Pada 2015, ia ditunjuk sebagai pelatih kepala Tim Nasional Curaçao untuk negara tersebut di kualifikasi Piala Dunia FIFA 2018 dan kampanye kualifikasi Piala Karibia 2017.
Ia kemudian menjabat sebagai direktur olahraga untuk akademi Paris Saint-Germain (PSG) dan Barcelona, serta melatih tim Ajax A1 (U-19) dan membantu Clarence Seedorf untuk tim nasional Kamerun.
Terakhir, Patrick Kluivert menjadi pelatih tim kasta pertama Liga Turki Adana Demispor.
Namun, dia baru saja didepak pada Desember 2024 setelah baru bertugas selama enam bulan.
Di Adana Demispor, dia mencatatkan rekor yang kurang apik dengan delapan kemenangan, enam seri, dan enam kali kalah.
Saat ini, Patrick Kluivert berstatus tanpa klub sejak akhir 2024 lalu.
Baca juga: Shin Tae-yong 5 Tahun Dongkrak Ranking FIFA Timnas Indonesia, Anaknya Bocorkan Perlakuan PSSI
Baca juga: Isyarat Tangan Bung Towel Soal Pengganti Shin Tae-yong di Timnas Indonesia, Tawarkan Kopi Pahit
Baca juga: Curhat Pilu 14 Pemain Timnas Indonesia Usai Shin Tae-yong Dipecat, Marselino dan Hubner Kena Mental
Deretan Kontroversi
Penunjukan Patrick Kluivert sebagai pelatih Timnas Indonesia juga diwarnai kabar kontroversi yang pernah menjerat namanya.
Nama Patrick Kluivert tak hanya mencuat karena pencapaiannya, tetapi juga dibayang-bayangi oleh sederet masalah:
Mulai dari masalah hukum, gaya hidup yang kerap mengundang kritik, hingga peran manajerialnya yang tak selalu berjalan mulus, Kluivert tetap menjadi figur yang tak pernah jauh dari perhatian media.
Dengan segala pengalaman dan kontroversi yang dimilikinya, banyak yang penasaran apakah Kluivert benar-benar akan membawa perubahan signifikan bagi Timnas Indonesia jika ia resmi menduduki kursi pelatih.
Rasisme di Sepak Bola
Di tengah kariernya yang penuh prestasi, Patrick Kluivert pernah menjadi korban rasisme dan menjadi sasaran ejekan rasis saat bermain di Liga Premier Inggris.
"Saat anda membawa bola, mereka biasanya membuat suara menyerupai monyet atau sejenisnya. Namun saya memilih untuk tidak menanggapinya. Meski begitu, hal itu tetaplah terdengar menyakitkan," ujar Kluivert kepada Goal.com.
Ia menyadari bahwa reaksi terhadap aksi rasisme justru bisa memberikan dampak yang lebih besar.
"Selama pemain tak bereaksi dan memberikan perhatian kepada pelaku rasisme, itu tak akan efektif," ujarnya.