Teror Virus Corona
Tips Hadapi Virus Corona Menurut Psikolog, Ini yang Terjadi Bila Takut Berlebihan
Usai diumumkannya 2 WNI asal Depok yang positif Corona atau Covid-19, memunculkan ketakutan dan kepanikan masyarakat Indonesia
Penulis: Tsaniyah Faidah | Editor: Mohamad Afkar Sarvika
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Tsaniyah Faidah
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CIBINONG - Setelah diumumkannya 2 WNI asal Depok yang positif Corona atau Covid-19, memunculkan ketakutan dan kepanikan masyarakat Indonesia, tak terkecuali warga Bogor.
Semua orang berjaga-jaga agar tak tertular virus, lalu berbondong-bondong berburu masker bedah dan hand sanitizer di tengah wabah Covid-19.
Seorang warga Bogor yang tak ingin disebutkan namanya pun mengaku merasa ketakutan.
Ia yang hanya terjangkit batuk flu, dijauhi seketika oleh orang tak dikenal yang berada di dekatnya lantaran dianggap terkena virus corona.
"Iya, saya lagi makan, terus batuk karena memang lagi batuk pilek saja. Saya batuknya juga sudah ditutup pakai siku dalam seperti yang dianjurkan. Orang yang tadinya ada di dekat saya, tiba-tiba tengok ke arah saya pas lagi batuk itu, terus menjauh bilangnya takut," ceritanya, Rabu (4/3/2020).
Menanggapi merebaknya ketakutan banyak orang akan masuknya virus corona di Indonesia, seorang psikolog sekaligus Kepala Biro Rumah Cinta Bogor, Retno Lelyani Dewi angkat bicara.
Menurutnya, takut merupakan salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri dari bahaya atau hal-hal lain yang dianggap membuat diri tidak nyaman.
Rasa takut diiringi dengan reaksi jasmani, seperti keringat dingin, gemetar, lemas, pucat, tubuh kaku, dan masih banyak ciri lainnya.
"Ketakutan bisa muncul karena proses belajar, yang mulanya merasa biasa dengan virus, melihat, mendengar, dan menyaksikan yang lain heboh dengan virus corona akhirnya mempelajari kondisi itu dan ikutan mengalami ketakutan," jelas dia kepada TribunnewsBogor.com.
Ketakutan, lanjut Retno, merupakan salah satu bentuk emosi negatif, sebagaimana cemas, kecewa, dan marah.
Semua emosi negatif akan memengaruhi sel darah merah bereaksi.
Sehingga jika seseorang dalam situasi emosi netral maka sel darah merah akan bergerak tenang teratur.
Sebaliknya, saat emosi negatif, gerak sel darah merah akan bergerak cepat dan tidak teratur sehingga peluang bertubrukan akan lebih besar.
Jika sudah bertubrukan maka risiko terjadi penumpukan yang menimbulkan gejala sakit tertentu di bagian tubuh yang mengalami penumpukkan tersebut.
"Dengan kata lain, ketakutan berlebih akan memicu menambah dan mempercepat reaksi tubuh negatif (baca: sakit)," ungkap Retno.
Oleh karenanya, ia mengimbau untuk tetap tenang atau berpikir netral.
Sebab, kata dia, risiko terkena virus corona akan kecil jika seseorang tidak terkena langsung percikan bersin atau dahak pasien yang sudah terinfeksi.
Terlebih jika daya tahan tubuhnya baik dan menjaga pola hidup yang bersih.
"Virus diciptakan Allah, jadi jika virus menyerang, pasti ada rahasia Allah agar memperbanyak ibadah. Jadi tetap tenang, ikhtiar, dan menjaga perilaku hidup sehat dan tawakal," ucap dia.