Motif Pembunuhan Brigadir Esco Menurut Pakar, Berkaitan dengan Amarah, Gelagat Istri Tak Lazim

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menyampaikan analisanya soal kasus kematian Brigadir Esco yang mana sang istri

Penulis: Naufal Fauzy | Editor: Naufal Fauzy
Kolase Kompas TV
POLISI TEWAS DIDUGA DIBUNUH ISTRI - Foto Briptu R (kiri), Pakar Reza Indragiri (tengah), dan korban Brigadir Esco (kanan). Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menyampaikan analisanya soal kasus kematian Brigadir Esco yang mana sang istri yang merupakan Polwan jadi tersangka di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menyampaikan analisanya soal kasus kematian Brigadir Esco yang mana sang istri yang merupakan Polwan jadi tersangka di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Melihat tersangka merupakan istri daripada korban, Reza curiga hal ini berkaitan dengan emosional.

"Memang spekulasi yang lebih patut dikedepankan adalah kemungkinan motif emosional. Berarti ada sangkut pautnya perbuatan pidana itu dengan suasana hati tertentu," kata Reza dikutip dari Kompas TV, Minggu (21/9/2025).

"Entah suasana hati yang sifatnya amarah, cemburu, dendam, sakit hati atau apapun sifatnya, ketimbang motif yang lain yaitu motif instrumental. Bukan berarti serta merta motif instrumental bisa kita nihilkan. Itu tetap harus diinvestigasi oleh pihak kepolisian," imbuhnya.

Dalam kasus ini, tersangka merupakan seorang perempuan dan korbannya merupakan laki-laki menurutnya kerap menimbulkan asumsi keterkejutan.

Seperti apakah mungkin seorang perempuan dianggap bisa melakukan kejahatan terhadap laki-laki sebagai korbannya. 

Namun dengan melakukan autopsi terhadap kondisi korban, kata Reza, kepolisian bisa menyimpulkan apakah perlakuan jahat kepada korban ini sendirian atau tidak.

"Bisa saja dilakukan sendirian, misalnya ya kita bayangkan bahwa sang istri terlebih dahulu memasukan racun kepada minuman atau ke dalam makanan yang dikonsumsi oleh korban," katanya.

"Dalam kondisi lemah, dalam kondisi tidak berdaya, dalam kondisi tidak bisa melakukan perlawanan, maka relatif mudah bagi pelaku untuk kemudian melakukan tindakan selanjutnya menghabisi korban dan menghilangkan barang bukti dengan cara membuang tubuh korban sejauh-jauhnya," sambung Reza.

Jika ada dugaan pelakunya lebih daru satu, kata dia, juga masuk akal.

Dugaan ini muncul dari tersangka yang merupakan seorang perempuan.

"Kalau pelakunya ada lebih dari satu itu masuk akal, karena sekali lagi kita menganggap perempuan secara umum barangkali punya kondisi fisik yang lebih lemah daripada laki-laki," kata Reza.

"Mereka tidak cukup punya kesanggupan untuk melakukan konfrontasi yang frontal terhadap laki-laki. Maka dibutuhkan keterlibatan pihak lain untuk menyelesaikan aksi kejahatan yang dia lakukan," sambung dia.

Reza juga mengomentari terkait temuan jasad korban yang ternyat tak jauh dari rumah tinggalnya.

Dalam itungan di atas kertas, cara ini menurut Reza memang ideal bagi si pelaku.

Karena aksi kejahatan yang paling ideal adalah dilakukan di lingkungan yang betul-betul dikuasai oleh si pelaku.

"Karena dia yang memahami kerawanannya, karena dia memahami bagaimana menaklukkan korban di tempat yang katakanlah terlindungi, bagaimana kemudian dia bisa menghilangkan barang bukti, bagaimana dia bisa menghilangkan jejak-jejak kejahatan, membangun alibi, dan seterusnya," ujarnya.

"Jadi, itung-itungan di atas kertas memang masuk akal sekali kalau tindakan untuk menghabisi korban berikut upaya untuk menghilangkan barang bukti berupa menghilangkan tubuh korban memang dilakukan di tempat yang sungguh-sungguh dikuasai oleh pelaku," kata Reza.

Sementara itu, terkait informasi istri daripada korban atau si tersangka yang tidak melapor ketika korban hilang juga dipertanyakan.

Seperti diketahui, atas temuan jasad Brigadir Esco ini, bahkan yang membuat laporan polisi adalah orang tua korban, bukan istri korban.

"Ada perilaku yang di luar kelaziman bahwa ketika pasangan menghilang dalam jangka waktu yang cukup lama tapi ternyata tidak ada upaya untuk mencari, melapor, mencari pertolongan, dan seterusnya. Maka patut kiranya kita anggap itu sebagai sebuah perilaku yang tidak lazim, perilaku yang janggal," ujarnya. 

"Pada titik itulah masuk akal kalau kemudian pihak kepolisian melakukan investigasi termasuk dengan menjajaki kemungkinan bahwa pelaku tak lain tak bukan adalah orang yang kenal dekat dengan korban," ungkap Reza.

Polwan Jadi Tersangka

Diketahui, Brigadir Esco hilang kontak sejak 13 Agustus 2025, kemudian ditemukan tinggal jasad pada 24 Agustus 2025 di sebuah area kebun kosong sekitar 50 meter dari rumah korban di Desa Jembatan Gantung, Kecamatan Lembar, Lombok Barat.

Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan, dengan tubuh sudah membusuk dan leher terjerat tali.

Hasil autopsi menunjukan adanya dugaan kekerasan benda tumpul di leher korban.

Misteri kematian Brigadir Esco Fasca Rely akhirnya mulai terungkap setelah sekitar satu bulan diselidiki polisi.

Istri korban, Briptu Rizka seorang humas Polres ditetapkan menjadi tersangka atas kasus tewasnya intel Polisi di Lombok Barat ini.

Kepastian Briptu Rizka Sintiyani sebagai tersangka dikonfirmasi langsung oleh Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Muhamad Kholid. 

"Hasil gelar perkara penyidik menetapkan istri korban sebagai tersangka ya," ungkap Kombes Pol Muhamad Kholid saat dikonfirmasi Tribun Lombok, Jumat (19/9/2025). 

Namun sementara ini Polda NTB belum membeberkan motif apa di balik tewasnya anggota polisi ini.

Briptu Rizka Siapkan Langkah Hukum

Meski ditetapkan menjadi tersangka, Briptu Rizka menyiapkan langkah hukum menyusul ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Brigadir Esco Fasca Rely ini. 

Kuasa hukum Briptu Rizka, Rossi, menyampaikan langkah hukum ini dilakukan lantaran pihaknya merasa penetapan status tersangka terhadap kliennya ada kejanggalan. 

Namun ia sementara ini enggan membeberkan kejanggalan yang dirasakan oleh pihak Briptu Rizka

"Kami belum bisa menyampaikan secara rinci ke publik, karena masih kamis siapkan dalam kerangka langkah hukum resmi," kata Rossi kepada Tribun Lombok.

"Ada beberapa hal yang belum terang benderang, namun tiba-tiba muncul penetapan tersangka," kata Rossi. 

"Prinsip kami sederhana, jangan sampai ada kriminalisasi atau pengaburan fakta yang justru mengorbakan hak-hak klien saya," kata Rossi. 

Ikuti saluran Tribunnews Bogor di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaGzALAEAKWCW0r6wK2t

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved