Namun ia menyayangkan bahwa nasib antara Joni dan Resa sangat jauh berbeda.
"Resa sama dengan Joni, walau hanya berbeda dalam perilaku negara pada mereka berdua," ungkapnya.
Labok menyatakan pada aksi kedua bocah tersebut, Joni menjadi pahlawan sang saka merah putih saat upacara dipimpin oleh Wakil Bupati Belu.
Sementara Reza menjadi pahlawan saat upacara dipimpin oleh Bupati Kepulauan Aru, Dr. Johan Gonga dan Wakilnya Muin Sugalrey.
"Joni setelah aksi heroik itu, viral di media nasional, lalu diperlakukan negara secara 'luar biasa', terbang ke Jakarta ketemu Mentri, Pangab TNI, dan Presiden, dapat beasiswa, dijamin masuk Tentara sesuai cita-cita," jelasnya.
Namun Reza, menurut Labok hanya diperlakukan biasa saja dengan disalami oleh dua pejabat yakni Sekda Aru Sekda Aru, Drs. Moh Djumpa dan Kadis Pemberdayaan Masyarakat Desa, M.H. Madubun.
Setelah itu, tidak ada lagi apresiasi yang diberikan untuk Reza baik dari masyarakat di kabupaten tersebut, Provinsi Maluku, dan juga dari masyarakat Indonesia.
"Resa setelah aksi heroik, viral hanya di media sosial lokal, lalu dapat jabat tangan dari Kepala Dinas, dan diperlakukan secara 'biasa diluar'.
Tidak terdengar kabarnya lagi hingga kini, kembali ke hidupnya yang tetap miskin bersama orang tuanya, entah cita-citanya bisa tercapai atau tidak," ungkap Labok.
• Ibunda Defia Rosmaniar Naik Angkot dari Bogor dan Beli Tiket Rp 100 Ribu demi Nonton Putrinya
Untuk itu, Labok menilai bahwa perlakuan tidak adil kepada dua anak ini harus dapat disikapi.
Sebab hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial yang malah melemahkan semangat kesatuan dalam bingkai NKRI.
"Memang untuk dua bocah ini, negara harusnya hadir secara imbang," tuntut Labok.
Artikel ini telah tayang di Nakita dengan judul "Sama-Sama Panjat Tiang Demi Benarkan Tali Bendera, Nasib Bocah Ini Jauh Berbeda Dari Joni"