Cuma Bisa Teriak Minta Ampun, Nasib Bocah 7 Tahun Berakhir Mengenaskan di Tangan 2 Sepupu Kejam

Beragam penyiksaan dan penganiayaan dialami bocah 7 tahun dari kedua kakak sepupunya

Penulis: Uyun | Editor: Soewidia Henaldi
thenewsminute.com
Ilustrasi - nasib pilu bocah di tangan sepupu, uang jajan berujung Kematian, terkuak saat pelaku pinjam keranda 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Nasib pilu dialami Dila (7), asal Blateran RT 001/002, Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Bocah perempuan tersebut dianiaya oleh dua kakak sepupunya, GSB (24) dan F (18)

Beragam penyiksaan dan penganiayaan dialami bocah 7 tahun tersebut.

Korban tak kuat menanggung penderitaan lagi, hingga kemudian menghembuskan nafas terakhir, Selasa (12/4/2022) sore.

Kepada polisi, dua pelaku mengaku saat masih kecil kerap dianiaya ayahnya yang bekerja sebagai sipir penjara.

Dila disebut-sebut sebagai anak yatim piatu.

Namun Suraji menyebut jika ayah dan ibu Dila masih hidup.

Setelah bercerai, ibu Dila tinggal di Pinrang, Sulawesi Selatan.

Menurut tetangga korban, Dila diasuh oleh Kartini dan Haryoto sejak usia 35 hari.

Lantaran punya 3 anak laki-laki dan tak memiliki anak perempuan, Kartini pun mengangkat Dila seperti anaknya sendiri.

Namun tak disangka, kedua anak kandung Kartini malah menganiaya Dila yang masih kecil.

Baca juga: Diajak Main Kakak Sepupu, Bocah SD Ditemukan Tewas Mengenaskan di Tengah Hutan, Tubuh Ditimbun Daun

Kronologi Penganiayaan

Penganiayaan ini terjadi cukup lama.

Bahkan kepada penyidik, GSB sampai lupa kapan maupun sudah berapa kali dia menganiaya korban.

Menurutnya, selama sang ibu di rumah, ia tak berani memukul Dila.

Penganiayaan disebut pelaku bermula ketika korban pergi bermain dan tidak pulang ke rumah.

Pelaku menyebut jika korban sering mencuri uang jajan di warung yang ia kelola dengan sang adik.

"Ibu merantau sejak bulan Februari sebagai ART di Jakarta, saat ada ibu saya cuma jewer dan cubit saja, gak berani mukul. Saya mukul baru bulan-bulan ini saja," ujar pelaku inisial GSB, dikutip TribunnewsBogor.com dari Kompas.com.

Lantaran hal tersebut, pelaku pun sering memukul Dila karena korban dianggap ngeyel dan sering berbohong.

FOLLOW:

"Uang itu kan untuk hidup satu rumah, ibu kirim uang kan akhir bulan, saya juga bekerja dan mengurus warung untuk kebutuhan rumah tangga dan keluarga saya," kata dia.

"Ditotal uang warung yang diambil sekira Rp 500.000 belum uang lainnya, itu dipakai jajan, padahal kami juga sudah ngasih uang jajan," tambahnya.

Sementara itu Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho Setyawan, mengatakan penganiayaan terakhir terjadi pada Selasa siang.

Mereka menendang kedua kaki korban saat berdiri hingga korban jatuh ke belakang.

Baca juga: Kasus Pencabulan Guru Ngaji pada 10 Bocah, Kepala Kejaksaan Negeri Depok Langsung Jadi Penuntut Umum

Bahkan korban juga dibanting hingga kepala terbentur lantai.

"Setelah itu korban lemas, sempat diberikan makanan dan obat, namun tidak kunjung membaik, sore harinya sempat dibawa ke Rumah Sakit, namun di sana dinyatakan sudah meninggal dunia," tambahnya.

Sebelumnya korban juga kerap dianiaya dan dipukul dengan tangan dan kaki serta tongkat bambu.

Bahkan kedua pelaku pernah mengikat korban dengan tali rafia.

Ilustrasi - Bocah
Ilustrasi - Bocah (Shutterstock via Kompas.com)

GSB pernah memukul Dila karena korban tidak menurut saat disuruh manghafal Al-quran.

Dia juga memukul korban dengan gagang pel karena korban dituduh mengambil uang dari warung yang dijaga oleh pelaku.

"Pelaku pernah mengikat tangan dan kaki korban dengan tali rafia, kemudian dipukul dengan rotan seblak kasur hingga menangis," ucapnya.

"Pelaku juga pernah menampar pipi korban sebanyak tiga kali hingga berdarah," tambahnya.

Kepala Dibotakin

Dila adalah siswa di TK Aisyiyah Ngabean 2.

Sebelum ditemukan tewas, Dila sudah seminggu tidak masuk sekolah karena sakit.

Namun hari itu, Selasa (12/4/2022) Dila berangkat sekolah.

Teman sekolahnya, Ky bercerita Dela sekolah dengan mengenakan jilbab karena kepalanya botak.

Selain itu Dila mengenakan sandal dan saat berjalan kaki kanannya diseret. Kondisi Dela membuat sang kepala sekolah, Rusmiati khawatir. Ia pun memeriksa tubuh Dela yang ternyata penuh dengan luka lebam.

Saat ditanya, Dila mengaku sering dipukul oleh kakak sepupunya.

Di hari yang sama, Rusmiati pun memanggil kakak sepupu Dila, F.

Di hadapan Rusmiati, F mengakui jika ia kerap memukuli Dila.

"Saya pesan jangan dipukul lagi. Dia masih anak-anak," kata dia.

Hingga akhirnya Rusmiati mendapatkan kabar jika murid kesayangannya itu ditemukan meninggal dunia pada Selasa malam.

Baca juga: Bocah Perempuan Dipeluk Pria Tak Dikenal Saat Sujud, Orangtua Syok Lihat CCTV, Pelaku Buka Ini

Terkuak Saat Pelaku Pinjam Keranda

Kasus tersebut terbongkar saat F, sepupu korban meminjam keranda dan alat memandikan jenazah kepada ketua RT setempat, Suraji MS.

Suraji mengaku curiga karena biasanya jika ada warga yang meninggal dunia, maka ia orang yang pertama tahu.

Saat ditanya siapa yang meninggal, F menjawabdengan lirih dan menyebut nama Dila Warga kemudian mendatangi rumah kakak beradik itu dan menemukan adik sepupu mereka, Dila meninggal dunia.

Saat diperiksa, ditemukan banyak luka lebam di tubuh Dila.

jenazah Dila
jenazah Dila ()

Kakak sepupu mengaku jika bocah yang masih duduk di bangku TK itu jatuh dari lantai dua.

Namun warga tak langsung percaya.

Apalagi tetangga di sekitar rumah tak mengetahui kejadian Dila jatuh dari lantai dua.

Tetangga hanya mengakui jika ada dua kali teriakan anak kecil.

Warga pun melaporkan kejadian tersebut ke polisi.

Polisi yang melakukan penyelidikan kemudian menetapkan F da sang kakak, GSB sebagai pelaku yang menewaskan Dila.  

Pelaku mengaku kerap dianiaya sang ayah

Saat konferensi pers di Mapolres Sukoharjo, tersangka GBS membuat pengakuan yang mengejutkan.

Di hadapan Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho Setyawan, GBS mengaku mendapatkan didikan yang keras dari sang ayah.

Ia dan adiknya juga kerap dipukuli oleh sang ayah.

"Ayah saya bekerja sebagai sipir di Jakarta," kata GSB, Rabu (13/4/2022). Tak hanya ayah, saat menempuh pendidikan di pondok pesantren, ia mengaku kerap mendapatkan kekerasan.

"Saya sama orangtua digitukan (dipukuli), di pondok juga seperti itu," ucapnya.

"Bapak untuk urusan rumah angkat tangan, nafkah hanya untuk adik saya. Tapi ngasihnya harus ada syaratnya, seperti harus memuji dia dan menghormati dia," ujarnya.

Kondisi ekonomi membuat sang ibu, Kartini harus ke Jakarta untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Sementara itu sang ayah tak pernah pulang.

GBS mengaku terakhir bertemu sang ayah tahun 2017 saat masih bertugas di Sulawesi.

Ia mengaku hal tersebut membuatnya benci pada sosok ayahnya.

"Pesannya buka mata dan buka hati, hidup di dunia gak akan lama, buat apa main-main perempuan di luar sana," ucapnya.

Kini, kedua pelaku harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Atas perbuatannya tersebut pelaku GSB dijerat Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 79 C UURI No 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU dan Pasal 351 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan denda maksimal Rp 72 juta.

Sedangkan pelaku F dijerat Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76C UURI No 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar.(*).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved