitakan Harian Kompas, 1 Juli 2020, sebelumnya Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyebutkan Djoko kembali ke Indonesia sejak tiga bulan lalu.
Namun, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyebutkan sistem keimigrasian tidak menemukan data soal masuknya Djoko Tjandra tersebut.
Selain terdeteksi di Jakarta, Djoko Tjandra diketahui beberapa kali pergi ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Hal tersebut terkuak dari surat jalan Djoko Tjandra tertanggal 18 Juni 2020 yang diterbitkan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo.
Dalam surat itu disebutkan, Djoko Tjandra bepergian ke Pontianak dari Jakarta pada 19 Juni dan kembali ke Jakarta pada 22 Juni.
Ditangkap
Setelah buron selama 11 tahun, pelarian Djoko Tjandra berakhir.
Polisi melakukan investigasi sejak 20 Juli 2020 dan dapat menangkapnya di Malaysia.
Mengutip Kompas.com, Kamis (30/7/2020), Djoko Tjandra pun dijemput langsung oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Malaysia.
Sebelum ditangkap, Listyo mengatakan bahwa pihaknya mendapat informasi bahwa Djoko Tjandra berada di Malaysia.
Atas informasi tersebut, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis bersurat ke Polis Diraja Malaysia untuk membantu proses penangkapan Djoko Tjandra.
Kemudian, ia menambahkan, tim khusus yang terdiri atas anggota Bareskrim Polri dan Divisi Propam Polri terbang ke Malaysia untuk melakukan penjemputan pada Kamis sore.
Dengan penangakapan ini, pelarian Djoko Tjandra pun telah terhenti.