Terungkap, Polisi Ganti Dekoder CCTV di Komplek Sehari Setelah Baku Tembak di Rumah Kadiv Propam
Ada fakta baru yang terungkap dari kasus meninggalnya Brigadir J dalam baku tembak di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Vivi Febrianti
Tokoh peristiwa yakni isteri Kadiv Propam dan Bharada E harus muncul ke publik untuk memberi keterangan.
Baca juga: 2 Ajudan Adu Tembak Tewaskan Brigadir J, Dimana Irjen Ferdy Sambo? Kadiv Propam Kaget Ditelpon Istri
"Keterangan polisi yang ada, tidak membuat kasus terang dan transparan, melainkan menimbulkan banyak pertanyaan," kata Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Jambi, Ferdricka melalui sambungan telepon, Rabu (13/7/2022).
Ia mengatakan, bila melihat dari ilmu krimonologi dengan teori sebab akibat, keberadaan Brigadir J dalam kamar pribadi di rumah dinas adalah akibat.
Maka, rangkaian peristiwa sebelum dia muncul di kamar itu perlu diungkap oleh saksi kunci, yakni Bharada E dan isteri Kadiv Propam, sebagai sebab.
Fakta lain yang perlu diungkap adalah apakah Brigadir J meninggal di tempat, saat terjadi baku tembak.
Kemudian jarak waktu antara peristiwa baku tembak yakni sekitar pukul 17.00 WIB, Jumat (8/7/2022) dengan pengungkapan kematian Brigadir J ke publik, Sabtu (9/7/2022).
Dalam ranah rekayasa hukum, 1 jam bisa membuat rekayasa sesuai keinginan aktor intelektual.
Termasuk pelaku, tempat kejadian perkara dan saksi bahkan fakta peristiwa bisa berubah sampai 360 derajat.
"Dalam kasus Brigadir J, rentang waktunya cukup jauh ya. Lebih dari 12 jam. Artinya segala kemungkinan bisa terjadi," kata Ferdricka.
Kemudian TKP yang tidak dipasang garis polisi dan seseorang bisa dengan mudah memasuki TKP dan ini berpotensi menghilangkan barang bukti.
Untuk mencari kebenaran dan membuat kasus semakin terang, dirinya mendukung kebijakan Kapolri yang membentuk tim pencari fakta (TPF).
"Syaratnya TPF harus ada perwakilan dari keluarga korban, lembaga independen, Kompolnas dan tentunya pihak kepolisian," beber dia.
Dirinya menilai, apabila dipersentase secara kriminologi, fakta yang muncul ke publik saat ini, baru 5 persen.
Dengan demikian, Brigadir J jangan distigma sebagai pelaku pelecahan seksual, melainkan dia korban dari kegiatan pembunuhan.
Apabila ingin menyebut Brigadir J sebagai pelaku pelecehan seksual, maka harus disertai bukti permulaan yang kuat.