Pencatutan Nama Presiden dan Wapres
Isi Rekaman Sebut Gara-gara Tolak Budi Gunawan, Jokowi Dimaki Megawati
Pada Februari lalu, Presiden Jokowi memang sempat mengusulkan Budi Gunawan sebagai kepala Polri.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, JAKARTA - Dalam rekaman yang diputar di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan, suara yang diduga milik pengusaha minyak Riza Chalid menyebut Presiden Joko Widodo sempat dimaki-maki oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Sebab, Jokowi menolak pengangkatan Budi Gunawan sebagai kepala Polri.
Dari isi rekaman yang diduga merupakan suara Riza itu disebutkan, kejadian itu berlangsung di Solo.
Elite parpol Koalisi Indonesia Hebat (KIH) juga hadir saat kejadian tersebut.
"Di Solo ada… ada Surya Paloh, ada si Pak Wiranto, pokoknya koalisi mereka. Dimaki-maki, Pak, Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG," demikian suara yang diduga Riza seperti dalam rekaman yang diperdengarkan di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Rabu (2/12/2015).
Pada Februari lalu, Presiden Jokowi memang sempat mengusulkan Budi Gunawan sebagai kepala Polri.
Setelah itu, Budi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Namun, Komisi III tetap memutuskan untuk meloloskan Budi dalam fit and proper test.
Kendati demikian, Presiden tetap membatalkan pelantikan Budi dan mengusulkan Badrodin Haiti sebagai calon kepala Polri yang baru.
Presiden mengatakan, pencalonan Budi Gunawan sebagai kepala Polri telah menimbulkan perbedaan pendapat di masyarakat.
Dalam rekaman, suara yang diduga Riza itu mengaku heran dengan keberanian Jokowi itu.
"Gila itu, sarap itu. Padahal, ini orang baik kekuatannya apa, kok sampai seleher melawan Megawati," ucap suara yang diduga Riza.
Tak hanya itu, dia pun menyinggung peran mantan ajudan Megawati itu dalam memenangkan Jokowi-Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 2014.
"Padahal, pada waktu pilpres, kita mesti menang, Pak. Kita mesti menang Pak dari Prabowo ini. Kalian operasi, simpul-simpulnya Babimnas. Bapak ahlinya, saya tahu saya tahu itu," ucap suara yang diduga Riza.
"Babimnas itu bergerak atas gerakannya BG sama Pak Syafruddin. Syafruddin itu Propam. Polda-polda diminta untuk bergerak ke sana. Rusaklah kita punya di lapangan," ucapnya.
Rekaman percakapan
Mahkamah Kehormatan Dewan memutarkan rekaman percakapan yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Dalam rekaman yang diputar di Sidang MKD hari ini, Rabu (2/12/2015), terdengar pembicaraan mengenai rencana divestasi saham Freeport.
Saat itu, Maroef menjelaskan bahwa Freeport sudah merencanakan divestasi saham sebesar 30 persen.
Ketika itu, Riza Chalid menyebut bahwa yang sudah jalan 9 persen. Adapun saham 9 persen yang dimaksud itu adalah saham 9,36 persen yang sudah dimiliki BUMN.
"Yang sudah jalan 9 persen dong," ucap Riza.
"9,3 persen dipegang BUMN," ujar Maroef.
Pembicaraan itu pun kemudian mulai menyebut nama Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan.
Menurut Setya Novanto, Luhut sudah bicara dengan pimpinan PT Freeport James Robert Moffett, atau yang dikenal dengan sebutan Jim Bob.
"Pak Luhut bicara dengan Jim Bob. Pak Luhut udah ada unek-unek Pak," ucap Setya Novanto dalam rekaman itu.
Saat itulah Riza Chalid menyarankan pembagian saham secara adil agar Luhut tidak mengambil 20 persen saham, namun dibagi-bagi dengan Jusuf Kalla.
"Pak, kalau gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20 persen. Ambillah 11 persen, kasihlah Pak JK 9 persen. Harus adil, kalau enggak ribut," tutur Riza Chalid dalam rekaman itu.
Seperti apa pembicaraan tiga orang dalam rekaman itu mengenai saham Freeport, berikut petikannya.
MR (Muhamad Riza): Bapak itu sudah jalan divestasi sudah berapa persen?
MS (Maroef Sjamsoeddin): 30 % yang sudah jalan.
MR: Yang sudah jalan 9 persen dong
MS: 9,3 %. DIpegang BUMN
SN (Setya Novanto): Kalau gak salah itu Pak Luhut sudah bicara.
MR: Pak Luhut sudah bicara
SN: Pak Luhut bicara dengan Jim Bob. Pak Luhut udah ada unek-unek Pak
MR: Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20%, ambillah 11% kasihlah Pak JK 9%. Harus adil, kalau enggak ribut.
SN: Iya. Jadi kalau pembicaraannya Pak Luhut di San Diego, dengan Jim Bob, empat tahun lalu. Itu, dari 30 persen itu, dia memang di sini 10%. 10 persen dibayar pakai deviden. Jadi dipinjemin tapi dibayar tunai pakai deviden. Caranya gitu, sehingga menggangu konstalasi ini. Begitu dengar adanya istana cawe-cawe, presiden nggak suka, Pak Luhut ganti dikerjain. Kan begitu. Sekarang kita tahu kuncinya. Kuncinya kan begitu begitu lhp hahahaha. Kita kan ingin beliau berhasil. Di sana juga senang kan gitu. Strateginya gitu lho.. Hahahaa
KOMPAS.com
