Hilang Saat Erupsi Gunung Semeru, Pencarian 8 Bulan Membuahkan Hasil, Baju Kesayangan Jadi Petunjuk
Delapan bulan pencarian Muhammad Zuhri terhadap buah hatinya tuntas usai anaknya ditemukan.
Penulis: yudistirawanne | Editor: Vivi Febrianti
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Langit hitam seakan menjadi tanda perpisahan yang dialami satu keluarga di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Padahal pada saat itu, waktu setempat belum masuk malam hari.
Ya, benar saja tak lama kemudian terjadi erupsi Gunung Semeru akhir Desember 2021 lalu.
Saat erupsi terjadi seorang remaja bernama Ahmad Rendy Pratama (19) mendapat tugas khusus dari ibunya untuk menjemput sang ayah Muhammad Zuhri (46) yang bekerja.
Rendy Pratama disuruh karena motor ayahnya tak memiliki penerangan yang cukup baik.
Tanpa membantah, Rendy Pratama bergegas berpamitan untuk menjemput ayahnya.
Namun tak lama kemudian Muhammad Zuhri tiba di rumah.
Sementara Rendy Pratama masih terus ke lokasi tempat di mana ayahnya bekerja.
Siapa sangka, pesan pamitan Rendy Pratama kepada sang ibu merupakan tanda perpisahan terakhir.
Rendy Pratama menjadi satu korban tewas akibat bencana erupsi Gunung Semeru.
Bahkan jasad Rendy Pratama tak berhasil ditemukan hingga saat ini.
Baca juga: Kesaksian Sopir Sebelum Truknya Terbawa Hanyut Diterjang Banjir Lahar Gunung Semeru
Pencarian tanpa lelah
Dengan kondisi yang terjadi, Muhammad Zuhri enggan berdiam diri.
Delapan bulan tanpa henti, Muhammad Zuhri terus menggali tanah serta pasir untuk mencari jenazah anaknya yang hilang saat erupsi Gunung Semeru.
Dengan sekuat tenaga, Muhammad Zuhri terus menyusuri setiap tanah di area tersebut untuk mencari jasad putra kesayangannya.
"Kalau menyerah (menemukan Rendy) itu tidak pernah saya, namanya juga mencari anak, setiap hari saya gali (pasir) terus berharap jenazahnya bisa ketemu," katanyha dikutip dari Kompas.com (3/8/2022).
Baca juga: Awas Gunung Merapi hingga Semeru Berstatus Siaga Level 3 : Sudah Alami 18 Kali Gempa Guguran
Pergi dengan baju kesayangan
Saat pergi dan berpamitan dari rumah Rendy Pratama diketahui menggunakan baju kesayangannya.
Rendy Pratama pergi mengenakan kaus berwarna hitam dengan tulisan Jogja dan memakai celana jin warna biru gelap.
"Baju itu, baju kesayangannya Rendy, itu pokoknya cuci kering pakai," jelasnya.
Pada awal Agustus 2022, salah satu pencari pasir bernama Said menemukan tulang dan tengkorak manusia dengan ciri-ciri pakaian seperti yang disampaikan Zuhri.
"Ditelepon berkali-kali saya enggak dengar, terus dijemput sama orang-orang ke sini, langsung saya lari ke sana memastikan," ceritanya.
Sesampainya di lokasi, Muhammad Zuhri langsung menelpon istri sambil memotret pakaian yang menempel di potongan tulang.
"Istri saya langsung bilang 'iya itu Rendy', kebetulan waktu itu pakaiannya masih utuh jadi dia langsung yakin," terangnya.
Baca juga: Nasib Penendang Sesajen di Gunung Semeru Usai Jadi Tersangka, Polisi Sebut Proses Hukum Berlanjut
Pencarian berhenti
Dengan ditemukannya tulang dengan kaus kesayangan milik anaknya, Muhammad Zuhri menghentikan pencarian.
Potongan tulang itu pun langsung dibawa pulang dan dimakamkan di dekat rumahnya tanpa melalui proses otopsi.
Keluarga juga menggelar tahlilan selama tujuh hari untuk mendoakan Rendy.
Meski merasa sangat sedih lantaran kehilangan buah hatinya, Zuhri mengaku bersyukur dan berterima kasih pada pihak yang membantu hingga anaknya ditemukan.
"Saya mewakili keluarga berterima kasih kepada semua pihak yang membantu, juga tidak lupa kami mohon maaf kalau Rendy punya salah, mohon doanya untuk almarhum," ujar dia.
Baca juga: Tampang Pria yang Tendang Sesajen di Gunung Semeru, Berpindah Tempat Sebelum Ditangkap Polisi
Merogoh kocek besar
Muhammad Zuhri sebelumnya harus merogoh kocek dalam untuk mencari putra kesayangannya.
Segala upaya pun dilakukan.
Demi mencari putra sulungnya, sang ayah rela meninggalkan pekerjaannya sebagai perajin gula jawa.
Zuhri bahkan mengeluarkan biaya yang tak sedikit. Seperti untuk menyewa alat berat seharga Rp 400.000 per jam hingga membayar setoran kepada pemilik lokasi tambang seharga Rp 30.000 untuk satu truk pasir.
"Sampai sewa beko sendiri Rp 400.000 per jamnya, tapi tidak ketemu, untung waktu itu banyak yang kasih bantuan jadi tidak sampai bayar banyak," ucap Zuhri.
"Bayar setoran juga ke pemilik tambang karena saya ngeruk pasir di sana, satu rit Rp 30.000,"lanjut dia. Namun bagi Zuhri, materi yang dikeluarkan tidak pernah sebanding dengan nyawa anaknya.
"Bayar setoran juga ke pemilik tambang karena saya ngeruk pasir di sana, satu rit Rp 30.000,"lanjut dia. Namun bagi Zuhri, materi yang dikeluarkan tidak pernah sebanding dengan nyawa anaknya.