Mahfud MD: Aneh Jika Jokowi Membuat Surpres Persetujuan Pembahasan Revisi UU KPK ke DPR Sekarang
Mahfud MD mengatakan Jokowi memiliki waktu 60 hari untuk mengkaji pembahasan revisi UU KPK, sementara 20 hari lagi DPR lama akan habis masa tugas.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Vivi Febrianti
Mahfud MD: Aneh Jika Jokowi Membuat Surpres Persetujuan Pembahasan Revisi UU KPK ke DPR Sekarang
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD kembali menanggapi soal revisi UU KPK yang sedang ramai diperbincangkan.
Kali ini, Mahfud MD mengatakan akan menjadi sangat aneh kalau Presiden Jokowi membuat surpres persetujuan pembahasan kepada anggota DPR RI periode 2014-2019.
Sebab menurutnya, berdasarkan ketentuan, Presiden diberi waktu sekitar 60 hari untuk menyikapi mengenai revisi UU KPK tersebut.
Hal itu dirasa aneh oleh Mahfud MD, karena anggota DPR RI periode 2014-2019 masa jabatannya akan berakhir 20 hari lagi.
Tak hanya itu, Mahfud MD juga sebelumnya mengoreksi pernyataan Said Didu soal revisi UU KPK tersebut.
Melalui akun Twitter-nya, Said Didu mengomentari artike berita di Kompas.com yang berjudul 'Revisi UU KPK Diketok DPR, Jokowi: Saya Belum Tahu Isinya'
Pada komentarnya, Said Didu tampak mengkritik pernyataan Jokowi yang mengaku belum tahu isinya tersebut.
Menurutnya, tak ada alasan Jokowi sudah baca atu belum, sebab itu sudah diketok palu dan menjadi tanggung jawabnya.
"Lha kan Bapak yg tanda tangan amanat presiden kepada pejabat yg mewakili pemerintah bersama dim-nya.
Jika sdh diketok atas persetujuan yg mewakili Bpk maka tdk ada alasan bhw Bpk blm baca.
Baca atau tdk baca itu tanggung jawab Bapak," tulisnya.
• Sebut Jokowi Bisa Tolak Revisi UU KPK, Mahfud MD: Kenapa Tak Tunggu DPR Baru yang Akan Dilantik?
• Sudah Ketuk Palu, Seluruh Fraksi di DPR Setuju Revisi UU KPK
Rupanya Tweet Said Didu itu diteruskan oleh Warganet ke akun Mahfud MD.
Sehingga Mahfud MD pun ikut mengomentari cuitan tersebut.
Menurut Mahfud MD, Said Didu tampaknya keliru mengartikan hal tersebut.
Lebih lanjut Mahfud MD menjelaskan, yang diketok palu yakni usul revisi UU KPK di tingkat DPR, bukan pengesahan revisi UU KPK.
Untuk itu menurut Mahfud MD, wajar jika Jokowi belum membaca isinya.
Sebab, ia baru akan membaca setelah usulan itu resmi disampaikan kepada Presiden.
"Sy kira Pak Didu keliru.
Ini bkn pengesahan Revisi UU tp pengesahan Usul Revisi UU di tingkat DPR.
Jd resminya Presiden memang blm membaca.
Nanti stlh resmi disampaikan kpd Presiden barulah dibaca.
Kalau setuju ditunjuk Menteri dan dibuat Supres Pembahasan ke DPR.
Klu tdk ya tdk," tulisnya.
• Kronologi OTT KPK yang Menjaring Bupati Bengkayang Suryadman Gidot
• KPK OTT Bupati Bengkayang, Sita Uang Ratusan Juta
Pada Tweet terbarunya, Mahfud MD juga menilai akan aneh jika Jokowi membuat surpres atau surat Presiden persetujuan pembahasan revisi UU KPK kepada anggota DPR periode 2014-2019.
Sebab Jokowi diberi waktu 60 hari untuk menyikapinya, sementara anggota DPR periode 2014-2019 masa jabatannnya akan berakhir 20 haari lagi.
"Terkait keputusan DPR tgl 5-9-2019 ttg usul inisiatif Revisi UU-KPK akan menjadi sangat aneh jika Presiden membuat surpres persetujuan pembahasan kpd DPR yg skrng.
Mnrt ketentuan Presiden diberi waktu sekitar 60 hr utk menyikapinya; pd-hal DPR yg skrng masa tugasnya tinggal 20 hr," tulisnya Sabtu (7/9/2019).
Ia juga menjelaskan, waktu 60 hari itu rasional, sebab sebelum surat Presiden dikeluarkan, harus ada kajian terlebih dahulu oleh kementerian.
Jika sudah dilakukan kajian, baru surat Presiden akan dikeluarkan.
"Waktu 60 hr yg diberikan kpd Presiden adl rasional sebab sblm surpres dikeluarkan di internal lembaga Eksekutif hrs ada dulu kajian yang mendalam oleh kementerian.
Tim dari kementerian hrs mengkaji draft RUU dan menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Stlh itu baru Surpres," tulisnya lagi.
• Capim Sebut OTT Sebagai Upaya Tutupi Kegagalan KPK, Ini Kata Febri Diansyah
• Kasus OTT KPK Jaksa di Yogyakarta, 2 Jaksa Ditetapkan Sebagai Tersangka
Kata Pakar
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut, pembahasan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa saja tak dilakukan seandainya Presiden Joko Widodo tak mengeluarkan surat presiden (surpres).
Sebab, meskipun rancangan revisi Undang-Undang KPK ini telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR, pembahasannya harus menunggu respons dari Presiden.
"Kalau misalnya Pak Jokowi besok betul-betul ngasih surat presiden untuk mulai bahas, artinya kan undang-undangnya bisa mulai dibahas," kata Bivitri kepada Kompas.com, Kamis (5/9/2019).
"Tapi, menurut Pasal 20 UUD kita kan sebenarnya kalau Pak Jokowi enggak mengeluarkan surat presiden, UU ini tidak akan dibahas," tuturnya.
Bivitri menyebut, suatu kabar buruk jika DPR dan pemerintah benar-benar merevisi UU KPK.
Pasalnya, ada sejumlah poin yang bakal diganti dan ditambahkan, yang diprediksi bakal melemahkan KPK.
Jika revisi dilakukan, menurut Bivitri, pemerintah seolah tengah membunuh KPK.
"Kalau itu terjadi, pemerintahan yang sekarang seperti membunuh KPK. Karena KPK jadi nggak ada fungsinya lagi," kata dia.
Jika Presiden menerbitkan surat dan RUU benar-benar dibahas, kata Bivitri, bukan tidak mungkin KPK bakal diintervensi oleh pemerintah dalam penyidikan.
"Jadi ibaratnya nanti dia mau OTT (operasi tangkap tangan) segala macam itu bisa diintervensi nantinya," kata Bivitri.
"Pejabat mana yang mau disidik, pejabat mana yang mau dituntut secara hukum, itu nanti bisa diintervensi," ujar Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu.