TRIBUNNEWSBOGOR.COM — Kasus pelecehan seksual yang ngotot dipertahankan Putri Candrawathi dinilai sebagai upaya untuk meringankan hukuman.
Namun pengakuan istri mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo itu dinilai dinilai masih lemah.
Sebab, Putri Candrawathi beum bisa membuktikan pernyataannya tersebut.
Hal itulah yang kemudian memunculkan respon publik bahwa kasus pelecehan seksual ini semata-mata demi meringankan hukuman.
Untuk itu, Pakar Hukum Pidana Unsoed, Prof Hibnu Nugroho meminta Putri Candrawathi untuk jujur.
“Ya saya melihatnya seperti itu, jadi tersangka sekarang berusaha membangun motif sebagai penyebab adanya suatu tindak pidana,” kata Hibnu Nugroho dilansir dari Youtube Official iNews, Rabu (7/9/2022).
Sebab, kata dia, motif inilah mungkin yang akan meringankan hukuman para tersangka, kenapa sampai terjadi suatu pembunuhan berencana.
“Dengan demikian hal-hal yang lain yang menjadikan motif tidak ketemu, hanya terhadap pelecehan seksual. Tetapi pertanyaannya, pelecehan seksual yang bagaimana,” jelas dia.
Memang dalam undang-undang kekerasan seksual, lanjut dia, korban juga bisa sebagai alat bukti, yakni berupa pengakuan.
Baca juga: Sebut Lie Detector Tak Menjamin Kejujuran Putri, Eks Kabareskrim: Kalau Terlatih Gak Akan Takut
“Tapi kan pengakuan itu harus didukung dengan bukti yang lain. Jadi seandainya hanya pengakuan, ya tidak mempunyai nilai,” tegas dia.
Menurutnya, suatu bukti mempunyai nilai apabila terkait dengan bukti lain.
“Idealnya Ibu PC harus terus terang, pengakuannya didukung misalnya ada kekerasan verbal, atau ada kekerasan non verbal, atau ada bukti-bukti kaitannya visum kalau perlu,” kata dia.
Namun pada kasus ini, lanjutnya, Putri Candrawathi tidak bisa membuktikan apapun dengan alasan malu.
Sebab dalam ilmu hukum, kata Hibnu Nugroho, walapun dia sebagai tersangka, tetap harus bisa membuktikan.
“Siapa yang mendalilkan harus bisa membuktikan. Ya ini yang saya kira masih lemah, konsep pelecehan seksual yang ada di Bu PC,” tandasnya.
Ia pun mengatakan, seharusnya Putri Candrawathi bisa jujur jika memang benar ingin menjaga marwah keluarganya.
“Seharusnya kalau memang betul demi keluarga, apa salahnya disampaikan. Jadi tidak perlu malu lagi. Bicara hukum tidak ada malu lagi, tapi bicara bicara. Karena apapun yang terjadi yang menerima akibatnya adalah yang bersangkutan,” tandasnya.
Sementara itu, Mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Ito Sumardi mengungkap adanya kemungkinan Ferdy Sambo lolos dari jerat hukuman mati.
Baca juga: Soroti Pengakuan Putri Dilecehkan di Magelang, Mantan Kabareskrim Heran dengan Sikap Ferdy Sambo
Ito Sumardi pun mengurai sistem peradilan pidana di Indonesia, di mana Polri bertindak sebagai penyidik.
“Penyidik itu mengumpulkan keterangan-keterangan alat bukti, bukti-bukti, kemudian mencocokan dengan dugaan pasal yang disangkakan. Jadi unsur-unsur pidananya itu harus bisa didukung dengan alat bukti dan barang bukti,” jelasnya.
Kemudian setelah itu, lanjutnya, bukti-bukti tersebut diserahkan ke JPU sebagai penuntut.
“Jaksa harus lebih cermat, kalau ada hal yang kurang harus segera dilengkapi. Makanya kalau ada proses itu ada P18, P19, P21, jarang yang langsung P21,” katanya.
Setelah berkas-berkas sudah lengkap untuk mengadili tersangka, barulah diserahkan ke pengadilan.
“Kalau ada kekhawatiran publik tentu bukan di kepolisian, tapi nanti di sidang pengadilan. Sidang pengadilan ini seberapa kuat kita menyajikan barang bukti, alat bukti dan keterangan ahli yang bisa meyakinkan hakim bahwa seorang terdakwa itu melakukan tindak pidana,” bebernya.
Sehingga ia menyebut bahwa kunci hukuman terhadap Ferdy Sambo ada di pengadilan, bukan di kepolisian atau kejaksaan.
Kemudian soal apakah Ferdy Sambo bisa lepas dari jerat hukuman mati, Ito Sumardi pun mengurai penjelasannya.
“Tentunya kita saja sepintas melihat dugaan pasal yang disangkakan kepada FS ini betul-betul sudah dirangkai,” kata dia.
Baca juga: Terkuak, Keterangan Putri Candrawathi Berubah, Ahli Kapolri Sebut Motif Pelecehan Masih Tanda Tanya
Pasal itu, kata dia, sudah dirangkai dengan hasil keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti, keterangan saksi ahli, forensik sebagai salah satu alat bukti, barang-barang bukti, ditambah lagi dengan bukti surat yang mengatakan bahwa dia mengakui salah dan bertanggung jawab semuanya.
“Ini semuanya yang akan disampaikan oleh penyidik kepada kejaksaan, dan pihak JPU akan penuntutan untuk didakwakan di pengadilan,” ujarnya.
“Saya optimis kasus ini bisa selesai sesuai dengan tuntutan dakwaan yang dilakukan oleh yang bersangkutan,” tambahnya lagi.(*)