Polisi Tembak Polisi
Soroti 7,5 Jam Rekonstruksi Brigadir J, Pengamat Kecewa : Katanya Pelecehan Tapi Tak Ada Adegan
Rekonstruksi kasus Brigadir J selama 7,5 jam dikritisi para pakar dan pengamat. Menurut mereka, rekonstruksi hari ini tak sesuai ekspektasi
Penulis: khairunnisa | Editor: Damanhuri
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Proses rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang berlangsung hari ini tak memuaskan semua pihak.
Pakar hukum pidana hingga pengamat tampak kecewa usai melihat 7,5 jam adegan siaran langsung rekonstruksi yang diperankan lima tersangka pembunuhan Brigadir J.
Yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Kekecewaan itu bukan tanpa alasan, para pengamat tersebut heran dengan urutan waktu rekonstruksi serta eksekusi yang seolah tak bisa menggambarkan apa-apa.
Bahkan ada tiga hal yang menurut para pengamat kurang mendapat perhatian dalam rekonstruksi kasus Brigadir J.
Padahal tiga hal tersebut menurut para pengamat adalah hal penting di kasus itu.
Baca juga: Sudah Pakai Baju Tersangka, Bharada E Mendadak Diganti Sosok Ini saat Berhadapan dengan Ferdy Sambo
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengurai proses rekonstruksi kasus Brigadir J yang berlangsung transparan.
Terlebih seluruh proses rekonstruksi tersebut disiarkan secara langsung yang meliputi dari tiga tempat yaitu TKP Duren Tiga, rumah pribadi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, serta aula sebagai tempat pengganti TKP Magelang.
Dalam proses rekonstruksi yang berlangsung sejak pukul 10.00 Wib itu, ada 36 adegan di rumah Jalan Saguling dan 27 adegan di rumah dinas TKP pembunuhan Brigadir J yang dilakukan para tersangka.
Turut mengikuti proses rekonstruksi tersebut, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengungkap fakta.
Bahwa dalam proses rekonstruksi, sempat ada beda pendapat dari para tersangka.
Baca juga: Jalani Rekonstruksi Bareng Suami, Putri Candrawathi Dipaksa Ferdy Sambo Mengakui Terjadi Pelecehan

"Proses tadi dilaksanakan secara imparsial. Ada beberapa perbedaan antara pengakuan A dan B di masing-masing pihak. Tapi masing-masing pengakuan itu juga diuji jadi dikasih kesempatan oleh penyidik untuk melaksanakan rekonstruksi. Itu sebuah proses yang sangat baik dalam konteks hak asasi manusia," ungkap Choirul Anam dilansir TribunnewsBogor.com dari tayangan Kompas TV, Selasa (30/8/2022).
Karenanya, proses rekonstruksi berjalan cukup lama lantaran harus mengulang adegan sesuai dengan penjelasan para tersangka yang berbeda-beda.
"Makanya cukup lama karena tidak hanya satu pihak, keterangan, tapi juga ada keterangan berbeda dan dikasih kesempatan yang berbeda itu melakukan rekonstruksi," sambung Choirul Anam.
Baca juga: Detik-detik Menegangkan Bharada E Sembunyi Ditatap Ferdy Sambo, Pengacara Langsung Bertindak
Pengamat dan Pakar Kecewa
Tak seperti penyidik dan Komnas HAM, para pengamat dan pakar justru tampak kecewa usai melihat proses rekonstruksi kasus Brigadir J.
Dalam tayangan Kompas TV, Pengamat kepolisian ISESS Bambang Rukminto mengurai rasa kekecewaannya.
Terlebih ada dua catatan penting yang dilihatnya yang menurutnya luput dari rekonstruksi.
Hal pertama adalah tidak adanya adegan saat Bharada E menerima senjata Glock yang digunakan untuk menembak Brigadir J.
"Terkait senjata api. Kalau melihat tadi Bharada E membawa senjata api di sakunyadar sejak awal, Glock itu diserahkan di mana ? Itu yang belum tampak tadi," kata Bambang Rukminto.

Hal kedua adalah tidak adanya adegan yang menggambarkan soal dugaan pelecehan seksual.
Padahal dugaan pelecehan tersebut kerap digaungkan tersangka Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo dan juga menjadi motif Ferdy Sambo merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J.
"Terkait pelecehan seksual. Di mana pelecehan seksualnya ? enggak tergambar sama sekali dalam rekonstruksi," kata Bambang Rukminto.
Baca juga: Penampakan Rumah Mewah Ferdy Sambo Disorot, Barang hingga Tas Mewah Putri Candrawathi Berjajar Rapi
"Yang ketiga, ada pengakuan Bharada Eliezer bahwa Ferdy Sambo ikut menembak tapi tidak tergambar juga dalam rekonstruksi," timpal Aiman Witjaksono presenter Kompas TV.
Selain Bambang, Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Suparji Ahmad juga mengurai reaksinya usai melihat adegan rekonstruksi pembunuhan Brigadir J.
Menurut Suparji Ahmad, rekonstruksi yang berlangsung hari ini tidak sesuai dengan ekspektasi semua orang.
"Saya kira ini rekonstruksi tidak sesuai dengan ekspektasi publik karena tidak menggambarkan imajinasi publik dan tidak menggambarkan fakta yang mengemuka di publik," imbuh Suparji Ahmad.

Lebih lanjut, Suparji Ahmad pun menyebut bahwa rekonstruksi kasus Brigadir J hari ini justru akan menyisakan perbincangan baru.
Sebab banyak hal-hal tak logis di dalamnya.
"Belum ada kebenaran karena semuanya masih tidak logis. Mengingat tadi pelecehan seksualnya tidak ada. Perencanaan pembunuhannya juga tidak nampak di situ, itu sangat mendasar. Kalau kita menggunakan alur cerita yang berkembang selama ini juga tidak logis. Apa yang terjadi dalam rekonstruksi ini justru menimbulkan sebuah narasi baru yang menyisakan perbincangan baru yang akhirnya tidak menjawab," pungkas Suparji Ahmad.
Baca juga: Masih Ditakuti oleh Polisi Berpangkat Rendah, Ferdy Sambo Tetap Dipanggil Jenderal saat Rekonstruksi
Hal tak logis itu menyangkut dua hal penting.
Yakni soal adegan pelecehan yang tak ada di rekonstruksi.
Serta soal bagaimana perencanaan pembunuhan tersebut dibuat Ferdy Sambo CS.
"Katanya pelecehan seksual tapi tidak ada adegan apapun. Katanya pembunuhan berencana tapi tidak kelihatan bagaimana merencanakan, memberikan senjata, menggunakannya, bagaimana anatomi perkara ini jadi jelas," kata Suparji Ahmad.
"Alur cerita ini antara Magelang, Saguling dan Duren Tiga itu kan tidak nampak secara utuh. Konstruksi pembunuhan berencana itu kan ada perencanaan, masa yang tenang, memikirkan, menimbang-nimbang, itu tidak kelihatan," sambungnya.