Prabowo Sebut Indonesia Terapkan Ekonomi Kebodohan, Kubu Jokowi Beberkan Data Lain : Ini Hoaks Baru

Kubu Jokowi memberikan data lain yang seolah digunakan untuk menyanggah pernyataan Prabowo soal Indonesia terapkan ekonomi kebodohan.

Penulis: khairunnisa | Editor: Ardhi Sanjaya
Tribunnews.com
Prabowo Subianto dan Joko Widodo 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Pernyataan Prabowo soal Indonesia yang sedang menjalankan ekonomi kebodohan menuai reaksi dari kubu Jokowi.

Kubu Jokowi yang diwakili oleh Lukman Edy itu bahkan meminta data yang jelas terkait pernyataan Prabowo soal ekonomi kebodohan itu.

Sebelumnya dilansir dari Kompas.com, Prabowo Subianto menilai sistem ekonomi di Indonesia saat ini tidak berjalan dengan benar.

Ia menilai, sistem ekonomi yang berjalan sudah lebih parah dari paham neoliberalisme yang dianut oleh Amerika Serikat.

Sebab, menurut Prabowo, angka kesenjangan sosial masyarakat Indonesia semakin tinggi.

Bahkan, ia menyebut Indonesia tengah mempraktikkan sistem ekonomi kebodohan.

"Ini menurut saya bukan ekonomi neoliberal lagi. Ini lebih parah dari neolib. Harus ada istilah, ini menurut saya ekonomi kebodohan. The economics of stupidity. Ini yang terjadi," ujar Prabowo saat berpidato pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Pondok Pesantren Minhajurrosyidin Pondok Gede, Jakarta Timur, Kamis (11/10/2018).

Prabowo memaparkan beberapa indikator untuk menguatkan argumentasinya tersebut.

Menurut dia, sejak 1997 hingga 2014, kekayaan Indonesia yang hilang atau dinikmati oleh pihak asing mencapai 300 miliar dollar Amerika Serikat.

Dengan demikian, Indonesia hanya memiliki sedikit cadangan kekayaan nasional.

Indikator lain yang menjadi sorotan Prabowo adalah tingkat ketimpangan masyarakat Indonesia.

Ia mengatakan, rasio gini Indonesia sekarang berada di angka 45,4.

Artinya, kata Prabowo, 1 persen rakyat Indonesia menguasai 45 persen kekayaan nasional.

Respon Istana Soal Pidato Prabowo yang Mengatakan Indonesia Jalankan Ekonomi Kebodohan

Menanggapi pernyataan soal ekonomi kebodohan dan data yang dipaparkan Prabowo, tim kampanye nasional Jokowi-Maruf, Lukman Edy mengaku heran.

Ia lantas mempertanyakan kevalidan data yang disampaikan oleh Prabowo itu.

Sebab diketahui Lukman Edy, data valid yang dimiliki BPS rasio gini Indonesia kini mencapai 0,39.

Rasio Gini Indonesia Maret 2018
Rasio Gini Indonesia Maret 2018 (bps.go.id)

Hal tersebut tentu berbeda dengan angka yang dipaparkan oleh Prabowo tempo hari.

"Angka yang disampaikan oleh Prabowo 0,45 itu dari mana ? Ada data dari BPS 0,39 sekarang angka gini rasio kita," ungkap Lukman Edy dalam tayangan Kompas tv.

Dihadapan Kader PKB, Cak Imin Ungkap Alasan Jokowi Pilih Maruf Amin Dibanding Dirinya Jadi Cawapres

Tak hanya itu, Lukman Edy juga mengatakan tim Prabowo nyatanya kini terjebak dalam angka-angka kualitatif.

Sedang menurut Lukman Edy, dalam ekonomi harusnya kubu Prabowo juga memperhatikan unsur kuantitatif guna memperoleh data.

"Tim pemenangan Prabowo terjebak dalam data kualitatif. Sehingga menisbikan angka-angka kuantitatif. Jadi susah memberikan penilaian," ujar Lukman Edy.

Lebih lanjut, Lukman Edy juga mengatakan bahwa kubu Prabowo melakukan kesalahan baru dengan menyangkutpautkan permasalahan ekonomi dengan kasus tertentu.

Sebab hal itu menurut TKN Jokowi-Maruf, tidak menggambarkan keobjektifitasan yang terjadi.

"Menurut saya, generalisasi dari tim Prabowo yang mengatakan ada permasalahan ekonomi akibat kasus-kasus tertentu yang menurut saya itu tidak objektif. Ini menurut saya kesalahan baru," ucapnya.

Karenanya, Lukman Edy pun mengungkap bahwa pernyataan Prabowo soal ekonomi kebodohan itu adalah sebuah bentuk hoaks baru di bidang ekonomi.

Hal tersebut ia katakan sebab Prabowo menurutnya memberikan gambaran dari kondisi ekonomi negeri tidak sesuai pada data yang ada.

"Bahkan saya mengatakan ini upaya menciptakan sebuah hoaks baru di bidang ekonomi. Saya sudah menyatakan seperti itu, ini hoaks baru di bidang ekonomi.

Karena (Prabowo) memberikan (gambaran) suatu kondisi ekonomi tidak sesuai dengan data-data. (Ini) kalau soal kemiskinan," pungkas Lukman Edy.

Mahfud MD: Kalau Ada yang Bilang Jokowi Kerempeng Atau Prabowo Kalah Terus Itu Negative Campaign

Kembali melanjutkan pernyataannya, Lukman Edy pun menjelaskan soal acuan data yang digunakan oleh Indonesia terkait rasio gini.

Menurut Lukman Edy, sejak pemerintahan SBY, Indonesia telah memiliki kesepakatan untuk menggunakan data BPS sebagai acuan.

Sebab data BPS dan data World Bank saat era SBY telah dilakukan penyesuaian.

Artinya, untuk menyamakan persepsi dalam suatu hal, data BPS lah yang patutnya digunakan.

Hal tersebut diucapkan Lukman Edy seolah untuk menyinggung data mana yang digunakan kubu Prabowo ketika menyatakan soal rasio gini Indonesia.

"Dulu memang ada perdebatan soal angka kemiskinan antara World Bank dan BPS. Kemudian era SBY, indikator-indikator (World Bank dan BPS) disesuaikan sehingga sepenuhnya data harus satu yakni harus data BPS. Ketentuan itu digunakan untuk (mengatasi) perbedaan persepsi soal data," lanjutnya.

Mendengar pernyataan itu, Jubir Prabowo-Sandiaga, Alex Yahya Datuk pun memberikan tanggapannya.

Alex Yahya Datuk tidak menjawab secara gamblang soal data yang diperoleh oleh Prabowo ketika menyebutkan angka rasio gini Indonesia 0,45.

Pilpres 2019 Terberat Untuk Prabowo Karena Dikepung, Kubu Jokowi: Sudah Tahu Kenapa Masih Mau Maju

Namun jubir Prabowo-Sandiaga ini memaparkan bahwa kenyataannya, kesenjangan di Indonesia itu memang tinggi.

Meski begitu, ia tidak menuding bahwa data dari BPS yang dipaparkan tim Jokowi itu adalah salah.

"Kita percaya BPS, tapi standar acuan BPS itu berapa sih ? Data BPS tepat, tapi kalau data itu kan ada referensinya. Tapi kenyataannya kesenjangan kita itu tinggi," imbuh kubu Prabowo.

Selanjutnya, Kubu Prabowo juga menjabarkan hasil temuan dari lapangan yang disinyalir jadi bentuk keyakinan mereka bahwa kesenjangan di Indonesia masihlah besar.

Hal itu terlihat saat Sandiaga Uno mendapati permasalahan soal lapangan pekerjaan yang minim serta harga-harga kebutuhan yang melambung.

"Calon wakil presiden kita, Sandiaga Uno rutin mengunjungi masyarakat di seluruh Indonesia.

Masalah pertama yang dihadapi adalah lapangan pekerjaan. Di lapangan itu nyata. Saya tidak melihat ada solusi yang nyata dari pemerintah sekarang.

Lalu mengenai harga. Harga kebutuhan pokok sering tidak terjangkau lagi," ujar Alex Yahya Datuk.

Kubu Jokowi Kritik Make Indonesia Great Again Plagiat Donald Trump, Prabowo: Kok Jiplak Sih?

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved