Jusuf Kalla Apresiasi Penyelesain Konflik GKI Yasmin, Bima Arya : Tak Sesimpel yang Dibayangkan

JK mengatakan, 76 tahun Indonesia merdeka tercatat telah terjadi 15 kali konflik besar, empat konflik diantaranya diselesaikan dengan damai.

Istimewa/Pemkot Bogor
Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), berbagi pengalaman ketika menjadi mediator sejumlah konflik di dalam dan luar negeri. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Wali Kota Bogor Bima Arya menjadi salah satu komentator dalam webinar bertajuk ‘Memperkokoh Jembatan Kebangsaan: Belajar Mediasi Konflik dari Pengalaman Jusuf Kalla’ yang digelar Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina dalam rangka peringatan Hari Proklamasi ke-76, Kamis (19/8/2021).

Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), berbagi pengalaman ketika menjadi mediator sejumlah konflik di dalam dan luar negeri.

Menurut JK, dalam setiap penyelesaian konflik harus menggunakan jalan tengah dan membutuhkan mediator.

JK mengatakan, 76 tahun Indonesia merdeka tercatat telah terjadi 15 kali konflik besar, empat konflik diantaranya diselesaikan dengan damai.

Sementara sisanya dilakukan dengan operasi militer.

“Syarat pertama kalau Anda ingin menjadi mediator adalah mengetahui permasalahannya dengan detail. Yang kedua, seorang mediator harus independen. Jika mediator berpihak, maka akan kehilangan kepercayaan dan bisa memperkeruh konflik,” ungkap JK.

Berbagai pengalaman penyelesaian konflik yang diceritakan JK, kemudian ditanggapi oleh Bima Arya.

“Pak JK ini saya kira inspirator kita semua. Kita bangga sekali dengan sejarah keberhasilan di Aceh, di Poso dan lain-lain. Kita tidak bisa membantah Pak JK dalam banyak hal, tapi diujung ada sedikit catatan untuk Pak JK yang barangkali bisa nanti bisa dibantu untuk mencerahkan kami ini yang lebih muda,” ujar Bima Arya.

Bima menyatakan setuju dengan JK bahwa mediator itu harus detail dalam mengetahui permasalahan yang sedang terjadi.

Bima lalu bercerita mengenai jalan panjang penyelesaian polemik GKI Yasmin.

“Ketika saya belum jadi wali kota, saya melihat konflik Gereja Yasmin itu dengan penuh kekesalan. Kok susah banget sih, apa susahnya itu dibuka saja gerejanya, begitu kira-kira. Tetapi kemudian ketika saya jadi wali kota, saya pelajari secara detail, it’s not that simple. Tidak semudah itu dan strukturnya sangat complicated,” katanya.

“Saya jadi ingat pelajaran resolusi konflik, bahwa konflik itu ada dua level, the logic of two-level games. Jadi kalau ada dua yang bertarung, di masing-masing pihak itu banyak layer (lapisan) lagi. Disitulah saya melihat realitas yang sama. Energi kita banyak sekali diarahkan untuk memahami anatomi konflik itu. Itu sangat tidak mudah,” tambah Bima.

Bima kemudian meminta pandangan JK, sejauh mana menempatkan dimensi hukum di atas prinsip-prinsip pemenuhan hak yang masih menjadi perdebatan.

“Pak JK juga tadi sampaikan, di atas Undang Undang ada keadilan. Bagi saya, bagi Pemkot, bagi teman-teman GKI dan Sinode ini sudah selesai. Karena sudah terjadi pemenuhan hak. Tapi bagi teman-teman yang lain ini masih menyisakan pertanyaan tentang sejauh mana ketaatan kita terhadap hukum. Bagaimana Pemkot dianggap tidak taat kepada keputusan MA. Tetapi kami punya tafsiran lain tentang MA itu,” ujarnya.

JK Apresiasi

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved