Kebun Raya Bogor

Mengulik Kebun Raya Bogor Di Usia 204 Tahun, Tetap Setia Jaga Konservasi hingga Inovasi Eduwisata

Tahun 2018, Kebun Raya Bogor masuk dalam daftar sementara Warisan Dunia atau Tentative List Unesco World Heritage Site.

TribunnewsBogor.com/Lingga Arvian Nugroho
Suasana Glow di Kebun Raya Bogor yanf merupakan inovasi pendidikan edukasi hayati yang dipersembahkan oleh Kebun Raya untuk Masyarakat Indonesia. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Keberadaan Kebun Raya Bogor (KRB) membawa keberuntungan tersendiri bagi Kota Bogor.

Betapa tidak, KRB adalah Kebun Raya tertua se-Asia Tenggara.

Usianya saat ini menginjak dua abad, tepatnya 204 tahun.

Di usia 204 tahun Kebun Raya Bogor terus berevolusi untuk menjaga marwah konservasi.

Dikutip dari literasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), usia kebun botani yang memiliki 87 hektare itu dihitung ketika Gubernur Jenderal Belanda, Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen, mendirikannya pada 18 Mei 1817.

Tahun 2018, Kebun Raya Bogor masuk dalam daftar sementara Warisan Dunia atau Tentative List Unesco World Heritage Site.

Dalam laman itu, juga tercatat, awalnya Kebun Raya Bogor hanya digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan di Hindia Belanda.

Namun pada perkembangannya pendirian Kebun Raya Bogor nyatanya mengawali perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, sekaligus sebagai wadah berhimpunnya ilmuwan terutama bidang botani di Indonesia secara terorganisasi pada zaman itu.

Sejarah mencatat, berawal dari Kebun Raya Bogor lah kemudian lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan, seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub (1884), dan Museum dan Laboratorium Zoologi (1894).

Baca juga: Tegaskan Komitmen Terhadap 5 Tugas di KRB, BRIN : Tidak Satu Fungsi Mengalahkan Fungsi Lain

Setelah kemerdekaan, tepatnya tahun 1949 Lands Plantentiun te Buitenzorg berganti nama menjadi Jawatan Penyelidikan Alam, kemudian menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LLPA) yang untuk pertama kalinya dikelola dan dipimpin oleh bangsa Indonesia, yaitu Prof Ir Kusnoto Setyodiwiryo.

Pada saat itu LPPA punya 6 anak lembaga, yaitu Bibliotheca Bogoriensis, Hortus Botanicus Bogoriensis, Herbarium Bogoriensis, Treub Laboratorium, Musium Zoologicum Bogoriensis dan Laboratorium Penyelidikan Laut.

Di usia yang ke 204 tahun, Kebun Raya Bogor memiliki koleksi tumbuhan sekitar 222 suku (famili), 1.257 Marga, 3.423 jumlah spesies dan 13.684 spesimen.

Baca juga: Serunya Virtual Tour Kebun Raya Bogor, Wisatawan Antusias Tak Sekadar Diajak Lihat Koleksi Tumbuhan

Selain untuk tujuan konservasi Kebun Raya Bogor juga mulai menjelma sebagai tempat tujuan wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Eduwisata

Kepala Kantor Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Sukma Surya Kusumah mengatakan saat ini, Kebun Raya Bogor menopang lima fungsi.

Lima fungsi itu adalah konservasi, penelitian, pendidikan lingkungan, wisata dan jasa lingkungan tetap dijalankan dan saling bersinergi satu dengan yang lainnya.

"Tidak ada satu fungsi menghilangkan fungsi lainnya," katanya.

Sukma menambahkan setelah LIPI bertransformasi menjadi BRIN, terjadi penataan organisasi di dalamnya termasuk Kebun Raya Bogor.

Kata dia, saat ini lebih fokus melakukan riset dan konservasi tumbuhan, pengelolaan infratruktur di Kebun Raya dilakukan oleh Kedeputian Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN.

Baca juga: Glow Kebun Raya Bogor : Suguhkan Edukasi tentang Keanekaragaman Hayati, Budaya dan Sejarah

Sementara itu fungsi eduwisata dikerjasamakan dengan pihak swasta dengan harapan dapat lebih mengoptimalkan potensi yang ada.

Termasuk rencana pengelolaan Glow, eduwisata terbaru yang saat ini sudah masuk dalam kajian para ahli BRIN sehingga bisa meminialisir dampak penyelenggaraan kegiatan tersebut.

“Kami sudah menginventarisasi jenis flora apa saja yang ada di area Glow untuk kemudian dimonitor”, ujarnya.

Masih terkait dengan Glow, Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB Hefni Effendi, menilai bahwa inovasi edukasi konservasi dalam program Glow dapat menjadi daya tarik kaum milenial untuk datang dan mengenal sejarah, budaya dan kekayaan koleksi Kebun Raya Bogor.

“Khusus untuk Kebun Raya Bogor sebaiknya tetap dilakukan kajian selama penyelenggaraan Glow. Untuk mitigasinya sementara dapat dilakukan melalui studi referensi publikasi ilmiah atau jurnal-jurnal”, ujarnya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved