Praktikum Bedah Mayat, Mahasiswa Kedokteran Ini Kabur Nangis Lihat Jasad Sahabat : Dia Mati Ditembak
Praktikum bedah mayat ini dilakukan agar para mahasiswa kedokteran ini mengenal soal anatomi tubuh manusia.
Penulis: Uyun | Editor: Damanhuri
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Bagi mahasiswa kedokteran, mungkin tak asing dengan praktikum bedah mayat.
Praktikum bedah mayat ini dilakukan agar para mahasiswa kedokteran ini mengenal soal anatomi tubuh manusia.
Namun apa jadinya, kalau mayat yang dibedah adalah jasad teman bahkan sahabat sendiri?
Mungkin inilah yang terjadi pada mahasiswa kedokteran asal Nigeria, Enya Egbe.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari BBC Indonesia edisi Senin (2/8/2021), Enya Egbe menceritakan peristiwa 7 tahun silam ketika ia masih jadi mahasiswa kedokteran.
Saat itu, di hari Kamis sore, Enya Egbe dan mahasiswa kedoteran Universitas Calabar Nigeria mendapat mata kuliah anatomi tubuh.
Baca juga: Memilukan, Rumah Dibakar Oleh Anak Sendiri, Nenek Tua ini Tinggal Satu Atap dengan Kandang Domba
Para mahasiswa ini dibagi ke dalam tiga kelompok.
Masing-masing kelompok akan disediakan satu jenazah manusia yang harus dibedah dan diobservasi anatomi tubuhnya.
FOLLOW:
Mayat manusia itu awalnya ditutupi kain putih.
Kemudian, Enya Egbe membuka kain putih penutup mayat tersebut.
Betapa terkejutnya mahasiswa kedokteran ini saat melihat mayat manusia di hadapannya.
Baca juga: Seminggu Koma, Ibunda Irwansyah Sadar Setelah Dibacakan Al Quran, Zaskia Sungkar : Merinding
Saking syoknya, Enya Egbe langsung kabur meninggalkan ruang praktikum.
Mahasiswa kedokteran ini berlari sambil menangis histeris. Kenapa?
Ternyata, tubuh yang akan dibedah kelompoknya adalah mayat Divine, sahabat Enya Egbe selama 7 tahun sejak SMP.

Saking dekatnya, persahabatan Enya Egbe dan Divine itu seperti kakak adik.
"Kami biasa pergi clubbing bersama," ujar Enya Egbe, dilansir TribunnewsBogor.com dari BBC Indonesia.
Baca juga: Bantah Prank Rp 2 T, Anak Akidi Tio Kini Pamer Bilyet Giro, Suami Heriyanti Angkat Bicara : Pasrah!
Meski kabur, mahasiswa kedokteran ini sempat melihat bagaimana jasad sahabatnya itu terkoyak akibat tembakan di dadanya.
"Ada dua lubang peluru di dada sebelah kanannya. Dia mati ditembak," ujar Enya Egbe sambil terisak.
Oyifo Ana adalah salah satu mahasiswa kedokteran lain yang mengejar Enya Egbe dan menemukannya tengah terisak di luar ruangan praktikum.

Sambil menenangkan Enya Egbe, Ana menjelaskan bahwa rata-rata mayat yang dibedah di kelas fakultas kedokteran itu merupakan korban penembakan.
Padahal, kebanyakan korban bukanlah penjahat, namun entah kenapa harus tewas dengan cara ditembak.
"Sebagian besar mayat yang kami gunakan di sekolah ada peluru di tubuhnya," ujar Ana.
"Saya merasa sangat sedih ketika saya menyadari bahwa beberapa dari mereka mungkin bukan penjahat sungguhan," tambahnya.
Baca juga: Petaka Cinta Segitiga Janda Pedagang Nasi di Bogor, Sopir Angkot Sakit Hati Setelah 4 Tahun Pacaran
Ana menambahkan bahwa pada suatu pagi dia melihat sebuah mobil polisi penuh dengan mayat-mayat berlumuran darah di kampus kedokteran mereka, yang memiliki kamar mayat.
Nantinya, mayat-mayat itu akan dijadikan bahan praktikum mahasiswa kedokteran.
Sebagai mahasiswa, mereka tak bisa menolak dan memilih jasad mana yang akan dibedah atau diautopsi, termasuk jika mayatnya adalah keluarga atau teman.

Setelah tenang dari syoknya, Enya Egbe kemudian mengirim pesan ke keluarga Divine, yang ternyata telah mencari korban dari kantor polisi satu ke yang lain.
Disebutkan keluarga, Divine dan dua temannya dikabarkan ditangkap oleh petugas keamanan atau polisi dalam perjalanan pulang dari bepergian di malam hari.
Namun ternyata, nyawa Divine melayang di tangan polisi yang bertindak radikal.
Keluarga Divine akhirnya berhasil mengeklaim jenazahnya. Namun mereka tak bisa melaporkan perbuatan kejam polisi.
Baca juga: Bunuh Janda Penjual Nasi di Bogor, Anak Gadis Korban Ikut Dibuat Tak Berdaya, Ini Pengakuan Pelaku
Dalam banyak kasus, polisi membela diri dengan mengatakan bahwa mereka yang hilang adalah perampok bersenjata yang tewas dalam baku tembak.
Apa yang dihadapi Enya Egbe menggarisbawahi dua hal, yakni kurangnya mayat yang tersedia bagi mahasiswa kedokteran di Nigera dan apa yang terjadi terhadap korban kekerasan polisi dan petugas keamanan.

Nigeria bahkan dilanda protes terhadap kebrutalan polisi tahun lalu.
Sejak abad ke-16 hingga abad ke-19, undang-undang di Inggris mengatur agar mayat penjahat yang dieksekusi diberikan ke sekolah kedokteran - hukuman yang juga bertujuan untuk memajukan ilmu pengetahuan.
Di Nigeria mengadopsi aturan tersebut, sehingga undang-undang menyatakan apabila ada "mayat yang tidak diklaim" di kamar mayat, maka mayat tersebut akan dikirim ke kampus kedokteran.
Negara juga dapat mengambil jenazah penjahat yang dieksekusi, meskipun eksekusi terakhir terjadi pada 2007.
Baca juga: Sembunyi di Hutan, Kisah Pelarian Pembunuh Bos Warung Nasi Berakhir di Tangan Polisi : Tidak Melawan
Lebih dari 90% mayat yang digunakan di sekolah kedokteran Nigeria adalah "penjahat yang dibunuh dengan cara ditembak", menurut penelitian yang diterbitkan di jurnal medis Clinical Anatomy pada 2011.
Kenyataannya, ini berarti mereka adalah tersangka yang ditembak mati oleh aparat keamanan.
Perkiraan usia mereka antara 20 dan 40 tahun, 95% di antaranya adalah laki-laki, dan tiga dari empat orang berasal dari kelas sosial ekonomi rendah.
"Tidak ada yang berubah 10 tahun kemudian," kata Emeka Anyanwu, seorang profesor anatomi di Universitas Nigeria, yang ikut menulis penelitian tersebut.
(TribunBogor/BBC Indonesia) -