Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CISARUA - Telaga Saat yang merupakan titik nol kilometer Sungai Ciliwung di kawasan Puncak Bogor kini telah dibuka untuk kunjungan wisawatan.
Telaga Saat ini merada di tengah-tengah perbukitan kebun teh di desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Tempat ini kini sudah tertata rapi setelah sebelumnya sempat tak terurus dan telaganya atau danaunya nyaris kering tak berair (saat).
Lokasi telaga atau danau ini berada di tengah-tengah hamparan perkebunan teh yang jauh dari hiruk pikuk pemukiman penduduk serta bangunan sehingga cocok untuk melepas penat di hari libur dengan suasana berbeda.
Penataan lingkungan danau atau situ di tempat wisata ini juga dibuat semenarik mungkin untuk spot foto bagi para wisatawan.
Seperti dipasangnya huruf-huruf titik nol kilometer Ciliwung serta sepanjang jalan setapak yang diberi hiasan sedemikian rupa.
Jalan setapak ini dibuat mengelilingi danau dan setiap beberapa ratus meter dibangun tempat istirahat yang mirip dengan bangunan halte.
Untuk di tepi danaunya, juga dibangun beberapa gazebo dari kayu yang menjorok ke danau.
Di sana juga disediakan rakit yang bisa digunakan jika ingin mencoba ke tengah telaga.
Untuk menuju ke Telaga Saat ini aksesnya tidak terlalu rumit.
Wisatawan hanya perlu masuk pintu pos wisatawan Telaga Warna di kawasan Cisarua, Puncak Bogor yang tak jauh dari Masjid Attaawun.
Di pos tiket masuk ini, wisatawan dikenakan biaya tiket Rp30 ribu per orang/motor.
Setelah melewati pos tiket itu, ada dua simpang jalan yang mana ke kanan adalah ke arah Telaga Warna sedangkan ke kiri adalah Telaga Saat.
Ambil jalan ke arah kiri, ikuti jalan tersebut dan nanti akan kembali menemukan simpang ke dua arah jalan yang masih sama mengarah ke danau, namun untuk jalan ke kanan sedikit terjal dan ke kiri tidak terlalu terjal namun sedikit jauh karena memutar.
Akses jalan tersebut bisa diakses kendaraan roda dua maupun roda empat namun pengendara perlu ekstra hati-hati karena kondisi fisik jalan masih beralaskan batu.
Kondisi jalan ini diduga masih asli dari jaman kolonial Belanda ditambah pula masih sepi dari pemukiman penduduk sehingga suasananya seperti Puncak Bogor di masa lalu.