Suara Pluit Jadi Tanda Bahaya, Kakek di Bogor Sukarela Jaga Perlintasan Kereta Tanpa Palang Pintu
Kakek dari lima orang cucu itu setiap harinya mengatur para pengendara ataupun pejalan kaki yang hendak menyebrang ke wilayahnya.
Penulis: Muamarrudin Irfani | Editor: Damanhuri
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Muamarrudin Irfani
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, SUKARAJA - Seorang pria paruh baya selama 14 tahun menjadi petugas perlintasan pintu kereta secara sukarela.
Pria itu ialah Atang (64), warga Kampung Petahunan, Desa Cilebut Timur, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.
Kakek dari lima orang cucu itu setiap harinya mengatur para pengendara ataupun pejalan kaki yang hendak menyebrang ke wilayahnya.
Ditempatnya, tak terlihat adanya palang pintu perlintasan maupun suara sirine yang berbunyi untuk menandakan kereta akan melintas.
Tengok kanan, tengok kiri tak terhitung lagi ia lakukan, tiap menitnya ia selalu memperhatikan dari mana datangnya arah kereta.
Hanya ada pos berukuran kecil menjadi tempatnya berteduh dari teriknya matahari dan derasnya hujan.
"Alhamdulillah selama saya disini belum pernah ada kejadian, saya duduk disini bukannya engga mau berdiri, kalau berdiri itu engga keliatan keretanya, soalnya itu tikungan (arah datang kereta)," ujarnya kepada TribunnewsBogor.com, Rabu (31/8/2022).
Dengan nafas terengah-engah, peluit ditiup sekencang-kencangnya agar semua orang mendengar bahwa akan ada kereta yang akan melintas.
Tak heran karna hanya bermodal pluit dan gestur tangan dalam mengatur pengendara yang menyebrang kerap kali dihiraukan orang-orang.
Sebab, di tempatnya tak ada palang pintu yang menjaga kendaraan untuk berhenti secara paksa, kalau bukan karena kemauan dari masing-masing untuk menunggu kereta melintas.
"Kesel juga kalau yang bandel udah dibilang berhenti masih nerobos aja, makanya suka ada aja kan kejadian kaya gitu dimana-mana, kalau udah kenapa-napa kan petugas juga yang ditanyain," ungkapnya.
Bahkan, diusianya yang tak lagi muda, dirinya masih dituntut untuk sigap jika terjadi hal-hal yang membahayakan penyebrang perlintasan.
"Harus waspada, saya juga harus gesit kalau ada apa-apa harus sigap kalau motor mater atau apa, bukan jaga duduk-duduk aja," katanya.
Selama belasan tahun itu pula dirinya dan rekan-rekan seprofesinya tak pernah mendapatkan perhatian lebih dari pihak manapun.