TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar menanggapi disahkannya UU Cipta Kerja yang membuat rusuh.
Ia menyoroti undang-undang yang soal hak guna usaha yang dinaikkan sebanyak tiga kali lipat.
Menurutnya, undang-undang Omnibus Law ini hanya menguntungkan pengusaha saja.
Tak hanya itu, menurut Haris Azhar, UU Cipta Kerja itu juga hanya menguntungkan pihak pemerintah pusat saja.
Sebab, pemerintah daerah tidak diberikan kewenangan untuk memberikan izin kepada pengusaha.
Sehingga hal tersebut seperti kembali lagi ke zaman orde baru, menurut Haris Azhar.
Tak hanya itu, ia juga mengaku sangat kecewa dengan penangkapan para mahasiswa.
Hal itu disampaikan oleh Haris Azhar dalam acara Rosy di Kompas TV, Kamis (8/10/2020) malam.
"Jadi omnibus ini dia ingin kayak berbagai peraturan perundang-undangan disuruh minggir, lalu ini ada konsep baru, pas kita lihat isinya kita simulasikan, saya mau bilang wajar kalau gitu anak muda marah," kata Haris Azhar mengawali pembicaraannya.
Menurutnya, yang paling dirugikan dari UU Omnibus Law ini adalah kelompok rentan di sektor ekonomi.
"Yaitu petani, buruh, nelayan, masyarakat adat yang mengelola hutan, kebun dan lain-lain, dan juga anak-anak muda," tuturnya.
• Viral Video Wanita Ngaku Selingkuhan Anggota DPR, Ancam Ini Bila Tetap Dukung Omnibus Law
• Krisdayanti Dukung Omnibus Law, Mantan Istri Anang Belum Paham Dampak Cipta Kerja Bagi Buruh ?
Ia juga mengatakan, para anak muda ini tidak mendapat jaminan bahwa mereka akan membaik di sisi pekerjaan dari UU Cipta Kerja tersebut.
"Yang dijual hanya membuka lapangan pekerjaan, dari zaman kuda masih akrab sama badak juga persoalan pekerjaan juga persoalan yang sering muncul," kata dia.
"Artinya memang negara hadir untuk menciptakan itu, tapi bukan dengan cara nih dikasih pekerjaan, buka lowongan, tetapi sebetulnya mereka diperbudak, tetapi keuntungan besarnya itu lari ke kelompok-kelompok tertentu saja yang sebetulnya jumlahnya minoritas," tegas Haris Azhar.
Kemudian, Haris Azhar juga mengatakan kalau dirinya tidak melihat bagaimana upaya pemulihan itu didukung oleh negara.
"Yang justeu ada sekarang seolah rebutan, saya juga bingung nih kepala daerah kok gak ada yang ngamuk, kenapa? Kepala-kepala daerah izinya diambil semua di pusat," ujarnya heran.
"Ini kan semua pusat, kewenangan KKP di pulau-pulau kecil pesisir, lalu hutannya diambil oleh KLHK, ruangnya daerah enggak ada, daerah nanti hanya akan dijadikan centeng yang mendapat perintah tetesan dari pusat, Anda harus amankan ini itu," bebernya.
Menurutnya, pengurusan izin usaha hanya diberikan 30 hari, kalau 30 hari daerah tidak bisa melaksanakan, maka tidak memiliki opsi untuk menolak, tapi diambil alih oleh pusat.
"Jadi ini sentralisasi, ini balik lagi ke zaman orde baru, semua ada di istana, mereka yang menentukan, atas nama kita butuh lapangan pekerjaan, lalu diciptakanlah seperti ini," katanya.
Hal itu lah yang menurut Haris Azhar membuat para masyarakat tekor.
"Tanah kita bakal diambil sama pengusaha 90 tahun, baliknya kapan butuh 2 generasi, kondisi tanahnya gimana kita nggak tahu," kata dia.
• Gara-gara Omnibus Law, Akun Rapper Korea DPR Live Diserang Netizen Indonesia
• Demo Tolak Omnibus Law, Perempuan Ini Menangis Berikan Bendera Merah Putih ke TNI: Tolongin Rakyat
Selain itu, ia juga menyoroti demo yang dilakukan secara masih di beberapa daerah termasuk Jakarta.
"Kondisi di luar hari ini cukup buruk, banyak anak muda justru berdarah-darah, ditangkap. Kalau memang omnibus law ini bermartabat, kenapa orang yang memiliki masa depan justru ditangkepin oleh orang-orang yang umurnya nggak lama lagi," kata dia.
"Maksudnya yang bikin omnibus ini kan rata-rata orang tua, mengecewakan anak muda, terus anak mudanya yang direpresi hari ini, saya kecewa berat, ini salah satu tragedi hukum paling buruk di Indonesia," tutupnya.
3 Wartawan Mahasiswa Hilang Ditangkap Polisi
Tiga orang wartawan pers mahasiswa GEMA PNJ (Politeknik Negeri Jakarta) yang hilang kemarin, Kamis (8/10/2020), telah diketahui keberadaannya.
Sebelumnya, mereka tak bisa dikontak sejak kemarin siang di Istana Merdeka ketika meliput demonstrasi tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Rupanya, mereka ditahan polisi tanpa surat penangkapan dan penahanan dan kini masih ditahan di Polda Metro Jaya.
"Berkat bantuan semua pihak, termasuk LBH (Lembaga Bantuan Hukum) dan AJI (Aliansi Jurnalis Independen) akhirnya tadi pagi dipastikan bahwa mereka sudah ada di Polda Metro Jaya," ujar Sekretaris Hubungan masyarakat dan Internasional PNJ, Azhmy Fawzi kepada wartawan, Jumat (9/10/2020).
• Mahasiswa dan Aparat Sempat Bersitegang Saat Aksi Tolak Omnibus Law di Depan Istana Bogor
• Hentikan Debat Sengit Haris Azhar dengan Ketua Baleg DPR, Najwa Sindir Puan : Gak Akan Matikan Mik
Namun, hingga saat ini ketiganya belum dibebaskan polisi kendati ditahan tanpa dasar hukum.
Hal ini berbanding terbalik dengan klaim sepihak Kabid Humas Polda Metro Jaya, Yusri Yunus yang menyebut seluruh tahanan dalam demonstrasi UU Cipta Kerja telah dipulangkan.
"Sejauh ini belum bisa dibebaskan. Walaupun sudah ada kuasa hukum, tetapi tetap tidak bisa bebas," kata Pemimpin Redaksi Persma GEMA PNJ, Ilham Pratama kepada Kompas.com. "Pihak reskrimsus tidak dapat memberikan jawaban padahal dasar hukum untuk menangkap pers saja tidak ada," tambahnya.
(TribunnewsBogor.com/Kompas.com)