Polisi Tembak Polisi
Sebut Tuduhan Mengerikan, Pria Plontos Ini Geram Narasi Pelecehan Seksual Putri Candrawathi Diungkit
Inisiator Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan geram soal narasi pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi diungkit kembali
Penulis: Siti Fauziah Alpitasari | Editor: Soewidia Henaldi
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Inisiator TAMPAK (Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan), Saor Siagian soroti Komnas Perempuan soal munculnya lagi narasi kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi.
Saor Siagian menyebut, pihaknya dikejutkan saat TAMPAK melaporkan Irjen Ferdy Sambo ke Propam Polri terkait penembakan Brigadir J oleh Bharada E.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari YouTube tvOneNews pada Selasa (6/9/2022), dirinya mengatakan saat pertama kali mendengar adanya kasus penembakan Brigadir J, pihaknya langsung menyambangi Komnas HAM.
Pasalnya, Komnas HAM diminta oleh Polri untuk menjadi tim eksternal.
Dimana pihaknya menyadari, bahwa Komnas HAM dapat mengungkap adanya pembunuhan terhadap Brigadir J.
“Kemudian rekayasa pelecehan seksual dan upaya pembunuhan, kami katakan itu halusinasi,” kata Saor Siagian dilansir YouTube tvOneNews pada Selasa (6/9/2022).
Baca juga: Yakin Ferdy Sambo Tak Bisa Lolos dari Jerat Hukum, Kamaruddin Sentil Komnas HAM : Ada Deal-dealan ?
Bahkan dirinya juga mengatakan, bahwa pihaknya menemui Menko Polhukam untuk berdiskusi soal tindaklanjut terkait kasus pembunuhan Brigadir J.
“Menko Polhukam mengatakan bahwa laporan TAMPAK dan juga pengacara Yosua (Brigadir J) atau keluarga Yosua lebih layak ditindaklanjuti,” ucapnya.
Inisiator TAMPAK itu juga mengungkap rasa syukur, lantaran Ferdy Sambo CS resmi ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan berencana Brigadir J.
“Cuma kita dikagetkan oleh Komnas HAM secara spesifik kalau Komnas bilang Komnas Perempuan bawa muncul lagi itu yang namanya rekayasa sol pelecehan seksual tersebut,” terangnya.
“Nah logika kita dibalikkan, kenapa sih orang harus sempurna berbohong melibatkan 100 orang kemudian ada 36 orang, hingga berpotensi dipecat,” sambungnya.
Menurutnya, tak ada bukti hingga saat ini terkait kekerasan seksual yang dilakukan mendiang Brigadir J kepada Putri Candrawathi di Magelang.
Inisiator TAMPAK dengan tegas mengatakan, hal tersebut hanya dilontarkan dengan kata-kata saja alias pengakuan Putri Candrawathi dengan Ferdy Sambo CS.
Baca juga: Geger Kemunculan Wanita Ngaku ART Ferdy Sambo Bongkar soal Kasus Brigadir J, Fakta Aslinya Terungkap
“PC mengatakan bahwa ada dugaan pemerkosaan, tetapi yang kita bilang tidak ada bukti yang lain, tidak ada CCTV juga tidak ada,” tegasnya.
“Bahkan sampai sekarang dugaan saya, kalau memang ada (pemerkosaan) sekarang HPnya saudara Yosua (Brigadir J) sampai sekarang belum ditemukan,” lanjutnya.
Lanjut Saor Siagian menambahkan, adanya pelanggaran HAM terkait hilangnya hak hidup Brigadir J, sehingga dirinya menyindir keberadaan Komnas Perempuan.
“Pernah gak Komnas Perempuan berpikir 100 lebih ibu, istri atau yang punya istri kemudian dia kehilangan hak dugaan hak hidup, hak bekerja ada juga hak ajasinya Yosua, tangisan daripada ibu Yosua dalam kearifan lokal mereka,” jelasnya.
Tak hanya itu, Saor Siagian juga menyinggung soal tangisan tingkat kematian dalam tradisi suku Batak, dimana sebenarnya terdapat kematian yang tidak ditangisi lagi.

Namun berbeda dengan kematian Brigadir J yang dibunuh secara berencana oleh Ferdy Sambo CS, dirinya menyebut bahwa kematian mendiang disebut leher putus.
“Leher putusnya adalah dimana dia tidak lagi bisa keturunan setelah dia bekerja tiba-tiba yang ada kematian, inilah yang terjadi,” terangnya.
Inisiator TAMPAK itu juga mempertanyakan, bagaimana nasib anak-anak perempuan yang terancam, dan dimana Komnas Perempuan berada.
Baca juga: Ngotot Ungkit Dugaan Pelecehan Putri Candrawathi, Komnas HAM Dikritik Tajam Guru Besar Ilmu Pidana
Apakah Komnas Perempuan pernah mengatakan pihaknya terancam.
Apakah Komnas Perempuan berpikir sibuk, lalu penundaan dan penahan istri Ferdy Sambo itu layak dan membangun adanya dugaan pelecehan seksual.
“Menurut saya ini adalah tuduhan yang mengerikan, kami sangat kecewa karena telah di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) oleh penyidik,” pungkasnya.
"Bayangkan saat pertemuan mereka di Polda Metro misalnya, beberapa pihak lembaga yang sebenarnya ada orang yang terbunuh, malah didiskusikan bagaimana LPSK memberikan perlindungan kepada Putri Candrawathi," lanjutnya.

Saor Siagian secara tegas mengatakan, secara perspektif pihaknya meminta dikritisi oleh Komnas Perempuan terkait pertemuan tersebut.
"Pertemuan ini kan pertemuan gelap, di situ terbukti sudah ada namanya abstract of justice, kita minta penyidik untuk terbuka mengingat daripada pesan Presiden harus terbuka," tandasnya.
Baca juga: Koar-koar Jadi Korban Pelecehan, Sikap Putri Candrawathi di Mako Brimob Malah Bikin Psikolog Bingung
Tanggapan Komas Perempuan
Diberitakan sebelumnya, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah menceritakan temuan-temuanya terkait kasus dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi.
Diakui Komnas Perempuan, ada dua hal penting perihal temuan barunya.
Yakni adalah relasi kuasa terkait umur dan senjata.
Dua poin tersebut diduga merujuk pada Brigadir J yang berusia muda dan memiliki senjata selaku ajudan Ferdy Sambo.
Seperti diketahui, di awal kasus berhembus kabar bahwa Putri Candrawathi sempat dilecehkan Brigadir J.
Namun belakangan, isu tersebut hilang usai penyidik ke polisian menutup laporan Putri Candrawathi soal dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir J.
"Terkait relasi kuasa, relasi kuasa itu enggak hanya bisa dilihat dari status sosial. Tapi juga konstruksi gender. Kemudian usia muda yang secara fisik kepada lansia, kemudian juga kepemilikan senjata. Itu yang kami temukan di dalam kekerasan seksual yang dialami ibu P," ujar Siti Aminah.
Tak hanya itu, Siti Aminah juga mengurai dua temuan baru dalam kasus dugaan kekerasan seksual Putri Candrawathi dari Brigadir J.
Temuan baru tersebut terkait dengan kondisi Putri Candrawathi saat diduga dilecehkan itu dalam keadaan sakit.
Baca juga: Makna Ukiran Tulisan Ferdy Sambo Dibongkar Ahli Grafologi, Ada Trauma Mendalam yang Sulit Terlupakan
"Ada memanfaatkan kerentanan, ibu P dalam kondisi tidak sehat pada waktu itu (saat diduga dilecehkan Brigadir J), dan sedang tidur," ungkap Siti Aminah.
Melihat publik beramai-ramai menghujat Putri Candrawathi, Siti Aminah pun mengurai pembelaan.
Bahwa usai peristiwa kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022, Putri Candrawathi sampai mengurung diri di rumah.
"Publik harus mengetahui, pasca-penembakan, ibu P tidak pernah keluar rumah karena dia malu, dia trauma, dan proses intervensi dari psikolog lah yang membantu dia sedikit demi sedikit publik. Baru Agustus Komnas Perempuan dan Komnas HAM bisa memintai keterangan kepada ibu P," imbuh Siti Aminah.
Lebih lanjut, Siti Aminah pun menanggapi komentar sinis soal Putri Candrawathi yang belum ditahan hingga saat ini.
Menurut Siti Aminah, hal tersebut adalah hal yang lumrah.
Baca juga: Bela Anak Buah Pakai Surat, Ahli Grafologi Sorot Tandatangan Ferdy Sambo
"Terkait dengan penahanan, harus diingat, ini baru proses penyidikan, bukan penghukuman, bukan pemidanaan. Penahanan menjadi kewenangan penyidik. Alasan penyidik karena alasan kemanusiaan, ia memilik balita. Apakah ini istimewa ? kami menjawab tidak, karena itu semestinya. Penyidik harus melaksanakan rekomendasi yang menyatakan penahanan sebelum persidangan adalah langkah terakhir dan sesingkat mungkin," kata Siti Aminah.
Enggan berpanjang lebar, Komnas Perempuan pun mengakui bahwa pihaknya telah banyak membantu banyak kasus terkait perempuan yang hendak masuk penjara.
"Teman-teman bisa mengecek bagaimana rekomendasi Komnas Perempuan terhadap kasus-kasus yang ada, memang tidak semua kasus diberitakan dan menjadi hal yang mendapatkan perhatian publik. Kita dorong ke polisian bahwa perlakuan terhadap ibu P itu juga berlaku untuk perempuan yang lain," akui Siti Aminah.(*)