Mesin Dingin Partai Koalisi Pilkada, Elektabilitas Calon Wali Kota Bogor Stagnan Jelang Pencoblosan

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Partai koalisi rupanya tak memberi dampak apapun bagi elektabilitas pasangan calon Wali Kota Bogor 2024.

Partai politik bahkan cenderung lepas kunci dalam Pilkada 2024 di Kota Bogor.

Hasil survei Charta Politika menunjukan elektabilitas dua pasangan calon Wali Kota Bogor yang memiliki trend meningkat.

lihat foto

1. Sendi Fardiansyah - Melli Darsa 14,3 persen
2. Atang Trisnanto - Annida Allivia 22.0 persen
3. Dedie A Rachim - Jenal Mutaqin 42.0 persen
4. Rena Da Frina - Teddy Risandi 4,5 persen
5. Raendi Rayendra - Eka Maulana 13.0 persen.

Peneliti Charta Politika Indonesia Ardha Ranadireksa, mengatakan trend elektabilitas pasangan calon Wali Kota Bogor periode 8 November 2024 - 12 November 2024 cenderung stagnan.

"Menurut saya artinya di sini relatif stagnan. Diantara paslon lain, ada pergerakan dari Rayendra-Eka ini bergereak di akhir masa kampanye ini. Sementara baik Atang, Sendi atau Rena itu relatif tidak ada menunjukan pergerakan elektabilitas," kata Ardha.

Ardha menjelaskan peningkatan tersebut disebabkan adanya pemilih yang awalnya menentukan untuk tidak memilih, tapi dalam survei terbaru sudah menentukan pilihannya,

"Saya juga melihat ada trend penurunan dari pilihan atau tidak, masyarakat yang tadinya tidak tahu, tidak jawab tinggi, survei saat ini mereka mulai menentukan pilihan, itu menurut saya ada kenaikan di dua pasangan ini," katanya.

lihat foto

"Jadi dua paslon yang terlihat dapat perubahan karena menurunya pemilih yang tidak menjawab sebelumnya," tambah Ardha.

Ia berpendapat elektabilitas 5 pasangan calon Wali Kota Bogor akan terus meningkat sampai hari pencoblosan tanggal 27 November 2024 mendatang.

"Kalau melihat hasil surveinya tentu kita belum tahu 27 nanti, surveinya mungkin trendnya meningkat. Kalau dari 5 paslon ini sejak survei sampai 27 hanya melakukan kampanye seperti yang mereka lakukan selama ini trendnya mungkin Dedie meningkat. Rayendra juga meningkat, keduanya cukup naik," katanya.

Sedangkan 2 pasangan calon Wali Kota Bogor lainnya, Sendi, Rena dan Atang cenderung tetap.

"Sementara 3 paslon lain relatif stabil, tentu dengan catatan mereka tidak melakukan improvement atau aksi yang lebih ciamik untuk mengejar ketertinggalan meningkatkan elektabilitas," katanya.

Ardha mengatakan jika ingin meningkatkan elektabilitas, maka pasangan calon Wali Kota Bogor harus melakukan inovasi.

"Paslon melakukan inovasi mungkin ini akan berubah. Masih sangat mungkin untuk berubah," katanya.

Menurut Ardha Ranadireksa debat pasangan calon Wali Kota Bogor 2024 tak memiliki pengaruh terhadap elektabilitas.

"Kalau kita mau jujur hanya Jakarta debat itu menjadi bahan pertimbanagn publik karena di Jakarta ini publiknya cukup tinggi terpapar informasi baik media sosial maupun konvensional, sementara untuk daerah non Jakarta seperti Kota Bogor relatif tidak berpengaruh karena tingkat keingintahuan apa mereka menyaksikan debat di bawah 20 persen. Menurut saya tidak terlalu berpengaruh yah debat," katanya.

Pun dengan kampanye negatif yang kini berseliweran di media sosial soal pasangan calon Wali Kota Bogor.

"Tentu kita harus lihat dari daya sebar, kedalaman dan kepercayaan publik terhadap isu tersebut. Sejauh ini saya tidak melihat adanya pengaruh dari terhadap salah satu paslon di Kota Bogor. Dari trendnya tidak ada yang mengalami penurunan," katanya.

Ardha Ranadireksa menjelaskan sampai kini mesin partai politik pengusung sama sekali tidak berdampak pada pasangan calon Wali Kota Bogor 2024.

"Secara khusus tidak ada, secara umum relatif tidak terlihat pergerakan mesin partai yang masif. Tidak hanya di Kota Bogor, kita lihat di Jakarta yang cukup hot jadi topik nasional, termasuk Jateng dan Bandung relatif tidak terlihat adanya kesinambungan koalisi partai ke paslon dengan raihan elektabilitasnya," kata Ardha.

Ia mencontohkan Pilgub Jakarta 2024 dimana pasangan Ridwan Kamil Suswono diusung koalisi gemuk.

Tapi dalam survei justru pasangan calon Gubernur Jakarta Pramono Anung yang paling tinggi di survei elektabilitas.

"Katakanlan di Jakarta PDIP dikeroyok partai lain, secara raihan elektabilitas partainya kan jauh tapi secara survei elektabilitas Pramono dalam beberapa servei lebih unggul dibanding Ridwan Kamil. Ini juga saya lihat seperti itu. Bicara Pilkada publik melihat calon daripada partai pendungkungnya," katanya.

Walau begitu menurut Ardha ada sejumlah partai yang masif bergerak memenangkan calon pilihan.

"Sedikit banyak akan pengaruh, ketika kita sama-sama tahu relatif hanya beberapa partai yang garis komandonya cukup kuat ketika ditentukan calon A otomatis ke bawah akan satu suara, katakanlah disini ada PKS yang cukup militan, PDIP. Untuk partai lain tidak terlalu signifikan kekuatan jalur komando dari partai dengan ikatan pemilih mereka kepada pilihan partai tersebut. Memang fenomena nasional. Tingkat kedekatan masyarakat dengan parta kecil di bawah 20 persen yah," katanya.

Fenomena ini ibarat menyewa mobil dengan sistem lepas kunci.

Jadi pemilik partai mengusung namun tidak menggerakkan mesin untuk benar-benar memenangkan Pilkada.

"Ya bisa saja (lepas kunci), saya juga baru dengar analoginya seperti itu. Ya bisa seperti itu tapi juga bisa seolah partai ini mendompleng nama cukup kuat yah, berharap nanti si calon terpilih kemudian perhitungannya di 2029 mampu mengerek partai itu nanti bisa juga seperti itu bagi partai yang belum dapat kursi legislatif," kata Ardha.

Ikuti saluran Tribunnews Bogor di WhatsApp: 

https://whatsapp.com/channel/0029VaGzALAEAKWCW0r6wK2t