Minta Tanggung Jawab, Guru TK Tewas di Tangan Suami Orang, Dibunuh Saat Tengah Hamil Muda
Hasil otopsi terhadap R (29), guru TK yang diduga dibunuh S (41), telah dikeluarkan tim dokter forensik Rumah Sakit Bhayangkara Polda NTB.
Perlawanan diduga terjadi ketika korban mendesak pelaku bertanggung jawab karena telah melakukan hubungan intim.
Dari pengakuannya, pelaku menolak bertanggung jawab karena telah memiliki istri dan anak. Perdebatan itu berujung cekcok. Korban mencoba memukul pelaku yang terus menghindar.
Akhirnya, korban menggigit jari telunjuk kanan pelaku. Mendapati hal itu, pelaku membalas dan memukuli korban hingga tewas.
Kadek menyebut, luka yang dialami korban berdasarkan hasil otopsi sesuai dengan pengakuan pelaku.
Berdasarkan hasil otopsi, kematian korban disebabkan asfiksia atau kekurangan oksigen akibat dekapan.
Kadek menemukan hal tersebut ketika melakukan olah TKP bersama Kapolresta Mataram Kombes Pol Mustofa.
"Sementara ini keterangan tersangka sinkron dengan hasil olah TKP dan hasil otopsi," kata Kadek.
Baca juga: Bantu Proses Autopsi, Tukang Gali Kubur Cerita Usai Bongkar Makam Tuti dan Amalia : 3 Hari Gak Makan
Keluarga Tak Percaya Pengakuan Tersangka
Kompas.com sempat mendatangi rumah keluarga korban R di Otak Desa Utara, Ampenan, Senin (15/8/2022).
Sejak kecil korban diasuh dan dibesarkan bibinya, Roh (50), di rumah tersebut.
Korban baru pindah dari rumah Roh setelah membeli rumah subsidi di BTN Citra Persada, Desa Medas, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat.
"Saya tidak percaya dia sudah pergi, karena itu dada saya rasanya sakit kalau mengingatnya, " kata Roh sambil memegang dadanya dengan mata berkaca.
Menurut Roh, korban adalah anak baik dan rajin beribadah. Ia pun tak bisa memberikan pernyataan apa pun terkait pengakuan tersangka. Roh hanya menangis.
Kakak sepupu korban, Mahyudi (29), mengatakan, telah lama mengenal R. Mereka tumbuh bersama diasuh oleh ibu Mahyudi, Roh.
"Kami keluarga dan kawan-kawan alamarhumah tidak percaya dengan pengakuan pelaku itu, tidak mungkin adik saya begitu, kami hanya bisa mengatakan itu, kami benar benar tidak percaya," kata Yudi saat berbincang dengan Kompas.com.