Demo Tolak Revisi UU Pilkada

Sufmi Dasco Sebut Revisi UU Pilkada Batal, Pengamat Isyaratkan Rakyat Waspada

Berhembus kabar jika DPR RI akan membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada setelah terjadi gejolak di masyarakat.

Editor: Damanhuri
AFP/BAY ISMOYO via Tribunnews.com
Foto udara menunjukkan para pengunjuk rasa memblokir akses ke gedung DPR di Jakarta pada tanggal 22 Agustus 2024 untuk memprotes upaya pembatalan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah aturan kelayakan kandidat dalam pemilihan penting akhir tahun ini. (Photo by Bay ISMOYO / AFP) 

Sebab, DPR khawatir dengan massa demonstrasi yang begitu besar di pagar gedung DPR. Jika draft revisi UU tetap disahkan maka demonstrasi membesar dan terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Saya kira sih keputusan DPR menunda rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada pagi ini bisa jadi atau besar kemungkinan memang bagian dari siasat mereka saja," ujar Lucius kepada Kompas.com.

"Karena melihat reaksi publik yang mulai ramai berdemonstrasi mendukung keputusan MK, DPR terpaksa mencari siasat agar tidak semakin memicu gerakan penolakan masif dari publik," ujar dia melanjutkan.

Hal senada diungkapkan pengamat politik Ray Rangkuti.

Ray yang juga seorang aktivis 1998, mengatakan, penundaan yang dilakukan DPR hanya untuk mendinginkan suasana.

Para wakil rakyat yang kini bertentangan dengan rakyatnya sendiri itu bisa saja menggelar paripurna saat tensi unjuk rasa mengendur.

"Itu bukan cara berpolitik yang sehat," jelas dia.

Ray mengingatkan, bahkan dalam keadaan tidak kuorum pun UU bisa disahkan, seperti pada pengesahan UU Cipta Kerja.

"Mereka bisa lho, berani rapur (Rapat Paripurna) tanpa harus kuorum. Tapi mereka sebut kuorum. Penundaan ini karena mereka enggak kuorum kan? Nah, di UU Omnibus Law juga kalau dibaca saat itu enggak kuorum, tapi mereka sahkan saja," jelas dia.

Para aktivis 1998 dan guru besar berharap penundaan rapat pengesahan revisi UU Pilkada bukan hanya sekadar meredamkan situasi.

Ray menegaskan, putusan MK harus menjadi rujukan konstitusi, dalam hal ini untuk pelaksanaan Pilkada.

"Setiap pencalonan itu harus merujuk pada keputusan MK karena keputusan Mk memperkuat UU," tegas dia.

Seperti diketahui, masyarakat ramai-ramai demo di Gedung DPR/MPR Jakarta Pusat menyuarakan penolakan revisi Undang-Undang Pilkada.

Sebab, sejumlah poin yang dirumuskan DPR dalam rapat panitia kerja (panja) sebelumnya mengakali putusan MK.

Alih-alih menaati putusan MK 60/PUU-XXII/2024, Baleg justru membuat kesepakatan lain.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved