Demo Tolak Revisi UU Pilkada

Demo Jilid 2 Kawal Pembatalan Revisi UU Pilkada, Ratusan Mahasiswa Bogor Bakal Bergerak ke Jakarta

Gelombang penolakan terhadap revisi UU Pilkada yang akan disahkan oleh DPR RI masih terus berlanjut.

|
Penulis: Muamarrudin Irfani | Editor: Damanhuri
AFP/BAY ISMOYO via Tribunnews.com
Foto udara menunjukkan para pengunjuk rasa memblokir akses ke gedung DPR di Jakarta pada tanggal 22 Agustus 2024 untuk memprotes upaya pembatalan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah aturan kelayakan kandidat dalam pemilihan penting akhir tahun ini. (Photo by Bay ISMOYO / AFP) 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Muamarrudin Irfani

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CIAWI - Gelombang penolakan terhadap revisi UU Pilkada yang akan disahkan oleh DPR RI masih terus berlanjut.

Meskipun Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad telah memberikan pernyataan bahwa pengesahan undang-undang tersebut batal pada Kamis (22/8/2024), namun aksi unjuk rasa atau demo jilid 2 dikabarkan masih akan terus terjadi.

Seperti halnya mahasiswa dari Universitas Djuanda (Unida) Bogor yang akan terus mengawal pembatalan undang-undang yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut ke Jakarta.

Presiden Mahasiswa Unida Bogor, Ruben Bentiyan mengatakan, dirinya bersama ratusan mahasiswa lainnya akan berangkat ke Gedung DPR RI untuk mengawal pembatalan pengesahan undang-undang yang menuai kontroversi ini.

"Djuanda tetap berangkat, titik kumpul di kampus. Kalau yang ikut konsolidasi aja 150-an, kita pede lah di atas seratus kita berangkat ke Jakarta," ujarnya kepada TribunnewsBogor.com, Jumat (23/8/2024).

Ruben Bentiyan menegaskan, pernyataan Sufmi Dasco Ahmad terkait pembatalan pengesahan UU Pilkada ini tidak lantas membuat mahasiswa sebagai agent of change diam.

Sebagai agen perubahan, kata dia, inilah saatnya untuk kembali merebut kedaulatan rakyat dari kesewenang-wenangan.

"Kita tidak dalam posisi akan menuntut, kita akan menunjukkan, kita ke Jakarta hanya dalam posisi menunjukkan aja kalau kita marah lho soal adanya kesewenang-wenangan," terangnya.

"Kita marah lho dengan bagaimana negara kok seakan-akan dikuasai oleh satu keluarga saja, aturannya bisa gampang banget diutak-atik, biar anaknya si anu bisa menjadi anu, kan kayak gitu. Itu kan salah satu kemarahan kita," pungkasnya.(*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved